Mengingat lagi.

19 8 1
                                    


Tadi, saya pergi ke sekolah lama. Sampai disana ramai sekali, karena ada program vaksinasi umum.

Saya datang karena memang diundang, dan udah satu tahun setengah enggak kesana sejak lulus. Jadinya kangen sekalian mengenang masa lalu.

Sampai sana banyak sekali orang-orang, dan adik-adik kelas bahkan para masyarakat disekitar sana yang antre untuk Vaksinasi.

Saya cari tempat aman, dimasjid sekokah. Menurut saya disana paling aman untuk menghindar dari sapaan orang-orang yang mengenal saya.

Karena saya suntuk duduk merenung, saya keluar sekolah, cari angin niatnya sembari menunggu antrean saya.

Saya ketemu sama Pak Satpam, ingin menyapanya tapi takut dia lupa. Akhirnya saya beranikan diri.

"Pak, masih ingat saya?"

Terlihat beliau sejenak berfikir, lalu saya buka masker biar dia ingat barangkali.

"Loh, Ria?"

"Eh masih inget ya?" Saya tertawa, entah senang atau kangen sama sebutan nama itu.

Kami berbincang-bincang mengenai saya dimasa lalu yang jauh berbeda dengan sekarang.

"Dulu kamu imut, kecil, pecicilan, petakilan, kayak anak Tk," tutur pak satpam.

Saya menanggapinya dengan tertawa lalu saya bertanya "memangnya sekarang saya bagaimana?"

"Sekarang kamu ukhti-ukhti, sedikit lebih dewasa, cara bicara, cara berperilaku sudah mulai dewasa"

Saya cukup kaget dengan tuturnya. Sempat berfikir apa iya saya sudah mulai dewasa?

Terus enggak lama setelah itu ada cowok datang menghampiri kami berdua, saya kenal cowok itu. Namanya Kak Dino. Kakak kelas saya dulu disini, satu angkatan lebih tinggi dari saya. Salah satu teman juga di sebuah organisasi yang pernah saya ikuti dulu.

Tapi saya takut menyapanya, takut jika dia tidak mengenali saya, karena memang sejak saya masuk kelas delapan dia sudah jauh dengan saya.

Dan ternyata dia nyapa saya duluan, saya kaget, saya pikir dia sudah lupa saya.

"Ria kan?" Tebaknya.

Saya mengangguk, sungguh saya rindu panggilan nama itu, saya ingin dipanggil itu lagi tapi oleh orang-orang yang dimasa lalu.

Kami bertiga berbincang layaknya teman dan kakak pembina.

Iya, pak satpamnya masih muda kok, seusia kakak saya. Sekitar 25 atau 27. Makanya dulu saya cukup dekat dengan beliau.

Terus ketika saya manggil kakak kelas saya dengan sebutan kak, dia menolak.

Katanya dia sudah bukan lagi kakak kelas saya, karena kita sudah lulus dan beda sekolah.

"Trus saya panggil apa?"

"Panggil Dino aja" katanya.

Terus dia minta nomor saya, saya enggak mau kasih awalnya tapi pak satpam minta juga, ya udah saya terpaksa kasih. Hahaha

Setelah itu Kak Dino pulang duluan. Jadi tinggal berdua yang berbibcang.

Saya dan pak satpam membicarakan soal cinta?
Duh saya pengen ketawa kalau inget.

Tiba-tiba saya Rindu Dia, rindu sosok itu, Sosok yang dulu pernah menjadikan saya ratu. Sosok yang saya kira hal paling baik dalam dunia saya.

"Kamu udah punya pacar?" Tanya pak satpam.

Saya bilang enggak, enggak lagi maksudnya.

"Pak, pak satpam tau Dia enggak?"

Pak satpam mengangguk.

"Saya suka dia, pak. Tapi lucu ya kalau saya suka dia?"

"Gak apa-apa, suka itu kan diluar kendali kita."

"Saya pacaran sama dia, pak satpam inget kan, pas saya masih pacaran sama dia dulu di sekolah?"

"Inget, kamu kabur-kaburan mulu"

Kami tertawa trus saya curhat lagi.

"Saya pacaran lagi sama dia, udah enam bulan, tapi kita udahan. Padahal saya sayang banget, masih pengen jadi milik dia, masih pengen jalan bareng dia"

"Gak apa-apa. Tapi laki-laki kayak gitu  mending di lupain. Kalau gak bisa, seenggaknya jangan memperlihatkan kalau kamu masih sayang. Bisa seenaknya nantinya."

"Iya" jawab saya.

Lalu saya pamit, untuk kedalam.
Sampai di dalam saya di sapa guru. Saya kira saya sudah asing, karena memang dulu saya tidak cukup terkenal. Tapi masih ada beberapa guru yang ingat sama saya.

Guru itu merangkul saya, tepatnya guru bahasa indonesia. Dia menawari saya sebuah event. Tentang kepenulisan. Katanya barangkali saya minat dan bisa dibukukan. Tapi saya menolak karena saya sibuk dengan rutinitas saya. Otak saya juga buntu.

Akhirnya saya selesai di vaksin, lalu karena sudah agak sepi, saya jalan-jalan keliling sekolah mengingat masa lalu saya disana.

Cukup mengecewakan, cukup menyakitkan juga saya rindu. Saya jalan lalu berhenti di satu kelas, dimana disitu pada pertama kalinya saya menatap dengan dekat wajah dia.

Saya semakin terbawa suasana akhirnya saya menangis, menangis kecewa, menangis rindu.

Kenapa ya perasaan saya sesulit itu untuk berpindah. Saya ingin bersamanya. Tapi tidak bisa. Dia punya dunia yang lebih nyata dan saya salah jika harus memaksanya tetap bersama ketidaknyataan bersama saya.

Saya rindu.
Saya menyesal mengingat masa lalau itu.

Bima sakti, 9 September 2021.

Usai ◇ABAIKAN◇Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang