10❥︎ Kepercayaan

113 28 14
                                    

•••

"Tak semua orang yang kamu percaya dapat menjaga kepercayaanmu itu. "

•••

10.Kepercayaan

Perihal pertanyaan Milhan, kenapa Naja dan Setya bisa datang ke sekolah bersamaan? Kini sudah terlupakan setelah Setya memberi penjelasan yang tentunya membuat Milhan tak lagi berpikiran macam-macam.  Sekarang mereka tengah berada di kantin sekolah menikmati makanan seraya bercengkrama bersama disertai Destan juga.

"Hari Sabtu dateng, ya, ke acara pembukaan butik ibu,” ucap Naja pada Milhan, Setya, dan Destan sambil mengaduk es jeruk miliknya.

“Ada makan gratis, gak?” tanya Destan membuat kepalanya langsung dijitak oleh Destan. “Aww, sakit, Satbang!” Dia mengusap kepalanya lalu balas memukul bahu Setya pelan.

“Abisnya isi otak lo cuman makan mulu, sih,” ucap Setya.

“Eh, makan itu penting, Set. Kalau kita enggak makan kita bisa langsung isdet.  You know isdet? Mati.”

“Udah, udah, enggak usah pada ribut!” Naja melerai kedua lelaki di hadapannya yang sudah seperti Tom and Jerry —selalu saja berantem setiap hari. “Soal makanan, tenang aja ibu udah siapin, kok. Nanti kalian semua bisa makan sepuasnya.”

Destan menggebrak meja. “Kalau gitu gue pasti dateng. Enggak ada alasan buat gue gak dateng.” Dia tampak antusias sekali.

Milhan merotasikan matanya seraya geleng-geleng kepala melihat sikap Destan. Lalu, kembali mengalihkan tatapannya ke arah Naja. “Mmm, aku pengen banget bantuin kamu sama ibu kamu nyiapin acaranya, tapi kayaknya aku gak bakalan bisa.” Gadis itu mencebikkan bibirnya sambil menunduk.

Tersenyum maklum, Naja mengusap punggung tangan Milhan. “Gak masalah. Aku ngerti, kok.”

“Biar aku sama Destan aja yang bantuin Naja nanti,” ucap Setya membuat tatapan ketiga orang di meja itu langsung tertuju padanya.

“Apa? Sama gue?” Destan menunjuk dirinya sendiri.

“Ya iya lah, siapa lagi? Lagian lo jangan mau makan gratis doang, dong!”

“Mmm, ya udah deh, kalian bantuin Naja, ya. Nanti aku bakal usahain buat dateng juga, kok,” kata Milhan.

“Ya sudah lah, nanti gue bantuin. Sekalian mau minta restu juga sama calon ibu mertua.” Destan menyengir lebar, sedangkan Naja yang mendengarnya langsung melotot tajam.

Sorry, ya, Tan, tapi kamu bukan tipe calon menantu idaman Ibu,” sahut Naja membuat raut wajah Destan berubah kecewa.

“Mendingan sekarang lo inget kata tukang parkir, Tan.” Setya menepuk-nepuk pundak Destan.

“Dua ribu?”

“Mundur!” ujar Setya, Naja, dan Milhan secara bersamaan membuat beberapa atensi siswa-siswi di kantin langsung tertuju pada meja mereka.

***

Hari ini adalah hari persiapan acara pembukaan butik ibu Naja. Naja dan ibunya tengah sangat sibuk, dibantu Destan dan Setya juga. Memasang beberapa hiasan di setiap sudut ruangan.

“Bu, ibu tahu, gak? Tuh, anak gadis ibu itu udah nolak Destan beberapa kali,” adu Destan pada Bu Rahma seraya mengelap meja.

“Oh, ya? Tapi, kok, kamu enggak jauhin anak ibu? Biasanya cowok kan kalau udah ditolak apalagi sampai beberapa kali gitu suka langsung ngejauh,” sahut Bu Rahma yang tengah menata bunga di sebuah vas.

Kita, Cinta & Luka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang