3-Kantin

128 20 0
                                    

Senin pagi yang sedikit mendung membuat Marvin malas sekali bangun dari tempat tidurnya. Mengingat hari ini ada tugas yang harus ia berikan pada dosennya, ia  bergegas mandi dan langsung berangkat tanpa sarapan. Bunda yang melihat anak bujang nya terburu-buru hanya dapat menggelengkan kepala.

Sampai di kampus Ia masuk kelas pagi dahulu baru setelahnya menyerahkan tugas nya. Marvin segera masuk kantin mengingat ia sudah ditunggu oleh teman-temannya. Yap, Herlan dan Rayi. Keduanya sedang makan siomay dan belum menyadari kehadiran Marvin.

"Kak tolong bawain buku gua dong. Ada di atas meja belajar gua, please." Mohon Herlan yang sedang menelepon kakaknya, Joya. Sambil terus memakan siomay nya.

Herlan dan Joya memang satu univ tapi mereka beda jurusan. Letak gedung jurusan mereka juga sangat berjauhan, sehingga jarang sekali berpapasan.

Marvin yang masih bingung mau makan apa akhirnya hanya memesan jus jeruk. Rayi yang siomay nya harus Ia tinggalkan karena ada panggilan dari dosen, memberikan siomay nya pada Marvin. Marvin senang-senang saja. Gratis.

Di depan pintu kantin fakultas teknik, Joya celingak-celinguk mencari keberadaan adiknya. Tentu saja Ia bersama Yara.

Setelah ketemu, Joya segera ke meja Herlan dan memberikan bukunya.
"Hehe... Makasih kakak ku yang paling cantik se-rumah" Joya hanya menatap malas adiknya yang pelupa ini.

"Gue traktir makan deh" bujuk Herlan. Senyum langsung mengembang di wajah cantik Joya.

"Yara juga harus lo traktir tapi" balas Joya.

"Iya deh, kak Yara juga." Akhirnya Yara dan Joya duduk satu meja dengan Herlan dan Marvin.

Marvin yang dari tadi diam saja memperhatikan tiba-tiba kikuk saat Yara mengambil tempat duduk di depan Marvin.

Yara yang tidak tau harus apa juga tengok kanan-kiri, mencoba mencari makanan apa yang ingin Ia pesan.

"Ra, diem aja. Kenapa?" Tanya Joya.

"Eh.. aku.. lagi liat-liat menu makanan, mau pesen kan?" Jawab Yara. Joya pun hanya mengangguk sambil ikut-ikutan berfikir ingin pesan apa.

"Makanan yang enak disini apa ya?" Yara bertanya tanpa menatap siapa yang ia tanyai membuat ketiga orang di tempat diam sebentar sebelum..

"Nasgor disini favorit banget sih, Lo harus coba." Niat Marvin yang akan menjawab pertanyaan Yara harus pupus karena keduluan Herlan.

Yara merespon dengan anggukan kepala dan setuju untuk makan nasi goreng. Joya pun mengikuti pesanan Yara ditambah es teh manis dua.

Herlan segera memesan pesanan para tuan putri. Marvin yang ditinggal Herlan hanya berdoa dalam hati agar ada sesuatu yang selama ini Ia bayangkan terjadi.

"Vin, kelas?" Tanya Joya.

'Haaaaa... Kenapa bukan Yara si yang nanya sama gua' batin Marvin.

"Iya." Jawaban singkat Marvin membuat Joya melotot kaget.

"Ra, apa temen lu ini biasanya cuek gini(?) Perasaan dulu bawel banget deh." Kesal Joya karena Marvin yang terlalu singkat menanggapi pertanyaan nya. Satu hal kesamaan Joya dan Herlan, tidak suka dicuekin.

Yara hanya menatap sekilas Joya dan beralih menatap Marvin. Marvin yang ditatap seakan membeku, namun Ia segera mencoba rileks kembali. Ia tidak ingin salting di depan Yara.

Marvin yang telah menghabiskan makanan sisa Rayi langsung beranjak dan meninggalkan kantin. Sekembalinya Herlan, Ia bingung dimana Marvin.

Joya yang paham tanpa Herlan bicara pun langsung menjelaskan apa yang terjadi. Meskipun sebenarnya tidak terjadi apa-apa.

🌼🌼🌼

Rayi yang melihat Marvin menuju parkiran segera menyusul. Dengan alis yang terangkat satu Marvin paham apa yang dimaksud Rayi.

"Tiba-tiba gue mules pen pulang terus meluk bunda." Jawab Marvin.

Dalam hati Rayi, apa hubungannya mules dengan meluk bundanya. Memang aneh.

Rayi membiarkan Marvin pulang tanpa bertanya macam-macam.

🌼🌼🌼

Sesampainya di rumah, Marvin langsung masuk kamar dan mengunci pintunya. Ganti pakaian dan keluar lagi sambil menenteng bola basketnya.

"Bukannya salam sama bunda atau cium bundanya, malah kayak orang di kejar rentenir kamu tuh. Buru-buru amat, mau kemana sih?" Bunda yang tadinya akan mengomel menahan diri melihat wajah murung Marvin.

"Aku basket dulu Bun." Jawab Marvin.

"Sendiri? Rayi? Herlan?" Bunda yang memang telah akrab dengan dua temannya menanyakan hal tersebut.

"Sendiri." Bunda yang mendapat respon singkat dari Marvin hanya bisa menghela nafas. Beliau sangat paham kenapa Marvin seperti sekarang ini.

"Yaudah hati-hati, jangan kemalaman." Teriak bunda karena Marvin langsung keluar begitu saja.

🌼🌼🌼

Peluh menetes melewati wajah tampan Marvin membuat kesan seksi semakin menguar dari dirinya. Dengan baju tanpa lengan, celana pendek dan sepatu basket tentunya.

Ia mengistirahatkan dirinya sambil terus berperang, perang antara hati dan pikirannya.

'Yara kenapa jadi cuek banget dah? Gua salah apa yak dulu sampe bisa jadi kayak sekarang? Apa karena gua punya pacar waktu itu terus dia marah?' pikiran-pikiran Marvin yang terus-menerus berdengung membuat kepalanya pusing.

Setelah hari itu Yara dan Marvin bagaikan dua orang asing yang tak saling kenal. Bahkan bicara pun tidak.

Marvin terus saja menanyakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa membuat Ia dan Yara jadi seperti sekarang.

Tapi, Ia tidak akan pernah mendapat jawabannya. Marvin justru takut mendapat jawaban atas praduga nya selama ini, apalagi bila Yara sendiri yang menjawabnya. Akan seperti apa hati Marvin nanti?

🌼🌼🌼

Marvin yang ngeliat Yara di pintu masuk kantin 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marvin yang ngeliat Yara di pintu masuk kantin 💚


La JournéeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang