8❥︎ Rumah

142 29 10
                                    

•••

Tak semua rumah itu ramah dan nyaman untuk dijadikan tempat pulang.

•••

8.Rumah

Milhan mengintip ke luar kamar untuk memastikan semuanya aman. Sebelum dia melakukan aksi kabur dari rumah karena bosan. Lama-lama gadis itu frustrasi harus belajar terus menerus sepanjang hari. Bergelut dengan bank soal yang memusingkan. Milhan benar-benar butuh hiburan sekarang. Berjalan-jalan di luar sebentar untuk menghirup udara segar, sepertinya menjadi pilihan yang tepat.

Gadis berkulit putih pucat itu turun dari balkon kamarnya yang berada di lantai dua menggunakan tangga yang sebelumnya sudah dia siapkan. Milhan bernapas lega, seperti habis keluar dari penjara. Lalu mengendap-endap untuk keluar dari gerbang rumahnya yang menjulang tinggi. Namun, nahas sekali, gerbangnya ternyata dikunci.

“Aduh, kenapa pake dikunci segala, sih? Biasanya juga enggak. Ini mami niat banget kurung aku di dalam sangkar emas ini. Huh, emangnya aku burung?” gumam perempuan itu lalu mencebikkan bibir, sebal.

Menoleh ke arah pos satpam, ide dalam otak Milhan pun datang. Pelan-pelan dia melangkah menghampiri Mang Somad— security di rumahnya—yang tampak tengah tertidur pulas.  Milhan sempat dibuat kaget karena saat dia akan mengambil kunci gerbang yang menggantung di saku celana Mang Somad, pria berkumis tebal itu menggeliat sambil mengigau.

Usai berhasil mengambil kunci gerbang, Milhan bersorak senang dengan nada yang amat pelan bahkan terdengar seperti bisikan. Dia pun kembali mengendap-endap untuk segera membuka gerbang lalu pergi jalan-jalan malam di luar. Terdengar sangat menyenangkan bagi Milhan yang lebih sering berada di dalam rumah karena dikekang ibunya.

 Gerbang terbuka. Mata Milhan sontak langsung berbinar. Kakinya mulai bergerak. Namun, belum selangkah dia berjalan, seseorang lebih dulu menarik lengannya. Membuat Milhan sontak langsung menoleh ke belakang. Hingga tampak seorang wanita berwajah garang serta make-up tebal tengah memelototinya. Terlihat sekali, bahwa sebentar lagi akan ada amarah yang segera meledak.

“Somad!” teriak wanita itu dengan penuh penekanan. “Tutup gerbang se-ka-rang!”

Mang Somad sontak langsung terlonjak kaget mendengar teriakan sang majikan. “Siap, Nyonya!”

“Kamu saya gaji buat kerja, bukan malas-malasan!” Zora—ibu Milhan—mencubit lengan Mang Somad tanpa belas kasihan lalu menarik Milhan dengan kasar.

Ini lah, hal yang belum diketahui orang-orang tentang hidup Milhan. Orang-orang hanya tahu enaknya saja, mereka hanya tahu Milhan itu anak yang dimanja karena berasal dari keluarga yang sangat berada, pokoknya Milhan itu selalu bahagia. Padahal di balik itu semua tersimpan banyak derita, mereka juga tidak tahu bahwa Milhan dididik keras oleh ibunya.

***

Zora menghempaskan tangan Milhan kala mereka sudah kembali berada di dalam rumah. Ayah Milhan belum pulang, gadis itu pun tidak bisa melakukan pembelaan. Karena jika saat ini Milhan melawan, itu hanya akan membuat masalah semakin besar. Hingga kini gadis berwajah pucat itu pun hanya bisa menunduk pasrah, mendengarkan ocehan sang mama.

“Mami menyuruh kamu untuk tetap diam di rumah, belajar terus-terusan, bukan karena mami enggak sayang sama kamu. Justru karena mami sangat sayang sama kamu, makanya mami melakukan itu. Tapi, apa yang kamu lakukan tadi? Mengendap-endap hanya karena ingin pergi dari rumah ini seperti tahanan yang dikurung. Kamu menganggap mami apa, Han?”

Kita, Cinta & Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang