AB [6]

1.3K 154 61
                                    

"Kenapa ngga dimakan? Lo ngga suka?"

Adya menggeleng kecil, menatap dua kotak pizza yang berada diatas meja tepat didepannya. Fauzan langsung menariknya masuk kedalam mobil dan membawanya ke bengkel sekaligus rumah yang selama ini menjadi tempat Fauzan tinggal.

"Makan aja kali, lo takut gendut gara-gara makan malem?"

"B-bukan gitu Om. Aku--"

"Mana mungkin sih, badan lo udah kerempeng gitu. Kalo diet yang ada lo mirip kerangka manusia yang sering dipajang di laboratorium sekolah."

Adya memilih untuk tak menyahuti. Sejujurnya, pikirannya sedang carut marut, memikirkan kelakuan dan kebiasaan ibunya yang tak kunjung berubah. Selain itu juga ucapan Fauzan yang entah kenapa berhasil membuat hatinya terasa tersentil.

"Muka lo kusut amat sih. Ngga enak diliat."

"Maaf Om. Aku lagi banyak pikiran."

"Mikirin apaan? Perlu pake duit buat nyelesein masalahnya?"

Kedua manik Adya seketika terpaku ke mata Fauzan, lalu dengan cepat ia mengalihkan pandangan, "ngga. Ini cuma masalah keluarga aku aja Om."

Fauzan hanya mengangguk kecil. "Ngomong-ngomong, lo punya pacar ngga?"

"Pacar? Ngga Om. Aku ngga punya. Kenapa?"

"Gue cuma tanya aja. Baguslah kalo emang lo ngga punya. Gue ngga mau ntar ada masalah dimana pacar lo datang ngelabrak gue pas dia nge-gap kita lagi berdua, misalnya. Kan ngga lucu."

"Kalo Om gimana?"

Satu alis Fauzan terangkat, "gue?"

"M-maksudnya kan tadi Om cerita soal perempuan yang jalan bareng sama Om tadi siang. Apa dia ngga akan labrak aku?"

"Dia ngga punya hak buat labrak lo. Emang gue siapanya dia? Kan udah gue bilang kalo dia udah punya suami. It's mean status dia itu udah jadi istri orang. Lo masih ngga paham?"

"Paham kok Om," Adya berdehem pelan, "Om beneran mau rebut dia dari suaminya? Seperti yang tadi Om bilang ke aku."

Mendesahkan napas panjang Fauzan menggedikan bahu, "ngga tau. Mungkin aja. Tapi ngga sekarang. Itupun kalau suasananya mendukung, dan perasaan gue masih sama buat dia."

"Dia ... cinta pertama Om ya?" entah kenapa, Adya sedikit tertarik mengulik kisah hidup lelaki matang didepannya, "maaf, kalo aku lancang. Aku--"

"Iya. Dia cinta sekaligus pacar pertama gue."

"Jadi ... ceritanya Om lagi gagal move on?"

Fauzan melirik Adya sekilas, "gue ngga pernah ada rencana move on dari dia, sejak dulu. Gue selalu belajar buat ikhlasin dia aja. Tapi selalu gagal."

"Om--"

"Udah cukup segitu gue jawab kekepoan lo. Jangan makin ngelunjak ya, buat ngorek hidup gue."

Adya meringis pelan, sambil menggaruk kepala belakangnya, "maaf Om."

"Mending sekarang lo makan tuh pizza, abis itu tidur. Lo nginep aja disini. Gue lagi males buat anterin lo balik. Kecuali kalo lo emang niat balik sendiri."

"Boleh aku nginep disini Om?"

"Ya boleh, kan tadi gue yang nyaranin buat lo nginep. Telinga lo budek?"

Adya menyengir lebar, "cuma mastiin aja kan Om." ia lalu mengambil satu slice pizza dan memakannya, "ih enak banget Om. Ini harganya pasti mahal ya? Berapaan kalo boleh tau Om?"

"Ngga usah nanya-nanya harga. Lo ngga akan mampu beli."

Bibir Adya langsung mengerucut, "yaudah, nanti aku minta Om buat beliin aja."

Akan Berharga [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang