13. Menyelamatkan Orang Lain adalah Tindakan Benar

166 12 3
                                    

'Harus hidup bahagia. Harus menyelamatkan orang lain. Harus membuat mereka tersenyum.

Terakhir, jangan menangis.'

*

Karena tidak ada bekas yang tersisa dari Nighefiir berkepala naga, tidak ada yang tahu bahwa makhluk itu sempat muncul dan mengakibatkan cidera parah pada dua orang kesatria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena tidak ada bekas yang tersisa dari Nighefiir berkepala naga, tidak ada yang tahu bahwa makhluk itu sempat muncul dan mengakibatkan cidera parah pada dua orang kesatria. Yang melihatnya hanya Ivaline dan dua kesatria yang kini dalam keadaan kritis. Mereka tengah dirawat di ruang perawatan darurat kastil yang menjadi pos jaga, jadi tentu saja mereka tidak bisa menyatakan kesaksian. Dugaan yang dilaporkan adalah adanya serangan berkeroyok ke titik yang kebetulan mereka tengah berada.

Ivaline sendiri, ia tak mengatakan apa-apa, dan para kesatria tak menanyainya macam-macam. Wajah mereka sudah nampak amat lega begitu melihat gadis dari kelas Ruby itu masih selamat. Sungguh merupakan suatu pencorengan bagi mereka jika ada murid yang masih anak-anak terluka dalam pengawasan mereka, sekalipun itu Ruby.

Gadis itu menggeleng saat ditanyai keadaannya oleh para Penyembuh yang bertugas, mengatakan tidak ada luka dan segera berjalan ke luar bangsal perawatan. Ia berjalan ke arah balkon, mengamati keadaan kastil yang kini sedang dipenuhi kesatria berlalu-lalang tengah membereskan kekacauan.

Dalam situasi ini, Ivaline mengalami dilema. Satu sisi benaknya menginginkan ia untuk tutup mulut tentang rahasianya. Namun sisi kemanusiaanya berkata lain.

Ivaline yang memiliki trauma dengan sesuatu yang berhubungan dengan kematian atau sejenisnya cukup memahami apa yang ia hadapi. Di bawah alam sadarnya, trauma itu menumbuhkan kepedulian besar akan nyawa orang lain. Sesuatu yang membuatnya mampu mengorbankan apapun untuk menyelamatkan kehidupan orang lain.

Takut dengan kematian orang lain. Tidak ingin ada kematian orang lain. Tidak boleh ada.

Dilema kemanusiaannya itulah yang membuatnya memberanikan diri untuk tetap tinggal usai rapat konsolidasi membahas serangan barusan. Mengesampingkan seluruh rasa takutnya, ia hanya berharap yang dilakukannya adalah hal benar.

'Menyelamatkan orang lain adalah hal yang benar, bukan?'

"Yang Mulia, boleh saya meminta waktu Anda sebentar?"

Beberapa orang yang mendengar sedikit terusik, namun enggan menanggapi lebih jauh. Avi memiringkan kepala, lalu seolah menyadari situasi, ia mengangguk paham.

"Kecuali Ivaline, kalian semua boleh meninggalkan tempat ini sekarang. Pekerjaan harus segera dimulai." Kalimatnya adalah bentuk usiran yang amat halus. Ia menghendaki untuk bicara empat mata saja dengan gadis itu.

Usai ruangan sepi tanpa siapapun, Avi berdiri dari tempat duduknya. Ia menghampiri Ivaline setelah mengambil sesuatu dari laci serbaguna di bawah meja.

"Sebelum itu bisa ulurkan tanganmu?" pintanya yang membuat Ivaline tersentak kecil. "Yang kiri."

Ivaline tak punya pilihan lain selain mengeluarkan lengan kirinya yang sedari tadi ia sembunyikan dari balik cape-nya. Avi mengerutkan dahi sedikit saat mendapati empat luka robek mirip bekas cakaran hewan buas tercetak di lengan tipis nan pias gadis itu. Lengan baju di sekitarnya berwarna merah merembeskan darah.

A Land Full of LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang