"Bang, mobil jeep item udah beres. Tinggal angkut," lapor seseorang yang merupakan salah satu montir yang bekerja di bengkel milik Fauzan, Ringgo namanya.
"Sip. Cuma ganti sparepart doang kan Nggo? Atau plus tune up juga?"
"Plus tune up, Bang, tapi ngga all out, cuma beberapa doang, udah gue catet apa aja, tinggal payment."
Fauzan mengangguk, berjalan ke dalam ruangannya sambil menyeka keringat di wajahnya yang sedikit kotor. Mengambil ponselnya yang tergeletak diatas meja dan mengirimkan pesan kepada seseorang yang merupakan salah satu customer langganan di bengkelnya.
Krek.
Suara yang berasal dari leher Fauzan yang baru saja diregangkan, agar otot-otot tegangnya bisa sedikit rileks.
"Assalamualaikum ya ahli kubur," decakan Fauzan saat mendengar suara yang tak asing itu terdengar jelas, "ganggu aja lo!"
"Yeh, bukannya jawab salam gue."
"Ngapain sih lo kesini?!" Zio yang mendapat delikan sinis Fauzan sama sekali tak merasa terganggu, "kunjungan rutin satwa langka."
"Sialan!" Zio tergelak saat Fauzan mengumpat dan melemparinya botol kosong, "urus keluarga lo sana. Kelonin bini lo, kasih si Fattan adek."
Fattan adalah anak Zio yang sudah berusia lima tahun, "kalo gue nambah anak, entar waktu gue buat ena-ena sama bini gue makin dikit, Zan. Baru punya satu aja udah migren pala gue."
"Ya lo sih, kalo mau ngadon tuh pake bismillah, jangan maen grasak-grusuk aja, foreplay sama klimaks mulu sih isi otak lo, doa cuy doa!"
"Halah, sok nasehatin gue lo nyet, benih lo aja belum berhasil berbuah."
"Yeh, kampret! Benih gue ketahan lateks, udah jelas ngga akan berbuah," Fauzan mendengus halus.
"Makanya Zan, jangan kebanyakan tebar benih, free kondom sekali-kali. Pelepasan tanpa pengaman tuh nikmatnya ngga ada tandingan, berani sumpah gue."
"Kan gue pake bekasan, njing! Jijik banget kalo lepas kondom. Yang ada nikmat kagak, HIV iya."
"Ya makanya, lo cepetan nikah. Biar burung lo punya rumah tetap buat pulang."
"Brisik lo!" wajah Fauzan langsung masam saat Zio membahas pernikahan, "ngga usah nyuruh-nyuruh gue nikah, bangsat!"
"Astaga, Fauzan, lambemu." Zio menggeleng kecil, "lagian, gue masih aneh sama alasan lo buat mutusin tetep sendiri diumur lo yang sekarang ini. Emang lo ngga pengen gitu, masa tua lo ada yang nemenin dan ngurusin?"
"Gue bisa urus diri gue sendiri."
"Heh, bukan itu maksud gue," kaki Zio menyenggol lutut Fauzan, "lo tau kan, setiap manusia di muka bumi itu diciptakan untuk berpasang-pasangan. Dari jutaan kaum yang disebut wanita, masa iya ngga ada satu orangpun dari mereka yang bikin lo niat untuk ngehalalin?"
"Lo ngga akan pernah ngerti Yo. Jadi mending lo diem, gue ngga butuh bacotan ngga bermutu lo."
Zio menghela napas lelahnya, ini merupakan kesekian kalinya ia berusaha membujuk Fauzan untuk mencari pendamping hidup, namun, sahabat karibnya yang satu itu sulit sekali mendengarkan ucapannya.
"Gue cariin ya? Tipe lo mau kayak gimana?"
Fauzan bergerak melepaskan wearpack-nya, hingga meninggalkan kaus oblong serta jeans selutut yang dikenakannya.
"Mau gue jelasin dengan gamblang pun ke lo tentang tipe gue, lo ngga akan pernah bisa nemuin orangnya Yo."
"Belom apa-apa lo main nyimpulin sendiri aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Berharga [On Going]
Romance[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Fauzan Rajendra, pria yang sudah matang dalam segi umur, namun masih enggan mengikat wanita manapun untuk dijadikan pendamping hidupnya. Kelima sahabat karibnya sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki buntut...