04 - SANG CHECKER

3 0 0
                                    

04.1 Si Ganteng

Tiap pertengahan bulan, sering kali aku melihat seorang checker meteran air ledeng, Bagas Abiyasa, ganteng, berkulit putih, tinggi, atletis, murah senyum, santun dan rendah hati, 

"Apa benar dia hanya sekadar cheker, rasanya tidak pantas untuk pekerjaan seperti itu baginya, jangan-jangan ia anak orang kaya atau mahasiswa layaknya cerita sinetron," gumamku,

"Hayo, nden Vin, naksir tukang ledeng yah," mbok Sinah, membangunkan lamunanku,

"Nggak apa-apa atuh Nden, orangnya ganteng, cocok dengan nden Vin, seperti Sinta dan Rama,"

"Husy, itu mah wayang atuh, mbok".

"Mbok setuju banget nden sama tukang ledeng ganteng itu," ungkapnya sambil senyum, sampai nampak gigi ompongnya.

"Kalau Bram karakternya seperti Bagas, alangkah bahagianya, walaupun ia pilihan ayahku," gumamku.

Saat Bagas melepaskan lelah di dekat meteran ledeng, ia bercerita pada mbok Sinah sambil minum air jeruk dinginnya, bahwa keluar masuk rumah gedongan baginya keberuntungan karena bisa bertemu dengan orang kaya, pejabat, pengusaha dan orang-orang gedongan, tidak jarang di antaranya ada yang mengajak ngobrol, tentang pekerjaannya, sekolah dan juga tentang hal ibadah, yang dijawab sebisanya, demikian cerita om Bagas, kata mbok Sinah, yang disampaikan padaku dengan suka cita,

"Hebat lho Nden, om Bagas mau cerita pada mbok yang hanya pembantu, orangnya sip, hebat dan apik tenan omongannya," lapor mbok Sinah, 

"Mengapa tidak cerita dengan aku" gumamku dalam hati.

Ketika aku menemani Ayah, melihat-lihat bozainya di lantai tiga, ia nampak kecewa, melihat bekas patahan ranting pohonnya, 

"Dad tidak mau lagi, melihat ada batang patah, walau sekecil inipun, si Elon tidak becus,tidak hati-hati", 

"Segitu juga sudah bagus, mana mengerti tentang bonzai, tahunya hanya babad rumput dan nguras kolam,", 

"Neng, di bawah, tadi melihat checker meteran ledeng, panggil, gih sana,". Aku pun segera memanggil sang checker yang akan beranjak pulang menaiki sepeda ontelnya.

"Maaf Jeng, saya kaget dan waswas, khawatir ada apa-apa", 

"Nggak ada apa-apa, rupanya Dad hanya sekadar ingin ngobrol saja". 

Setelah membujuknya, ia pun mengikutiku tanpa komentar.

"Namamu siapa, ceritakan tentang waktu kerja formalmu saat ini", 

Sang checker pun menceritakan ikhwal namanya, alamat kontrakan kamarnya dan waktu kerjanya di perusahaan air minum kota Bandung.

"Kalau mau kamu bisa mengurus bonzai dan anggrek ini semuanya, saratnya sabar dan telaten" ungkap Ayah.

"Dia bekerja, kapan waktunya ?" aku tidak sadar seolah tahu persis kegiatan Bagas.

"Insya Allah, setelah dzuhur, saya bebas, saya bisa bekerja sampai malam, hari Minggu saya bisa penuh waktu di sini" ungkap Bagas semangat.

"Baikkah, honormu dua juta per bulan".

"Maaf Pak, kebesaran, sementara honor saya saja sebagai checker, cuma satu juta dua ratus ribu rupiah per bulan." ungkap Bagas apa adanya

"Kurang?", tantang Ayah

"Tidak, terima kasih, buat saya lebih dari cukup".

"Mulai besok, kamu bekerja, bensin diganti"

"Maaf, saya tidak punya motor, kecuali sepedah inventaris" ungkap Bagas.

"Tuh motor pada nganggur, pilih yang kamu mau, bila perlu pakai tuh harley davidson, cocok dengan kamu yang tinggi besar dan ganteng" lanjut ayahku sambil tertawa lepas.

DI BALIK KAKI LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang