Decakan Fauzan sama sekali tak berhasil membuat Adya berhenti mengagumi kamar hotel yang tengah mereka tempati saat ini. "Muka Lo kenapa mirip orang yang lagi kena jampi-jampi sih?" Perempuan itu sama sekali tak menghiraukannya. Kini, Adya sibuk memandangi fasilitas kamar suite room yang memang sengaja Fauzan pesan untuk mereka berdua untuk bermalam.
"Demi Tuhan Adya, kalo Lo masih ngga duduk juga, gue bakal bikin Lo lemes sampai ngga bisa jalan besok, mau?"
Seketika Adya langsung berbalik badan dan berlari kecil, lalu duduk ditepi ranjang yang mana berhadapan langsung dengan Fauzan. "Ini kamar hotelnya bagus banget Om. Aku ngerasa kayak lagi mimpi sekarang. Coba Om tamp--"
Tak.
Bukan menampar, Fauzan malah menjentikkan jarinya didahi Adya hingga membuat perempuan itu meringis, "sakit Om."
"Ya kan ditamparnya udah sama Ibu Lo. Ntar pipi Lo bukannya sembuh malah ada cap lima jari gue, mau emangnya?"
"Ngga sih," Adya menyengir kecil, "ngomong-ngomong, dalam rangka apa Om bawa aku kesini? Ulang tahun kah? Atau--"
"Bukan dalam rangka apa-apa," Fauzan segera meralat ucapan Adya sebelum perempuan itu semakin banyak menduga-duga. "Pengen dapet suasana baru, biar pelepasan gue makin enak." Alibinya asal.
Adya hanya mengangguk-anggukan kepalanya, "Om beneran lagi kebelet banget ya emang?"
Dan Fauzan mengangguk singkat. Jelas ia tahu maksud dari kata 'kebelet' yang diucapkan Adya. Apalagi kalau bukan aksi mesumnya yang selama ini mereka lakukan. Fauzan melirik Adya yang menghempaskan punggungnya keatas ranjang, "ya ampun, enak banget. Kasurnya empuk. Mana seprainya selembut sutera." Adya terlihat menikmati posisinya yang telentang. Dimana matanya sengaja ia pejamkan, dan kedua tangannya ia gerakan mengusap-usap seprai ranjang.
Fauzan hanya mendengus pelan, lalu melepas pakaian atasnya untuk ia taruh kesofa hingga posisinya kini bertelanjang dada. "Gue mandi." Gumamnya dengan nada pelan, entah Adya bisa mendengarnya atau tidak, Fauzan sama sekali tidak peduli.
Saat mendengar pintu kamar mandi yang baru saja tertutup, kedua mata Adya langsung terbuka dan ia langsung beranjak bangun, mengubah posisinya menjadi duduk. Lalu menatap pantulan dirinya di depan cermin yang terletak tak jauh dari posisinya saat ini.
"Je ... lek, banget." Gumaman itu diperuntukan untuk dirinya sendiri yang mana penampilannya terlihat berantakan dengan rambut yang sedikit acak-acakan, dan pakaiannya yang asal. Menghela napas, Adya membuka tas belanja yang Fauzan bilang itu untuknya. Ada dua setel pakaian yang mana salah satunya adalah lingerie berbahan satin yang tipis berwarna hitam. Dan yang satunya hanya setelan pakaian santai. Adya yang memang tak mengerti soal per-lingerie-an hanya mengernyitkan dahi, "gini banget bajunya."
"Mandi, abis itu pake." Adya tersentak kaget saat mendapati Fauzan yang keluar dari kamar mandi dengan berbalut bathrobe berwarna putih.
"N-ngga mau ah Om. Nanti aku masuk angin. Disini kan AC nya dingin Om."
"Ngga bakal," Fauzan menatap lurus Adya sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil, "nanti juga Lo keringetan, jadi ngga akan kedinginan."
"Lagian Om kenapa ngga beliin aku piyama panjang aja yang bahannya lebih enak, gitu?"
Menggedikan bahu sambil mencebikkan bibir, Fauzan seolah tak mempedulikan protesan perempuan itu, "terserah gue lah. Gue yang mau. Lo tinggal pake, ngga punya hak buat protes, Adya."
"Tapi Om--"
"Lo lupa hubungan kita berdua ini apa?"
Raut wajah Adya langsung berubah saat mendengar pertanyaan yang berisi sindiran telak itu. Sial! Hampir saja Adya lupa kalau hubungan mereka tidak lebih dari 'teman ranjang' semata. "Y-yaudah. Aku mandi dulu Om." Pamitnya sedikit terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Berharga [On Going]
Romance[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Fauzan Rajendra, pria yang sudah matang dalam segi umur, namun masih enggan mengikat wanita manapun untuk dijadikan pendamping hidupnya. Kelima sahabat karibnya sudah berkeluarga, bahkan sudah memiliki buntut...