Setelah pulang dari acara surprise Joya, Yara dan Marvin terlihat biasa-biasa saja seperti tidak terjadi apapun. Bahkan Joya, Herlan maupun Rayi tidak melihat ada kejanggalan diantara Yara dan Marvin.
Keduanya berusaha menahan diri untuk tidak terlalu kentara, mereka hanya tidak ingin teman-teman mereka tau.
Hari ini Yara telah menyelesaikan satu urusan terkait skripsinya, ia berniat pulang dan mengistirahatkan badannya. Saat sedang menunggu ojol, tiba-tiba pesan dari Marvin masuk.
Marvin
Ra lagi dimana?
Lagi di halte nunggu ojol, kenapa?
Bisa ketemu?
Iya bisa
Yara menyetujui ajakan Marvin, Ia penasaran apa yang ingin dibicarakan pria itu. Membatalkan pesanan ojol, Yara meng-share lokasinya saat ini.
15 menit kemudian mobil Marvin tiba di depan Yara. Yara segera masuk dan Marvin tanpa mengeluarkan suara mulai menjalankan mobilnya.
Hanya keheningan yang ada di dalam mobil saat ini. Yara bingung ingin bicara apa, Marvin juga sedang fokus menyetir.
Sampai di tempat tujuan yang ternyata restoran sushi, Yara dan Marvin turun. Langsung memesan makan karena Yara yang memang sangat lapar setelah mengurus ini dan itu.
Sampai mereka selesai makan pun tidak ada yang berbicara tentang hal yang membuat mereka ada disini saat ini. Marvin yang memang menunggu selesai makan sekarang siap untuk berbicara.
"Ra" panggil Marvin.
"Hm" balas Yara.
"Let's talk a secret" Marvin memulainya dengan sedikit ambigu.
"Rahasia apa?" Yara bingung dengan maksud rahasia yang disebut Marvin.
"Kenapa kita kaya sekarang" Yara yang semakin bingung akan pertanyaan yang dilontarkan Marvin, atau ini sebuah pernyataan.
"Kenapa gua ngerasa kalo lo selalu jaga jarak, gua juga ngerasa kita kayak orang yang beda padahal kalo sama orang lain gua ataupun lo biasa aja" dalam satu tarikan nafas Marvin mengeluarkan semua yang selama ini mengganjal di hatinya.
Yara terdiam mendengar ucapan Marvin yang kelewat cepat dan panjang. Apa Ia sedang ngerap sekarang, pikirnya.
Melihat Yara yang tidak memberi respon apapun Marvin menghela nafas. Apa ucapannya terlalu sulit dipahami, Marvin yakin Yara cukup cerdas untuk menangkap apa yang dimaksud Marvin.
"Selama ini Ra, apa lo ngerasa kita baik-baik aja? Bahkan sekarang Lo diem aja. Apa Lo marah sama gue? Apa gue ada salah? Kita ngga gini Ra sebelumnya." Marvin benar-benar tidak perduli tentang dirinya lagi dimata Yara, yang Ia butuhkan sekarang adalah jawaban atas pertanyaan yang selalu menghantuinya.
Setelah mendengar penuturan Marvin, Yara sedang mempersiapkan dirinya untuk berbicara sesuatu juga. Sesuatu yang selalu Ia tanyakan pada dirinya sendiri tanpa pernah mendapat jawaban.
"Oke. Sekarang aku paham maksud kamu. Aku juga mempertanyakan hal yang sama. Kenapa kita sekarang jadi aneh gini, aku jawab aku ngga tau. Aku merasa kamu membangun tembok diantara kita. Sejak kita ketemu di acara pernikahan waktu kita SMP." Yara menjeda pembicaraannya sambil melihat raut wajah Marvin. Marvin terlihat sedikit terkejut karena Yara membawa hal yang sudah sangat lama. Waktu SMP.
"A-aku waktu itu kaget ngeliat kamu yang udah berubah, more mature. Aku jadi bingung harus apa. Bahkan aku ngga bisa manggil nama kamu, rasanya asing. Tapi jujur aku ngga pernah membangun tembok kayak yang kamu bilang. Mungkin karena waktu itu kita baru ketemu setelah sekian lama dan banyak yang berubah, makanya kamu ngerasa gitu." Jawab Marvin agak sedikit gugup karena mengingat masa-masa itu. Marvin juga merubah gue-lo nya itu karena sepertinya Yara tidak suka mendengarnya.
"Oh ya..kamu juga kenapa sama aku kaku banget?" Tanya Marvin lagi.
"Aku tuh bingung harus bersikap gimana. Aku pengen clingy sama kamu tapi ngga bisa, pengen sekedar senyum lepas aja aku susah Vin." Yara sedikit menggerutu sekarang dengan cara yang menurut Marvin imut.
"Kenapa ngga bisa? Kamu kan dulu suka senderan, nempel-nempel sama aku. Kenapa jadi ngga bisa?" Tanya Marvin.
Marvin hanya tidak tau Yara sebenarnya sangat ingin. Setiap melihat Marvin, Yara rasanya ingin menghampiri dan manja-manjaan.
"Kamu beda Vin. Kamu bukan Marvin yang aku kenal. Kamu nyuekin aku, kamu sibuk sama dunia kamu sendiri. Gimana caranya aku mau deketin kamu. Kamu tuh setiap bareng aku kayak badan kamu doang yang disini, tapi pikiran kamu kemana-mana. Kamu juga selalu tertutup dan lagi kamu biasanya selalu nyamperin aku terus gangguin aku atau bercandaan yang ga jelas." Yara sangat lega setelah mengatakan hal tersebut.
Marvin terdiam mendengar ucapan Yara barusan. Ia tak menyangka bahwa mereka benar-benar merasakan hal yang sama.
Keduanya terdiam sambil mencerna apa yang barusan mereka dengar.
"Jadi kamu nganggep aku nyuekin kamu dan kamu juga jadi nyuekin aku. Terus kamu jadi canggung karena keliatannya aku bikin tembok diantara kita. Dan kamu jadi pendiem di deket aku karena aku yang diem juga?" Marvin menarik beberapa kesimpulan.
Yara hanya menganggukkan kepala. Setelah dipikir-pikir mereka berdua selalu menyimpulkan dari satu sudut saja.
"Gini ya Ra, aku ngga pernah nyuekin kamu. Waktu di acara pernikahan itu aku bener cuma bingung harus ngapain. Dan setelahnya aku mau kita kayak biasa aja, tapi kamu malah ngejauh gitu. Sejak itu aku pikir kamu marah atau bahkan benci sama aku." Ujar Marvin dengan sedikit ngos-ngosan.
Yara melihat Marvin langsung meminum minumannya setelah berbicara panjang dan lebar.
"Jadi sekarang kita bisa temenan kayak dulu lagi kan Vin?" Tanya Yara pada akhirnya.
Marvin terdiam, sebenernya Ia sendiri bingung. Teman? Marvin merasa perasaannya saat ini lebih dari seorang teman.
Tapi Marvin mengangguk meski ada keraguan di dalamnya. Yara yang melihat Marvin menyetujui bahwa mereka berbaikan tersenyum. Ia sangat lega sekarang. Seperti beban yang ada di pundak nya terangkat.
Setelah pembicaraan serius tadi Yara dan Marvin mulai membicarakan apa saja. Meski awalnya harus dipancing terlebih dahulu, obrolan mereka tetatp terus mengalir.
Tak terasa waktu hampir malam, mereka memutuskan untuk pulang. Marvin mengantarkan Yara pulang. Di dalam mobil Marvin ingin sekali menggenggam tangan Yara.
'Apa temen pegangan tangan? Setau gua kaga bisa seenaknya dah. Kita bener temen kan?' Marvin sedang perang dengan pikiran nya sendiri.
Marvin terus saja berpikir hal-hal tentang pertemanannya dengan Yara.
'Dulu waktu kecil gua bebas peluk Yara atau pegang tangannya. Kalo sekarang? Ngga mungkin kan begitu-begituan.' Marvin bisa gila jika kepikiran terus-menerus menerus seperti ini.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
La Journée
Fanfiction(END) Aku ingin menceritakan semuanya padamu Mengatakan hal-hal yang tidak pernah bisa aku ucapkan Aku ingat semuanya Saat kita masih anak-anak bermain hingga lupa segalanya Seandainya aku ada di sana bersamamu Sekarang