PLUVIA 1 : DIMULAI (?)

2 3 9
                                    

Hamburg, Jerman 09.40 AM

Tampak seorang gadis berlari tergesa-gesa tatkala waktu terus saja memacu dirinya agar segera sampai ke tempat tujuan.Pikirannya melayang pada kejadian beberapa jam yang lalu,saat ia mendapatkan pesan bahwa ayahnya sudah sampai dirumah.Langkahnya terhenti saat ia berhasil mendapatkan taksi yang akan ia tumpangi.

"Sir stop,tolong antarkan saya ke alamat ini segera".Oceh Clarissa sembari memberikan secarik kertas yang bertuliskan alamat yang ia tuju saat ini.

"Baik nona" Jawab si supir taksi seraya mengambil kertas yang disodorkan oleh gadis cantik dibelakangnya itu.

Clarissa sangat senang saat ia mendapatkan informasi dari seseorang yang mengaku bahwa ia ayahnya yang telah sampai di tempat yang ia sebut "rumah".Mengapa begitu?, sebenarnya itu bukan merupakan rumah asli si gadis.Melainkan apartemen kumuh yang disewanya selama ia berada di sini.

Tak butuh waktu lama,taksi yang Clarissa tumpangi akhirnya berhenti didepan kawasan apartemennya.Ia langsung melenggang pergi setelah membayar tarif ongkos kepada pengemudi taksi tersebut.Apartemen miliknya berada di lantai dua. Mulutnya tak berhenti menggumamkan rasa bahagia(?) karena ia akan segera menemui ayah kandungnya.

" Tak seharusnya seorang gadis berlarian sepertimu,ayolah tunjukkan sedikit keanggunanmu!".Suara itu membuat Clarissa yang berlari tergopoh-gopoh langsung berhenti ditempat.

"Maaf tuan".Cicitnya sembari menundukkan kepalanya karena malu dikira seorang gadis yang tak tahu apa itu tata krama.

" Jangan panggil aku tuan,mau bagaimanapun juga aku ini ayahmu".Terlihat ada sedikit rasa sakit dimata pria itu ketika ia menyebutkan kata 'ayahmu'.

Ya,pria itu adalah orang yang beberapa jam yang lalu mengontaki Clarissa dan mengaku bahwa dirinya adalah ayah kandung gadis tersebut.Tak hanya itu,ia menceritakan dengan detail pula rentetan cerita yang pada akhirnya membawanya kehadapan sang putri.

" Silahkan masuk,kita lanjutkan obrolan kita di dalam".Ucap Clarissa.

Pria itu tertegun ketika mendapati keadaan kediaman putrinya.Beberapa furnitur yang telah usang,sirkulasi udara yang buruk,dan yang paling parah adalah beberapa bagian wallpaper dinding yang telah mengelupas.

Ia merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia dengan tega membiarkan putri kecilnya hidup ditempat seburuk ini.Masih pantaskah ia dipanggil ayah oleh putrinya sendiri?.

"Maaf, saya hanya bisa memberikan teh ini saja.Maklumlah,saya tidak memiliki banyak uang untuk membeli sesuatu yang lebih dari ini".Ucap gadis tersebut sembari melontarkan senyum yang menampakkan deretan gigi putihnya.

"Ini lebih dari cukup,bahkan hal sesederhana ini akan menjadi sangat berarti ketika kamu sendiri yang membuatkannya".Balas si pria dengan ramah.

Sunyi,masing-masing dari mereka terjebak dalam keterdiamannya.Seolah ada sekat tak tampak yang membuat mereka terasa sangat jauh.Hingga pada akhirnya sebuah suara memecah kesunyian itu.

" Ceritakan,ceritakan semua tentang kamu".Ucap pria tersebut sembari menatap putrinya menuntut sebuah jawaban.


Clarissa mengerjapkan matanya,ia memberikan sedikit waktu untuk otaknya agar bisa mencerna kata-kata dari pria dihadapannya itu.

"Tak banyak yang kuketahui,namun setelah aku mengerti tentang keadaanku dan bunda barulah semuanya tampak jelas.Tentang sulitnya hidup yang kami jalani,keadaan yang menuntut diriku untuk membiayai kehidupan kami,bunda yang sakit-sakitan dan hal-hal rumit lainnya.Tak pernah sedikitpun aku terpikir untuk bertanya dengan bunda kemanakah sosok ayahku berada.Karena faktanya,terlalu dalam rasa sakit yang terukir jelas dimata bunda".Ia memberikan sela sebentar sebelum melanjutkan ceritanya.

PLUVIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang