AB [2]

1.7K 202 91
                                    

Kedua kelopak mata Fauzan perlahan terbuka, saat merasakan lengan tangannya yang diguncang seseorang.

"Om, mana bayarannya buat yang semalem?"

Gerakan memijit pelipisnya terhenti, saat mendengar ucapan yang terlontar dari perempuan yang bernama Adya itu.

"Catet nomor rekening lo, nanti gue transfer."

"Aku ngga punya nomor rekening. Cash aja ngga ada emangnya?"

Fauzan berdecak, "lo manusia primitif? Bisa-bisanya ngga punya rekening. Gue ngga megang cash."

"Yah, terus gimana dong? Masa aku ngga dibayar? Kan aku udah ngga virgin lagi gara-gara Om."

Shit!

Fauzan mengumpat, ia hampir melupakan kejadian lepas segel yang semalam mereka lakukan.

"Om? Kok bengong?"

"Am Om Am Om, perasaan dari semalem lo terus-terusan manggil gue Om, lo emang umur berapa?"

"Tujuh belas tahun."

Fauzan hampir aja tersedak oleh ludahnya sendiri, apa katanya? Tujuh belas tahun?

What the fuck!

"Gila, lo masih bocah, anjir! Kenapa ngga bilang sih?!"

"Om ngga nanya."

Fauzan berusaha mengurut kesabarannya yang tersisa, "itu berarti lo masih sekolah?"

"I-iya Om. Aku masih sekolah. Kenapa emangnya?"

"Kenapa emangnya?" Fauzan membalikan pertanyaan tersebut dengan nada sarkas, "lo masih sekolah udah beraninya kerja di tempat ini?!"

Adya menggaruk kepala belakangnya, "ya gimana, udah terlanjur juga Om. Aku lagi butuh uang. Dan ini jalan satu-satunya yang instan."

"Wah sarap lo," Fauzan menggeleng heran, "bocah sableng ni anak, tau gitu gue ngga akan mau nidurin anak ingusan kayak lo."

"Kok Om malah marah-marah sih? Kan pas semalem Om juga keenakan, mana lebih dari dua ronde, berarti bayaran aku double dong harusnya?"

Fauzan mengacak rambutnya frustrasi, "bisa-bisanya gue setolol ini!" erangnya pada diri sendiri, "nidurin bocah? Yang bener aja!"

"Om ngga usah komat kamit kayak gitu, mana bayarannya? Aku mau berangkat sekolah ini, nanti telat!"

Saat Fauzan hendak kembali mengomeli Adya, matanya terpaku ke penampilan perempuan yang baru dikenalnya sejak tadi malam, dimana saat ini Adya sudah mengenakan seragam sekolahnya dengan lengkap, hanya saja tubuh bagian atasnya dibalut jaket parasut tebal sehingga membuat badannya tenggelam disana.

"Om! Mana uangnya?! Udah telat banget ini!"

Fauzan berdehem kecil, "lo serius mau sekolah? Emang jalan lo ngga sakit apa?"

"Sakit sih, tapi hari ini aku ada ulangan harian, ngga bisa skip mata pelajarannya. Sekalian juga mau bayar SPP, itu makanya aku butuh uangnya sekarang Om."

Fauzan mengambil sebuah kartu dari dompetnya, "pake ini, buat bayar SPP lo."

"Ini kartu apa Om?" Adya membolak balikan kartu yang baru saja diterimanya dari Fauzan, "blackcard? Kartu hitam? Semacam kartu gapleh kah Om?"

"Susah gue jelasinnya ke orang primitif kayak lo. Udah, pake aja kartu itu buat bayar SPP lo. Intinya, itu kartu kredit unlimited, paham?"

Kening Fauzan mengernyit saat Adya mengembalikan black card miliknya, "ngga mau pake kartu kredit, Om. Riba. Dosanya gede kalo riba."

Akan Berharga [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang