But in two weeks I'd be moving south
And you'd be moving to a town that I had never heard of
I wish we had more time, why did I ever wanna grow up?You said you'll see me
When we're home for the summer
We won't have to work so we're gonna
Do whatever the hell we wanna
'Cause we know that one day we'll be
Gone from each otherWe'll have families with different lovers
But for now, I know I'll see you when we're home for the summer(Sara Kays - Home for the Summer)
"Titip Icanya ya, Ican." Ucap Ibu Lisa ketika Ihsan salim untuk pamit. Hanya kedua orang tua Ihsan dan Lisa serta para tetangganya yang memanggil Lisa dengan sebutan 'Ica' dan Ihsan dengan sebutan 'Ican'. Ica dan Ican. Kalau manggilnya dari jauh, dua-duanya bisa nengok barengan.
"Beneran udah bisa kan, ya?" Tanya Ibu Lisa untuk ketiga kalinya pagi itu pada Ihsan.
"Nih, Bu, asli, coba diliat aja sok." Ihsan dengan bangga menunjukkan SIM A nya yang masih bersih tak bercela itu. Maklum, baru pertama kali dapat surat izin mengendarai mobil di umurnya yang baru berganti 17 tahun itu.
Ibu Lisa memerhatikan kembali nama Ihsan di situ, kemudian mendongak melihat wajah Ihsan dan kembali menatap foto di SIMnya. "Iya ih sama mukanya."
"Iya dong Bu, asli ini mah gak nembak." Kata Ihsan lagi, menggangguk mantap. Mulutnya yang mendatar membuat lesung pipit di kedua pipinya terlihat.
"Ica juga boleh bikin SIM dong Bu!" Lisa duduk di sebelah kiri ibunya. Kini posisi Ibunya dihimpit oleh 2 orang anak yang sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri. Padahal yang satu kan, cuma tetangga.
"Jangan ah, Ibu takut. Kan udah ada Ican yang punya. Kalau mau ke mana-mana minta tolong aja." Jawab Ibu Lisa, diiringi tawa jumawa Ihsan.
"Kalau Icannya gak bisa pas Ica mau jalan-jalan gimana?" Tanya Lisa lagi.
"Ya Ibu marahin Icannya." Jawab Ibu Lisa.
"Ah bohong Ibu mana pernah marahin Ican!" Alis Lisa mengkerut.
"Yaudah iya, kamu boleh bikin SIM juga, tapi belajar dulu ya."
"Gitu dong! Hehe! Love you, Bu. Ica berangkat dulu ya. Ayo, Can!" Lisa mencium pipi ibunya singkat, kemudian berjalan duluan ke arah pintu. Ihsan mengikuti setelah salim kepada ibu Lisa.
Hari Sabtu itu Ihsan mengenakan hoodie hijau dan celana jeans, sedangkan Lisa mengenakan cardigan oranye, kaus hijau tua, dan celana jeans panjang. Rambut lurusnya tergerai sebahu. Lisa memerhatikan Ihsan saat ia mulai memasukkan kunci mobilnya.
Dari semua hari yang ada, mood Lisa paling baik ada di Hari Sabtu. Soalnya hari itu adalah jadwal leyeh-leyeh sepuasnya di rumah atau jalan-jalan. Dua-duanya biasanya dikerjakan bersama sahabatnya sejak lahir ke dunia: Ihsan Damar.
Aktivitasnya? Mencoba macam-macam hal, kemudian diranking. Contohnya? Mereka pernah menjadwalkan setiap minggu mencoba es krim berbagai rasa di mall dari berbagai toko. Pernah juga memborong berbagai jenis mie kemudian mencobanya di rumah satu-satu. Mengunjungi berbagai jenis tempat seperti mall, kafe, bioskop, tempat wisata di Jabodetabek, juga pernah. Kalau terlewat tanpa Ihsan, rasanya ada yang hilang, tidak wajar, dari akhir minggunya.
Sebenarnya kalau boleh dibilang, bukan hanya aktivitasnya di akhir minggu, tapi semua aktivitas Lisa tidak wajar kalau tidak ada Ihsan di dalamnya.
Sepertinya Tuhan tidak suka kalau Ihsan dan Lisa tidak jadi satu frasa 'Ihsan dan Lisa' dalam setiap kejadian hidup mereka. Mau bukti? Walaupun cara lahirnya berbeda-Ihsan lahir normal dan Lisa lahir via sectio caesaria- keduanya lahir di jam yang sama, menitnya saja yang berbeda. Ihsan dan Lisa yang masih berumur 0 hari itu pun tidur di bed yang bersebelahan di ruang bayi. Kalau yang satu nangis, yang satu kebangun dan ikut nangis. Akhirnya nangisnya bareng-bareng. Pulang dari rumah sakitnya pun begitu, bareng-bareng karena orang tua Lisa nebeng mobil orang tua Ihsan.
YOU ARE READING
Hospitalship (extended stories)
Fiksi PenggemarAU lokal BTS Kisah 7 manusia dalam menghadapi hidup bersama mbak pacarnya masing-masing. Disarankan baca hospitalship sampai tamat dulu sebelum membaca ini.