4❥︎ Bahagia Itu Sederhana

181 39 5
                                    

•••

Definisi bahagia itu sederhana, yaitu ketika melihat orang yang kita cinta bahagia. Meski bukan kita sendiri yang menjadi alasan dia tertawa.

•••

4.Bahagia Itu Sederhana

Pagi ini udara benar-benar terasa begitu dingin. Hingga membuat Naja yang tak memakai pakaian hangat seperti siswa-siswi lain jadi terasa menggigil. Gadis itu melangkah memasuki sekolah yang terlihat megah. Namun, di koridor menuju kelas, tanpa sengaja dia bertemu Destan yang habis memarkirkan motornya di parkiran. Mereka pun berjalan berdampingan.

"Hai, Ja! Baru nyampe?" sapa Destan untuk sekadar basa-basi saja.

"Iya. Tumben kamu gak bareng sama Setya. Biasanya kan kalian nempel terus kayak prangko. Lagi marahan?"

"Marahan? Emangnya kita masih bocah SD." Naja tertawa kecil mendengar jawaban Destan barusan.

"Setya sakit. Nih, dia titip surat cinta buat guru. Gue titipin sama lo aja, deh." Destan menengadahkan tangannya, memberikan sebuah amplop putih pada Naja membuat Naja seketika langsung menghentikan langkahnya.

Setya sakit pasti karena hujan-hujanan kemarin. Entah kenapa Naja jadi merasa bersalah. Gadis itu pun menerima suratnya. Mengembuskan napas panjang, Destan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lalu mendongak menatap langit-langit koridor.

"Milhan sakit, Setya juga sakit, kayaknya mereka emang beneran jodoh. Iya, gak, Ja?" Cowok itu kembali menatap Naja yang masih mematung di tempatnya. "Ja?" panggil Destan membuat lamunan Naja buyar.

"Eh, kenapa, Set?" Tanpa Naja sadari, dia malah memanggil Destan dengan sebutan 'Set'. Tentu itu membuat Destan mengernyit heran. "Eh, maksud aku-" Naja tadinya mau meralat, tapi perkataannya lebih dulu disela oleh Destan.

"Udah, gak pa-pa lupain aja!"

Naja jadi merasa salah tingkah berada di dekat Destan karena kesalahan barusan. Tetapi, sepertinya Destan tidak mencurigai apa-apa. Terlihat dari sikapnya yang biasa saja. Naja pun memutuskan untuk pamit pergi, melanjutkan langkahnya menuju kelas lebih dulu.

"Aku ... d-duluan, ya, Tan." Gadis itu mulai melangkah meninggalkan Destan sendirian.

Namun, baru selangkah, Naja sudah kembali berhenti karena Destan tiba-tiba menahan lengannya. Sontak, mata Naja langsung membeliak. Dia takut Destan memperpanjang perihal dia yang tadi salah memanggil namanya.

"Tunggu, Ja!" Namun, Destan malah terlihat melepas jaket yang dipakainya lalu memberikan jaket tersebut pada Naja. "Pake dulu jaket ini biar gak kedinginan."

Mengangguk, Naja menerima jaket tersebut agar dia bisa cepat-cepat pergi dari hadapan Destan. "Makasih. Aku pergi, ya. Nanti aku kembaliin jaketnya." Memutar tubuh ke belakang, Naja mengembuskan napas lega lalu langsung berjalan cepat menuju kelasnya.

***

Sedari tadi Naja tampak mondar-mandir di depan toilet sembari memainkan kukunya, memasang raut wajah gelisah. Siapa lagi yang bisa membuat Naja seperti ini selain Setya. Pulang sekolah nanti, rencananya dia ingin menjenguk cowok itu, tapi bingung memikirkan alasan yang akan diberikan agar tidak sampai menimbulkan kecurigaan. Kalau saja Milhan tidak sakit, pasti Naja akan pergi bersama gadis itu dan tidak perlu sampai ribet seperti ini. Namun, tiba-tiba ponsel di tangan Naja berdering menandakan ada pesan masuk. Membuat gadis itu sontak langsung mengeceknya.

Milhan: [Ja, aku mau minta tolong kalau kamu udah pulang sekolah mampir dulu, ya, ke rumah Setya! Bawain dia bubur sama buah-buahan. Aku mau banget jenguk dia, tapi aku masih belum dibolehin pergi ke mana-mana, nih, sama mama☹︎. Nanti kamu kabarin aja ke aku gimana keadaan Setya. Soalnya dari tadi WhatsApp-nya gak aktif. Aku khawatir sakitnya parah]

Kita, Cinta & Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang