"Ibu, hujan," ujar gadis kecil bergaun putih. Wajahnya jelita. Senyum manis melengkung hingga matanya seperti kurva bulan sabit.
Wanita bersurai kelabu yang dipanggil 'Ibu' menoleh ke jendela. Langit merontokkan jarum-jarum bening yang berkilau, akan tetapi langit terlihat begitu jernih tanpa mendung.
"Hmm... tapi kenapa langit cerah? Tidak mendung seperti biasanya." Gadis kecil itu bertanya-tanya. Matanya yang seperti kaca rembulan memandang langit dengan sorot kagum.
Aellian akhirnya beranjak dari kursinya, kemudian menghampiri gadis kecil yang berdiri di depan jendela. Ia turut mengamati hujan di langit cerah itu bersama putri kecilnya. "Kata siapa hujan selalu diawali mendung?"
Si gadis kecil menoleh, "Tapi bukannya awan mendung yang membawa hujan?"
"Ingat cerita yang pernah Ibu bacakan tentang hujan?" Aellian tersenyum, dibalas senyum serupa dari gadis kecil yang mempunyai helai rambut identik dengannya.
"Hujan bukan tangisan, tapi harapan," jawab gadis kecil itu dengan lancar. "Tapi apa maksudnya?"
Wanita bersurai kelabu itu tertawa lembut, mengusap puncak kepala putrinya dengan sayang. "Berarti ia bisa datang kapan saja, di mana saja, Iva. Mendung atau cerah, pagi atau malam."
"Begitu, ya...." Iva sedikit tertawa. Ia kembali memperhatikan titik air yang berjatuhan seolah tak ada habisnya.
'Hujan seperti ini...,' Aellian membatin. Tatapannya tak lepas dari langit, sementara bibirnya mengulas senyum samar yang susah diterjemahkan.
Wanita bersurai kelabu itu menarik nafas panjang.
'Aku harap... benar-benar pertanda baik.'
---
'Alkisah, ada seorang gadis belia. Sifatnya manis dan ceria. Hidupnya bahagia dengan kedua orang tua yang hangat dan selalu menyayanginya. Kedua orang tuanya bekerja sebagai pegawai kuil yang cukup dihormati.
Langkah kecil yang cepat, ditingkahi dengan nafas yang terburu. Iva melewati lorong-lorong istana yang remang-remang dan sepi. Sepanjang jalan ia tak melihat satu pun orang, baik pelayan atau kesatria yang berjaga.
Kastil yang begini sepi tentu saja ganjil, apalagi di luar langit begitu gelap dan muram. Angin bertiup bisu menambah resah gadis itu.
Tiba di depan pintu besar berukiran seni, Iva mendorongnya sekuat tenaga. Ia masuk dan mencari, matanya menyapu ruangan. Hasilnya nihil. Tidak ada siapapun di dalam ruangan ratu.
Iva kembali menyusuri lorong, sesekali membuka pintu ruangan-ruangan yang biasa dipakai Aellian, namun wanita itu tak ada di manapun Iva mencari.
Kastil sunyi. Angin semakin dingin.
'Sang gadis belia amat menyukai hujan. Saat hujan tiba, ia akan menikmati titik-titik air hujan itu di depan jendela kamarnya. Ibunya pernah mengatakan, bahwa hujan itu artinya bisa banyak hal, bisa mengekspresikan banyak hal.
Bagi gadis belia itu, hujan adalah kesenangannya.
Bagi sebagian orang, hujan adalah pemanggil memori yang tak diinginkan.
Iva mempercepat langkahnya. Kali ini ia berlari. Lupa sudah semua etika yang diajarkan gurunya, bahwa putri itu tak boleh berlari dan harus tenang. Firasat buruknya sudah merambah ke seluruh hatinya.
Tinggal satu lagi tempat yang menarik perhatiannya. Bangunan itu begitu jarang dikunjungi orang. Bahkan ia hanya pernah sekali ke tempat itu.
Bangunan yang terbuat dari batu keras nan dingin. Letaknya berada di belakang kompleks istana yang sebenarnya sudah amat luas. Antara kompleks utama dan bangunan itu disambungkan jalan setapak berbatu gelap. Lengkung gerbangnya terbuat dari pahatan obsidian segelap malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Land Full of Light
FantasySihir pelindung penjara di Pulau Rakhna mendadak melemah. Segel yang menyelubunginya secara misterius terkikis. Para penyelidik curiga penyebabnya adalah fluktuasi sihir yang tak stabil. Namun, akar permasalahannya tetap tak diketahui. Masalahnya, j...