Sepulang sekolah Adya langsung pulang tanpa mampir kemana-mana. Rencananya Fauzan akan menjemput, namun ternyata pria itu bilang ada urusan mendadak yang tidak bisa ditunda. Adya memakluminya. Ia tak sampai merengek pada Fauzan agar mementingkan dirinya terlebih dahulu. Hey, memangnya dia siapa? Walaupun status mereka kini sepasang kekasih, itu hanya bentuk simbolis tanggungjawab Fauzan atas hidupnya untuk beberapa waktu kedepan yang entah sampai kapan. Adya berdoa dalam hati semoga hidupnya segera membaik agar tak selalu merepotkan Fauzan setiap saat.
Setelah menaruh tas sekolah dan mengganti seragamnya dengan setelan pakaian santai, Adya melakukan kegiatan beres-beres. Walaupun kondisi rumah Fauzan tak terlalu berantakan, tetap saja, banyak barang-barang yang harus ditaruh ke tempat semula. Secara, Fauzan punya kebiasaan buruk dalam menyimpan barang, sesekali pria itu bahkan lupa terakhir menaruh barang yang dicarinya.
Tak lupa, Adya juga memasak menu simple untuk makan malam mereka. Kalau-kalau Fauzan belum makan malam dan merasa perutnya lapar. Setelah menghabiskan waktu cukup lama dalam aktivitasnya, Adya memilih untuk membersihkan diri dengan mandi. Setelahnya, perempuan itu duduk didepan televisi untuk menonton.
"Ngga ada yang seru ah. Kebanyakan sinetron azab." Dengus Adya yang langsung mengubah channel ke berita terkini.
Ketukan pintu membuat Adya mengernyit, "kenapa Om Fauzan ngga langsung masuk aja ya? Apa aku tadi ngunci pintunya?" Ia beranjak dari posisinya lalu berjalan kearah pintu dan membukanya. Kedua matanya mengerjap bingung dengan wajah seseorang yang tak ia kenal.
"Kamu siapa?"
Adya menelan ludah, pria yang diperkirakan usianya setengah abad lebih namun tetap terlihat gagah dengan penampilannya itu menatap Adya dari atas sampai bawah.
"B-bapak siapa ya?" Tanya Adya kikuk.
"Saya Candi, ayah Fauzan. Dimana dia?"
"APA?!" Adya membekap mulutnya tak percaya. Bahkan ia refleks berteriak tepat didepan wajah pria yang katanya bernama Candi itu. "M-maaf Pak. Saya ngga sengaja." Adya membungkukan tubuhnya sebagai bentuk permohonan maaf atas sikap lancangnya tadi. "S-silahkan masuk Pak." Ia menggeser tubuhnya, memberi akses Candi untuk masuk.
"Mau minum apa Pak?" Tanya Adya sopan.
Kening Candi mengernyit, lalu berdehem pelan sebelum membuka suara, "apa saja."
Adya langsung pamit ke dapur. Menuangkan orange juice dingin dari kulkas. "Silahkan diminum Pak."
Candi mengangguk singkat, "kamu belum jawab pertanyaan saya tadi, kamu siapa?"
"Nama saya Adya Pak."
"Adya, kenapa kamu bisa ada ditempat anak saya? Apa hubungan kalian."
"S-saya..." Adya menggigit bibirnya, pertanyaan Candi sungguh membuat jantungnya berdegup cepat, "saya--"
"Abi kok bisa kesini?" Kemunculan Fauzan berhasil membuat Adya sedikit lega, walau ia juga dapat menangkap gurat terkejut dari wajah pria itu.
"Emangnya Abi ngga boleh nemuin anak Abi sendiri, Bang?"
"Bukan gitu maksudnya Bi." Fauzan mendudukan dirinya disofa, "kenapa ngga ngabarin Abang dulu kalo mau kesini?"
Candi mendengus pelan, "terserah Abi lah. Emangnya kamu presiden apa, kalo mau ditemuin harus ada janji dulu."
"Mohon maaf, kalau begitu saya permisi, Om, Pak."
"Om?" Adya hendak berbalik namun suara Candi menghentikannya, "Om yang kamu maksud itu, Fauzan?"
"I-iya Pak."
"Kenapa kamu panggil dia Om? Kamu anak temennya Fauzan? Kok saya belum pernah melihat kamu sebelumnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Berharga [On Going]
Romance[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Fauzan Rajendra, pria yang sudah matang dalam segi umur, namun masih enggan mengikat wanita manapun untuk dijadikan pendamping hidupnya. Kelima sahabat karibnya sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki buntut...