bab 3

5.5K 250 2
                                    

Sudah sampir setengah jam Keily menunggu di kedai coffie, namun sejauh ini belum ada tanda-tanda kedatangan Shynea. Danna Dan Recella sudah berpesan padanya akan datang sedikit terlambat karena ada halangan namun Shynea sama sekali tidak berpesan apapun. Sampai suara berdecit pintu kedai yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Ia melihat wanita dengan bot hitam setinggi betis dan gaun sederhana yang diselimuti oleh mantel berwarna coklat tua masuk dengan langkah sedikit gugup. Tidak salah lagi. Keily sudah menyangka kalau Shynea akan datang terlambat karena atasannya yang menjengkelkan itu. Semuanya terlihat jelas begitu ia melihat wajah kusut Shynea ketika memasuki area kedai. Wanita itu segera menghempaskan tubuhnya di kursi empuk kemudian bersandar sambil menghela napas panjang.
"Biar kutebak! Ada masalah dengan Roman?" Keily menegakkan tubuhnya untuk mendekat dan menatap lekat mata sebiru safir itu.
Bulu kuduk Shynea meremang tepat ketika Keily menyebutkan nama yang untuk saat ini benar-benar tidak diharapkan oleh indra pendengarannya. Apa yang baru saja dilakukan Roman pagi tadi telah membuatnya muak. Hal terakhir yang ia inginkan adalah menghabiskan waktu seharian untuk menangis atas kehancuran kariernya. Namun itu tidak akan terjadi.
"Jangan pernah menyebut nama itu lagi." Shynea memperingatkan. "Aku sudah tidak ingin mendengarnya."
Keily merenggut heran mendengarnya. Betapapun menjengkelkannya Roman, tanggapan Shynea belum pernah sesinis ini. Dan sekarang wanita itu menanggapinya seolah dunia akan hancur dalam sekejab jika sekali saja Roman bertingkah. Tidak salah lagi, sesuatu hal yang besar pasti telah terjadi.
"Wow, aku pasti ketinggalan banyak. Apa yang terjadi? Apa karena e-mail itu lagi? Atau mungkin,,"
"Aku dipecat." Potong Shynea. Sekalipun Shynea memusatkan pandangannya ke tempat lain, entah bagaimana ia masih sanggup merasakan kalau Keily terkesiap akan pengakuan itu. Dan betapa bodohnya ia harus memulai kembali semua pembicaraan memuakan ini.
"Kau dipecat?!" Nada suara Keily menyatakan kalau ia benar-benar butuh penjelasan secara utuh. Namun Keily tidak benar-benar berharap itu akan terjadi seandainya penjelasan itu hanya akan menyakiti perasaan Shynea. Tetapi ia salah begitu mendengar Shynea memutuskan untuk menjelaskannya secara utuh tanpa harus diminta.
"Pagi ini dia mengirimkan pesan padaku kalau ia akan kembali. Begitu mendapat pesannya aku segera bersiap-siap dan segera pergi ke kantor. Tetapi entah karena apa suasana hatinya terlihat buruk. Mungkin karena seseorang... er... tidak. Aku tidak tahu pasti. Begitu aku menjelaskan hasil kerjaku, tiba-tiba saja dia meledak karena mendengar keputusan yang kubuat untuk menerima permohonan dana dari Linden Damorety sekaligus memutus hubungan kerja. Dia tidak menjelaskan apa yang membuatnya marah besar pada keputusan itu dan dalam sekejab dia mengalihkan pembicaraan. Aku benar-benar tidak tahu kalau Roman juga akan mempermasalahkan agenda harianku dan membawa urusan pribadiku dalam masalah itu. Lalu dia memecatku."
"Hanya begitu?" Dahi Keily mengernyit miris, dan matanya menyipit lantaran heran sekaligus prihatin. "Sesederhana itu?" Ia menambahkan.
Shynea mengangkat bahu. Pandangannya tak kunjung beralih dari kaca jendela kedai yang memperlihatkan keramaian kota. "Sekiranya begitu. Aku tidak menyebutnya sederhana karena aku memang tidak tahu pasti apa masalahnya."
"Tetapi setidaknya dia harus punya alasan yang jelas atas keputusan itu. Apa kau tidak mencoba bertanya apa alasannya?"
Sekarang Shynea menatap mata hijau zamrud itu dan membaca garis-garis yang mengunjukkan sepenuhnya rasa prihatin bercampur dendam di wajah Keily.
"Percuma saja, Kei." Shynea membantah. "Semua itu hanya akan membuatnya semakin murka. Aku sudah bisa membaca ada hal negative yang sedang menguasai dirinya saat ia masuk ke ruang utama dan melihatku. Amarah. Dendam. Kebencian. Dan bisa kau bayangkan bagaimana tanggapan seorang iblis bila ada malaikat yang mencoba mempertanyakan kekejiannya."
Sambil mendesah kesal, Keily menyandarkan punggungnya pada sisi kursi. Tidak tahu untuk alasan yang mana ia merasa jauh lebih membenci Romanketimbang Shynea sendiri. Roman pantas untuk ditampar seribu kali oleh ratusan wanita. Jika dipertimbangkan lagi, mungkin itu akan menjadi balasan yang setimbal mengingat bagaimana lelaki itu memperlakukan Shynea dengan sewenang-wenang. Dan lihat saja apa yang bisa dilakukan oleh Keily setelah ini.
Pertikaian itu belum berlangsung cukup lama ketika Danna dan Recella hadir di tengah-tengah mereka. Dua wanita ini tampak seperti habis mengunjungi acara pesta malam jika dilihat dari penampilannya. Gaun dan syal yang dikenakan Danna selalu tampak glamour seperti biasanya, dan Recella. Entah kerena angin apa wanita itu mau berdandan seperti malam ini. Danna sudah memesan beberapa coffie hangat tepat sebelum ia bergabung dengan Shynea dan Keily. Selagi pelayan meletakkan pesanan di mejanya, Recella disibukkan oleh beberapa bungkusan belanjaan yang baru saja ia beli.
"Kau tahu," Recella memulai. "Danna memberiku ide yang cukup gemilang dengan pergi ke salon dan membeli beberapa make-up ini. Aku sudah mencobanya dan aku pikir ini tidak terlalu buruk."
Danna terkekeh. Kalau saja Keily tidak menahannya mungkin wanita itu sudah terjungkal jatuh dari bangku.
"Itu terlalu berlebihan!" tegur Keily, lirih.
"Maaf. Apa yang terjadi. Kenapa kalian tidak terlihat senang?"
"Aku dan Shynea baru saja membicarakan topik terbaru kita." Jawab Keily dengan sedikit sinis.
Mendengarnya, Danna terlihat begitu antusias. Ia mendekat untuk mendengar lebih lanjut. "Oh, ya? Seperti apa?"
"Shynea dipecat dari pekerjaannya."
Tidak ada nada tinggi dalam suara Keily dalam kalimat itu. Namun seperti dugaannya, Recella terdiam membatu sementara Danna sendiri begitu terkejut. Entah untuk alasan apa Keily berpikir kalau mungkin Danna tidak sepenuhnya prihatin. Karena beberapa detik setelah ia mengatakan berita mengecewakan itu, Danna justru menampakkan sederet gigi putihnya.
"Itu berita baik, bukan? Shynea tidak akan frustasi lagi karena Roman dan dia akan lebih leluasa untuk bersenang-senang. Mungkin kita bisa berlibur. Aku yang akan menentukan tempatnya."
"Tidak semudah itu, Danna!" Keily membantah. "Ini tidak seharusnya terjadi. Tidak adil untuk Shynea!"
Sekarang Danna menyipitkan matanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apanya yang tidak adil? Menurutku itu menyenangkan."
"Ugghh..." mendesah frustasi, Keily memutuskan untuk tidak lagi berucap.
"Sebaiknya jangan pedulikan dia." Recella angkat bicara.

Salvation From An EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang