Epilog

605 132 35
                                    

   Mikey berdiri lama didepan makam Takemichi. Mata yang sempat menemukan cahaya itu sekarang hanya berisi kegelapan hampa. Hujan yang sedari tadi mengguyur tak di hiraukan. Mikey benar-benar jatuh dalam kesedihan.

   Sementara di sampingnya, ada Draken yang juga merasakan hal yang sama. Ia menunduk, merasa takdir tidak adil. Padahal takdir sudah mengambil Emma darinya, tapi masih saja serakah dengan merebut Takemichi—orang yang menjadi pelabuhan hatinya.

   Mitsuya dan Hakkai masih berada di rumah duka. Mereka kaget saat mendengar kabar bahwa Takemichi—cahaya mereka, telah berpulang. Hakkai menangis tersedu, ia menggumamkan nama Takemichi—nama seseorang yang menjadi cinta pandangan pertama Hakkai. Tak jauh beda dengan Mitsuya yang sedari tadi menahan isak tangisnya agar tidak keluar.

   Jika kalian bertanya tentang Chifuyu dan Kazutora, maka jawabannya mereka tidak datang. Chifuyu pingsan saat mendengar kabar tentang partnernya, membuat Kazutora harus mengurus Chifuyu—yang ternyata juga sedang kelelahan bekerja.

   Sedangkan Naoto, ia sedari kemarin tak istirahat. Ia ingin sekali menemukan pembunuh Takemichi dan membuatnya masuk dalam penjara. Tidak, Naoto ingin pelakunya sengsara lebih dari itu. Naoto jadi tida peduli dengan kesehatannya. Yang dipikiran Naoto saat ini adalah mengusut tuntas kasus pembunuhn Takemichi.

   Pada pemakaman Takemichi, banyak mantan anggota geng yang datang. Rindou dan Ran misalnya, padahal mereka baru saja ingin mengenal dekat laki-laki bersurai hitam itu. Tapi apalah daya, pemuda itu sudah tak bersama mereka lagi.

"Padahal baru pertama kali aku mengenal yang namanya cinta" ujar Ran.

   Rin yang berdiri di sampingnya hanya bisa terdiam, dia juga merasakan hal yang sama dengan kakaknya. Bagi Rin, Takemichi adalah mentari di hidupnya. Diam-diam dia berjanji akan membunuh pembunuh Takemichi. Hal yang sama juga di pikirkan oleh Rindou.

...

   Kiyomasa berlari melewati semak belukar, kakinya berdarah karena tertusuk duri tajam di jalan yang ia tapaki. Napasnya tersengal, membuat raut muka Kiyomasa semakin pucat—ketakutan. Dia bahkan tidak ingin berhenti barang sejenak, orang-orang yang mengejarnya adalah mimpi buruk yang paling buruk baginya.

BRUUK

   Kiyomasa terguling ke dalam jurang kecil, ia meringis—merasa beberapa tulang rusuknya patah. Gerombolan orang yang mengejarnya tadi menghmpiri jurang itu. Bengis, adalah kata yang pas untuk menilai air muka orang-orang itu. Badan Kiyomasa bergetar hebat.

"A—AMPUN" Teriaknya. Suara Kiyomasa menggelegar, membuat para kawanan burung yang bertengger terbang, menjauhi asal suara.

   Seakan tuli, salah satu dari orang-orang itu menarik Kiyomasa dari sana dengan kasar. Melemparnya ke arah tepi jurang, ditangkap oleh seorang lagi. Rasanya Kiyomasa ingin menangis sekarang. Hal selanjutnya yang di lakukan oleh para rombongan itu adalah menyiksa Kiyomasa. Bahkan sampai detik terakhirnya, Kiyomasa masih tetap di siksa. Setelah selesai, rombongan itu membuang jasad Kiyomasa ke jurang tadi.

...

   Naoto memasuki kamar yang sudah kosong sebulan lamanya. Minggu kemarin dia mendapat kabar bahwa Kiyomasa sudah ditemukan—dalam keadaan tak bernyawa. Dari keterangan hasil otopsi, disebutkan bahwa Kiyomasa di serang oleh hewan buas saat sedang bersembunyi di gunung. Naoto merasa puas dengan kematian Kiyomasa, semoga saja bajingan itu masuk neraka.

   Ia membaringkan tubuhya di kasur empuk itu, sambil memandangi langit kamar. Naoto memicingkan mata, melihat sesuatu seperti serbuk berada di langit kamar Takemichi. Ia bangun, berniat mengambil sapu. Namun, saat ia mematikan lampu dan melihat ke arah kasur, serbuk itu menyala. Menghasilkan hamparan biru dengan taburan galaksi di atap.

   Naoto tersenyum, ternyata Takemichi suka dengan ilmu astronomi. Ia jadi ingat saat Naoto masih kecil, dia juga sempat belajar ilmu astronomi. Karena penasaran, Naoto kembali menghidupkan lampu. Melihat-lihat rak buku Takemichi yang di penuhi komik, dan buku astronomi.

   Memilih buku yang paling besar, Naoto berjalan kearah kasur. Membaringkan tubuhnya dengan santai, ia membaca dengan khidmat. Naoto tenggelam dalam bacaannya, entah sudah berapa halaman yang ia baca. Sampai-sampai Naoto merasa mengantuk.

   Naoto memilih untuk menyudahi acara membacanya, ia memilih untuk kembali ke kamar untuk tidur. Saat Naoto bangit, ia tak sengaja menjauhkan sesuatu—yang berasal dari buku itu. Naoto yang melihat segera mengutipnya. Sebuah surat, surat yang berwarna putih bersih terlipat menjadi dua bagian.

   Entah kenapa rasa kantuk Naoto menghilang. Ia memilih untuk duduk kembali dan membaca surat itu. Kata, kalimat, bait, bersatu padu merangkai pesan yang mungkin tak akan pernah di sampaikan. Tulisan tangan yang rapi, jejak air mata yang menemani, seakan mengetahui jelas kehendak Takemichi.

   Naoto meneteskan air mata. Saat bait terakhir selesai, Naoto berjalan dan membuka setiap halaman pertengahan buku di kamar Takemichi. Untaian surat itu kini bersatu, menjadi sebuah pengakuan. Pengakuan pemuda bernama Hanagaki Takemichi. Naoto merasa sedih dan senang secara bersamaan.

END

Carousel yang sedari tadi berputar telah berhenti. Aku hanya bisa melambaikan tanganku pada kalian.

Apakah kalian menikmati lagu ini?

Entahlah, aku juga tak tahu. Meski pun begitu, ini adalah salam perpisahan. Malam sudah menyelimuti bumi, ini waktumu untuk pulang. Ah, tapi jangan bersedih. Kita pasti akan bertemu di wahana, tempat wisata, atau dimana pun itu. Mungkin aku akan merindukan kalian, jadi aku memberikan satu lagu tambahan untuk mu.

Terima kasih telah menemani perjalananku.

Alternatif ending, akan menjadi lagu penutupnya. Tenang saja, mari duduk dan tunggu untuk sebentar lagi.

SORRY [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang