Kalau perasaan bahagia ada rankingnya, perasaan lega selepas jaga IGD bagi para residen—apalagi kalau jaganya bareng Ihsan—mungkin berada di jajaran tiga teratas, tipis-tipis di bawah perasaan cinta yang terbalas.
Sayang setelah jam jaga selesai, para residen tidak bisa langsung berlari keluar pintu IGD ke rumahnya masing-masing untuk melepas rindu pada kasur tercinta. Masih ada operan jaga—kegiatan estafet informasi pasien ke tim jaga shift selanjutnya—, naik ke lantai 5 untuk mengambil tas di loker, mandi (bagi yang mampu), ganti baju, turun lagi, dan barulah bisa keluar.
Kegiatan yang menghalangi kebebasan itulah yang sedang Ihsan hadapi sekarang, selepas jaga IGD malamnya.
Ihsan membuka pintu bertuliskan "Ruang Jaga Bedah" di IGD lantai 5 pagi itu. Seperti biasa, ia adalah residen bedah terakhir di timnya yang meninggalkan IGD. Maklum, memang senangnya begitu, pergi setelah semua berkas-berkas di meja rapi dan tertata.
"Wuidih udah ganti baju aja." Komentar Ihsan, menemukan Jaka yang baru membuka baju atasan jaganya yang berwarna biru muda, khas warna baju jaga residen. "Langsung cabut?"
"Iya Bang, mau ngenalin Nara ke keluarga Tante. Tante gue kan punya catering, pas tahu Nara chef, pengen kenalan banget." Jawab Jaka sambil mengambil kaus hitam di dalam tasnya lalu memakainya.
"Langsung aja lah Jak kenalin ke orang tua lo di Bandung hahaha." Ihsan menepuk punggung Jaka.
"Gak lah Bang belum siap gue." Balas Jaka, sambil tertawa malu khasnya.
Ihsan balas tertawa, kemudian langsung rebahan di atas kasur—yang walaupun isinya busa tipis, terasa seperti kasus bulu angsanya raja-raja. Rebahan setelah jaga itu nikmat, apalagi kalau habis jaga dengan Ihsan. Nikmatnya berkali lipat. Memang benar ya katanya, kalau dapat cobaan berat, nikmat yang dirasakan setelahnya juga akan lebih terasa.
Bodo amat mengotori kasur tak berseprai itu dengan kuman-kuman yang menempel di baju jaganya. Sebersih-bersihnya Ihsan, kalau sudah diserang lelah pascajaga, juga gak kuat kalau harus dipaksa mengangkat badan, mandi, ganti baju, lalu rebahan di atas kasur yang jelas-jelas rutin ditiduri residen bedah lain yang sama malasnya mengganti baju.
"Hnggggg." Ihsan yang ngulet sejadi-jadinya membuat Jaka menengok sambil menahan senyum.
"Bang Ihsan gak ada acara emang?"
"Adaaa, sama si Lisa. Siangan tapi. Rebahan dulu lah 5 menit."
"Awas ketiduran Bang, bahaya."
"Enggak laaah santai, udah pasang alarm."
"Eh iya Bang, mau nanya soal pasien Tn. Pendi yang semalem, boleh gak Bang bentar?"
"Boleh, boleh, sok kenapa?"
---
"Hey, bangun para pemuda! Belanda sudah dekat! Ayo bangun!" Seru Jin bersemangat sambil menepuk-nepuk tubuh Ihsan, Jaka, dan Gio. "BANGUN PEMUDI PEMUUUUUDA INDONESIAAA." Melihat tidak ada pergerakan dari ketiga orang di depannya, ia makin heboh nyanyi.
Begitu tersadar, Ihsan langsung lompat dari kasur dan mengambil HPnya yang ternyata sudah kehabisan daya, pantas alarmnya tidak menyala. Jaka sendiri yang tidur di sampingnya langsung melarikan diri entah ke mana. Ihsan buru-buru menyambungkan HPnya pada powerbank dan langsung panik melihat serangkaian chat dari Lisa. Mampus.
Niatnya sih, Ihsan mau langsung lari menuju mobil dan ngebut ke tempat janjiannya dengan Lisa. Tapi apa daya, baru selesai pakai sepatu di kaki kanan di bangku depan kamar jaga, ia sudah melihat Lisa yang berjalan cepat ke arahnya dari samping.
YOU ARE READING
Hospitalship (extended stories)
FanfictionAU lokal BTS Kisah 7 manusia dalam menghadapi hidup bersama mbak pacarnya masing-masing. Disarankan baca hospitalship sampai tamat dulu sebelum membaca ini.