9. Langit Malam Bimantara

183 57 41
                                    




Izin meluruskan ya, ini bukan cerita yang gimana-gimana kok. Ini cuma cinta antar remaja, tentang cinta pertama di bangku sekolah, apa tuh yang orang tua bilang? Cinta monyet? Puppy love? Yeah kayak gitu mungkin. Tampak sepele tapi bukan perkara remeh. Puppy love is hard to ignore, right?

Cinta para manusia belia, torehan pertama memang sedalam itu. Susah melupa. Selalu menumpulkan logika.

🌧







Bukan Syifa namanya kalau tidak gigih. Belasan missed call dan chat darinya sudah memenuhi ponselku. Ketika tak juga bisa memejamkan mata, kuraih ponsel-yang sengaja ku atur dalam mode senyap-untuk membalas chat Syifa yang menumpuk tanpa jawaban. Syifa online, baru beberapa detik dia langsung kembali menelponku.

"Kenapa baru jawab sekarang???" Suara nyaring Syifa langsung menyambutku.

"Maaf, tadi aku pulang duluan. Mendadak pusing. Sakit kepala. Lupa ngabarin."

"Lo sakit apa, Gem? Lo baik-baik aja???"

Aku merasa tidak enak sudah membohongi Syifa. Aku sehat, tidak menderita penyakit apapun.

"Gem, lo baik-baik aja?"

"Cuma migrain biasa, Fa. Aku baik-baik aja kok. Sehat." Yah kalau yang Syifa maksud itu raga, berarti aku memang baik-baik saja.

"Harusnya lo kasih tau gue dong, Gem! Jangan ngilang gitu aja! Lo tau gak gue sepanik apa nyariin lo??? Gue nyaris mau lapor ke polisi tau gak!"

Belasan menit dihabiskan omelan Syifa, ditutup dengan nasehat untuk beristirahat. Aku jadi ingin tahu, seperti apa reaksi Syifa jika aku bicara jujur. Bagaimana reaksinya? Apa Syifa akan mendukung perasaanku, atau tetap pada janjinya pada Nesya? Seingatku seorang Yesyifa adalah kawan yang sangat setia, sangat peduli dan tidak pernah ingkar janji. Sayangnya, Syifa tidak cukup peka untuk menebak kenapa aku sampai begini. Atau memang aku yang terlalu rapi?

Aku tetap masuk sekolah seperti biasa di hari Senin paginya, mengikuti kegiatan belajar senormal mungkin. Sampai ketika jam istirahat, pertahananku nyaris pecah.

"Kemaren Nesya cerita," ujar Syifa. "Dia udah bilang ke Gama soal perasaan dia."

Aku bersiap-siap. "Terus?"

"Nesya ngaku semua ke Gama. Mereka ngomongin hal serius banget. Dan suasananya juga mendukung. Mereka berduaan gitu."

"Terus, Fa?"

"Yaa lo bayangin aja sendiri selanjutnya gimana. Cuma berduaan, intens, mana abis itu hujan pada gak bisa pulang."

Aku sudah tahu kalau hanya itu. Maksudku bagaimana progresnya. Apakah Ganesha akhirnya saling bersatu atau tidak.

"Terus?"

Syifa menatapku. "Gak tau, Gem. Lo kenapa nanya terus-terus, bukannya lo paling gak peduli masalah cinta-cintaan begini?"

Aku mengedikkan bahu. "Yaah cuma mau tau aja. Apa misi percomblangan kamu sukses."

Syifa langsung bersikap tegas. "Sukses dong?"

Aku tersenyum tipis. "Mereka pacaran sungguhan akhirnya?"

"Yaaa... Nesya belum ada konfirmasi sih. Baru cerita itu doang," desah Syifa. Aku bisa lihat seribu satu list to do menyangkut Lensa dan Ganesha sedang berloncatan di kepalanya.

"Tuh Gama," tunjukku ke depan pintu kelas. Gama hari ini datang telat. Setelah dua jam pelajaran pertama, cowok itu baru muncul.

Gama terlihat mengantuk. Tapi siapa sangka kalau ternyata cowok itu mengabaikan sapaan kami.

Tersimpan Di Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang