Chanisa mengambil cuti kerjanya karena mark mengajaknya untuk mendaki gunung bersama teman-temannya, tapi mark mengalami demam yang sangat tinggi sejak semalam, padahal chanisa sudah menunggu moment ini sejak lama, menghabiskan waktu berdua bersama mark.
Mark terlihat begitu pucat, sejak bangun tidur tadi chanisa belum berhenti mengompres mark, berharap demam kekasih nya akan turun.
Ting!
Mark memang tak biasa menginap di apartemen milik nya, tapi semalam chanisa khawatir karena mark menggigil. Chanisa pun melarang mark untuk pulang.
Salah chanisa juga tak memberi kabar kepada orang tua mark terlebih dahulu.
Mark membuka matanya, melirik chanisa yang meringkuk disampingnya.
“Chan, jam berapa ini?” Tanya mark, mengangetkan chanisa yang tengah melamun.
“Uh! Kamu udah bangun? Gimana badannya masih sakit? Apa aja yang kamu rasain? Kita kedokter yuk, aku pesen taxi ya?” Chanisa hendak turun dari ranjang, namun tangan mark mencengkram erat tangan nya.
“Aku udah enakan, gak perlu kedokter, cukup kamu disini aja.” Mark menarik tubuh chanisa untuk berada dalam pelukannya, mengecup kening kekasihnya dengan lembut.
“Aku khawatir, mark...”
“Cuman demam biasa chan, abis makan, minum obat, aku pasti sembuh.”
“Hikss... Tapi kamu pucet, kamu menggigil, aku takut mark. Kita kedokter aja yuk hikss...”
Mark semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil chanisa, mengecupi bibir kekasih nya agar menghentikan isakkan nya.
“Aku baik-baik aja sayang, maaf bikin kamu khawatir. Jangan nangis, aku jadi ngerasa bersalah.”
“Bener kamu baik-baik aja?” Chanisa mengusap air matanya, menatap mark dengan ragu.
“Iya, ayok naik gunung! Kita siap-siap!” Mark hendak bangkit dari tidur nya, kali ini chanisa yang mencengkram tangan mark untuk kembali tidur di sampingnya.