15. Dalam Belenggu Takdir

199 56 51
                                    




Suara Kafka ditelpon tidak terdengar panik atau terdesak, tapi kentara sangat memaksa Gama untuk bertemu segera mungkin.

"Gam, lo ke kampus jam berapa? Kita kudu ketemu, urgent. Hari ini."

"Siang. Kenapa?"

"Meet up. Mumpung sekarang masih pagi, gue sama Syifa mau ketemu lo," jawab Kafka.

"Wahh jangan bilang mau ngasi undangan? Kirim aja boleh, Ka. Ke alamat kantor tempat saya magang. Tau kan?" Gama memberi saran yang dianggapnya lebih praktis dan tanpa ribet. "Gak perlulah dianter sampai ketemuan."

Terdengar suara Kafka mendengus. "Lo terlalu positive thinking."

"Bukannya itu bagus?"

"Gak selalu. Gue sama Syifa mau ketemu sama lo karena ada urusan penting. Menyangkut Gemi. Masih inget kan sama manusia satu itu?"

Lengang.

Cengkeraman tangan Gama pada cangkir kopinya nyaris terlepas mendengar nama itu disebut. "Gemi?"

"Lo lupa? Atau gak yakin?"

"Geminia maksudnya, Ka?"

"Iya. Emang ada berapa banyak cewek bernama Gemi yang lo kenal??"

"Cuma dua."

Kafka kontan kaget. "Lha?? Ada? Di kantor atau kampus lu???"

"Enggak. Geminia dan Gemira maksudnya," jelas Gama.

"Anj— yaudah cepetan. Ketemuan sekarang. Kita otw ke kampus lu ya."

Dan sambungan telpon diputuskan sepihak oleh Kafka. Tinggal Gama yang tercenung sendirian. Pikirannya berkelana rumit, dalam detik bersamaan memikirkan masa-masa di Bimantara dan di rumah Gemi, sekaligus penasaran setengah mati dengan kalimat Kafka tadi. Ada apa dengan Gemi?

Gama mengemasi barang-barangnya, menyampirkan ransel kecil di sebelah bahunya, menyambar kunci motor dari atas meja dan menghampiri seniornya yang sedang duduk di salah satu kursi.

"Bang, saya izin bentar. Mau ke kampus."

Radith menoleh sekilas sembari tangannya sibuk membersihkan lensa kamera. "Oke, jangan lupa ntar abis makan siang, ketemu sama client elit yang bakal ke sini."

Gama mengangguk. Tentu saja Gama tidak lupa dengan janjinya menggantikan Radith untuk menangangi si Raden elit itu. Dan memang semestinya begitu, sebab takdir sedang bekerja, membolak-balik emosi manusia dan merunutkan peristiwa-peristiwa.

...



"Aku siang ini mau nemenin Mira beli barang," ucap Gemi. Untuk yang kedua kali. Sebab yang pertama malah direspon dengan pertanyaan, harus siang ini yah?

"Urusan yang lebih penting kan ini, Gem. Temenku besok-besok udah gak di kantor, mumpung dia masih stay bisa ditemuin."

Gemi mendelik. Pentingan mana? "Kan kata dia udah ada yang gantiin. Lalu apa masalahnya kalau dia gak ada?"

"Gem, ketemu dia dulu," kata Haka dengan menekankan kata terakhir.

"Kamu gak pernah senang kalau aku ngurusin Mira," cetus Gemi.

Tersimpan Di Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang