16. Debaran

159 58 37
                                    



Keep this feeling hidden until it's time for you to dare reveal it.
...




Kafka dan Syifa tidak berhasil menemui Gama seperti yang mereka rencanakan. Gama kembali ke kantor dan mendapati sorot kesal Radith padanya. Ketika itu Gama tahu, dia sudah ditunggu sejak tadi.

"Haka," tegas pria itu sambil membalas jabatan tangan Gama.

Nama yang tidak biasa menurut Gama. Dari sejak mengetahui rangkaian nama lengkapnya. Gama mudah mengingatnya. Entahlah, ada beberapa manusia yang Gama temui dalam hidupnya, memiliki paduan nama yang meninggalkan kesan. Haka adalah manusia kedua. Manusia pertamanya... Gem— Ah, iya. Sebenarnya apa yang ingin Kafka dan Syifa bahas?

Ketika diburu waktu seperti ini, Kafka justru menolak membicarakannya lewat telepon. Katanya terlalu sulit dijelaskan. Lebih bagus disampaikan secara langsung. Dan itu semua menyangkut Gemi. Membuat Gama nyaris ingin memarahi Kafka dan Syifa. Emang Gemi kenapa??!

"Dalam rangka apa ya, fotonya? Kalau boleh tahu dulu, emm.. Bang?" tanya Gama.

"Gak usah panggil Bang," ucap Haka sambil tersenyum.

Radith berdecih pelan. "Panggil Bapak, Gam."

Haka menoleh pada Radith. Yang ditoleh malah menyeringai. "Dia kan lebih senior, kalau gak Bapak, panggil Tuan Muda juga boleh."

Gama mengernyit bingung.

"Haka aja," putus Haka. "Jangan ditambah sapaan."

Gama mengangguk. "Oke, Bang."

"Haka," koreksi si ningrat.

Ganti Radith yang tersenyum. Sepertinya Haka srek dengan penggantinya. Artinya dia bisa angkat kaki dari Ibukota. Bersiap memasuki hutan rimba di pedalaman Sumatera. Radith menyimak pembicaraan kedua manusia itu. Gama lebih banyak diam mendengarkan, sementara Haka berbicara banyak hal. Keduanya mulai akrab, hingga Haka sampai pada topik pasangan. Gama bersemangat, kepo dan penasaran seperti wanita pilihan si Raden ningrat yang dari cara bicaranya sudah kelihatan sangat selektif.

"Nah, nama lo mirip sama nama pacar gue," tutur Haka.

Gama semakin tertarik. "Dari G juga?"

Haka mengangguk. Agak sulit dipercaya bagi Haka, bahwa orang yang baru ia temui dalam hitungan jam bisa membuatnya mengobrol senyaman ini. Entah kharisma apa yang dimiliki Gama sampai bisa membuat Haka betah berbincang-bincang. Ditambah fakta namanya mirip sekali dengan sang kekasih. Dan kalau mau jujur, ada sesuatu yang begitu mirip dengan Gemi di dalam diri Gama. Haka tidak tahu apa, semacam aura? Entah. Yang jelas mirip.

Gama menyimak Haka. Tidak sedikit pun ia memiliki prasangka. Namanya juga hidup di bumi. Bulatan bumi ukurannya sangat besar, isinya pun milyaran manusia. Nama manusia berinisial huruf yang sama sudah pasti bertebaran. Bisa saja Gina... Gita... Gia... Giska... Gessy... Gilly... Givia... Gigi... Gisela... Gempi...

"Gemi," ungkap Haka, membekukan Gama detik itu juga.

Gak mungkin kan....

"Geminia—"

Demi Tuhan, jangan bilang kalau...

"—Kinandari, lengkapnya. Dipanggil Gemi."

Tersimpan Di Langit BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang