5. Anak-anak Ruby

159 18 2
                                    

'Maaf saja kalau kata-kata ini terkesan seperti menghibur diri sendiri. Akan tetapi, aku yakin tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa alasan.

Sekalipun yang datang adalah bencana.'

*

Ivaline tak terlalu suka keramaian, yang berarti sepaket dengan tak suka perhatian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ivaline tak terlalu suka keramaian, yang berarti sepaket dengan tak suka perhatian. Ia rasa ia cukup beruntung karena masuk kelas Ruby. Selain karena total siswanya hanya dua puluh orang, mereka juga tak memberikan perhatian berlebih pada orang yang baru saja masuk ke dalam lingkaran mereka. Sekedar rasa ingin tahu bagaimana rupa siswa baru kelas mereka.

Hari pertamanya cukup berjalan lancar sejak pagi. Ia tak menduga Rhea akan menjemputnya sampai di depan kamarnya. Sepertinya itu bukan termasuk tugas pemandu, akan tetapi Ivaline juga tak merasa keberatan, sehingga ia mengiyakan saja.

"Rata-rata siswa yang masuk kelas Ruby pertama kali berumur sekitar tiga belas atau lima belas tahun, dan tidak setiap tahun ada yang masuk kelas ini," jelas Rhea dengan senang hati saat mereka berjalan ke kelasnya. "Kamu mestinya sudah diberi tahu, kan, kalau tidak ada sistem tingkatan kelas di sini?"

"Iya. Sudah," jawab Ivaline. "Siswa Ruby baru diluluskan kalau sudah cukup mampu mengendalikan kekuatannya."

"Iya, benar. Aku sendiri sudah hampir tiga tahun di sini," katanya saat mereka sampai di kelas yang baru terisi setengah jumlahnya. "Ah, ya, kalau kupikir-pikir kau mungkin yang paling kecil di antara kami semua. Tapi kurasa itu tak terlalu pengaruh juga. Yang penting apa yang ada dalam dirimu."

Kelas Ruby baru mulai penuh beberapa saat kemudian. Beberapa melirik Ivaline dengan tatapan menilai, lalu sesaat kemudian mengalihkan pandangannya. Kelihatannya hampir semua anak Ruby memiliki kepribadian yang tidak ingin terlalu mengurusi orang lain.

Kelas berjalan seperti yang seharusnya. Karena Ivaline sudah mempersiapkan di malam sebelumnya, jadi ia tidak kaget dan merasa cukup bisa mengikuti.

Setelah pelajaran pertama berakhir, mereka berpindah ke aula yang terletak di lantai dua gedung. Satu hal berbeda yang Ivaline perhatikan dari jadwal kelas Ruby adalah, separuh jadwal diisi dengan latihan sihir. Hampir setiap hari akan ada pelajaran yang membuat mereka harus ke aula berlatih. Ivaline bisa mengerti, karena kelas Ruby ini dibentuk agar murid-muridnya lebih terlatih mengendalikan kekuatan sihir dalam diri mereka.

Saat mereka sampai ke aula tersebut, Ivaline akui ia cukup terkesima dengan ruangan besar itu. Lantai aula terbuat dari marmer berwarna krem dengan corak guratan warna yang lebih gelap. Pilar-pilarnya hanya menopang di sisi-sisi yang menyatu dinding, sehingga memberikan kesan yang lebih lega. Atapnya sangat tinggi, jadi tak mengganggu pergerakan di udara. Tak lupa benda yang selalu menjadi ciri khas aula di Akademi Vetian, yaitu sebuah kolam bundar bertingkat di sisi yang ujung aula. Terbuat dari batu berwarna hitam yang kokoh. Tingkatan bawah berisi air yang selalu bergelombang tenang, sedangkan tingkatan atasnya yang lebih kecil diisi api yang berkobar. Di sekeliling mangkuk api itu, enam bola yang terlihat seperti kabut bergulung-gulung yang dimampatkan dalam wadah melayang-layang. Keenam bola angin itulah yang membuat permukaan air di kolam bawah tak pernah tenang.

A Land Full of LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang