AB [5]

1.4K 184 45
                                    

Fauzan mengerang sambil memejamkan matanya, lalu menghempaskan tubuhnya ke samping Adya. Mengatur deru napasnya yang masih memburu akibat sesi percintaannya dengan perempuan yang kini sudah ia labeli sebagai 'jalang' pribadinya.

Terkekeh pelan, Fauzan mengusap keringat didahi Adya, "capek?"

"Banget."

"Elah, padahal cuma tiga ronde."

"Ih apa tadi kata Om? Cuma?"

"Iyalah cuma, dan itupun banyaknya gue yang gerak bukan lo. Harusnya gue yang lebih capek."

"Ya kan aku masih anak baru, Om. Jadi hal kayak gini tuh bener-bener nguras tenaga. Bikin badan aku pegel-pegel semua."

"Tapi kan lo dapet duit sebagai imbalannya. Anggap aja lo capek karena abis kerja, ya kan?"

Adya hanya mengangguk sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, "jangan usir aku dulu ya Om. Pengen istirahat dulu. Capek."

"Iya, gue ngga setega itu nyuruh lo pulang pas baru selesai gue pake. Tidur aja, sekenyang lo." setelah memakai celana pendeknya, Fauzan hendak keluar.

"Om mau kemana?"

"Ngerokok, kenapa? Lo mau ikut?"

"N-ngga, cuma nanya aja."

Fauzan mendengus, "banyak tanya, kepoan banget jadi orang."

Setelah melihat Fauzan yang merokok di balkon hotel, Adya menyamankan posisinya.

Ngomong-ngomong, mereka memang sedang berada di salah satu hotel bintang lima yang Fauzan sewa. Semua berawal dari lelaki itu yang tiba-tiba menjemput Adya kerumahnya, untung saja ibunya sedang tidak berada dirumah.

Fauzan beralasan kalau dirinya ingin ditemani Adya. Dan Adya hanya menurut dan ikut tanpa banyak protes. Karena jika dilihat, raut wajah Fauzan saat menjemputnya terlihat berbeda. Sorot matanya terlihat kecewa dan kosong. Hal itulah yang membuat Adya sungkan bertanya lebih banyak.

Bahkan saat dibawa ke salah satu kamar hotel, Adya masih memilih diam. Ia baru bersuara saat Fauzan menatapnya dengan sorot mata berkabut, juga tangan kekarnya yang bergerak membuka baju Adya.

"Gue mau lo malam ini."

"Tapi Om--"

"Kan kita udah deal."

"Y-yaudah."

Dan akhirnya mereka berdua bergumul di ranjang empuk yang baru pertamakali Adya rasakan kenyamanannya selama hidup. Adya membiarkan Fauzan menyalurkan napsunya. Ia berusaha untuk melakukan apa yang lelaki itu perintahkan.

Karena ia dibayar.

Oh Adya tak melupakan posisinya disini.

Jalang.

Mengambil napas lalu membuangnya perlahan, merilekskan pikiran juga otot-otot yang tegang. Adya hanya perlu membiasakan diri dengan kondisi dan situasi seperti ini.

Tiba-tiba ada yang kembali mengganggu pikirannya.

Yaitu seperti, apa selain jalang, posisinya disini juga bisa dibilang pelakor?

Bagaimana jika benar kalau sebenarnya Fauzan sudah memiliki istri? Dan bahkan anak mungkin?

Kalau iya, Adya tentu merasa sangat jahat karena telah mengizinkan si dari wanita lain menidurinya.

Tapi tunggu, kalau memang benar Fauzan telah memiliki istri, kenapa lelaki itu malah memilih untuk tidur dengannya alih-alih dengan istrinya?

Astaga. Pikiran Adya semakin sibuk dengan opini-opini yang muncul begitu saja.

Akan Berharga [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang