Cash On Delivery Person

18 15 2
                                    

Beberapa hari sudah berlalu semenjak kudapatkan pekerjaan pertamaku, seminggu juga telah berlalu setelah meninggalkan rumah.

Belum ada telefon, pesan singkat, atau apa pun yang berasal dari ayahku, rusak memang kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaan kami saat ini.

"Kenapa tempat ini selalu sepi pengunjung?" Pertanyaanku kulempar pada John, satu-satunya pegawai yang ada di Mister Flower dan yang selalu menjadi garda depan untuk melayani pelanggan, well ... Sebelum ada aku, sekarang dia lebih banyak kerja di belakang sedangkan aku menerima pelanggan.

"Mungkin karena kita punya jasa cash on delivery," ucapnya santai dengan senyum, aku hanya memasang wajah bodoh dengan mulut sedikit terbuka.

"Kita punya apa?" tanyaku lagi mencoba memastikan apakah gelombang suara yang di terima oleh indra pendengaranku benar.

"Kita punya jasa Cash On Delivery," jawabnya sedikit lebih keras, mungkin dia berasumsi aku mulai mengalami ketulian.

Aku sendiri hanya diam terpaku, aku tak tahu kami punya jasa seperti itu, tak ada di mana pun tertera nomor untuk cash on delivery.

"Oh? Kau tidak tahu?" dia bertanya dengan wajah polos.

"Kita memiliki divisi khusus yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan cash on delivery. Bahkan, sebagai pegawai multi jabatan, aku menemukan bahwa income terbesar kita datang dari cash on delivery. Penjualan yang langsung di tempat, tak sampai 10% dari pemasukan Mister Flower," John menjelaskan secara panjang lebar dan aku hanya mengangguk memahami penjelasannya.

"Kalau kau tertarik masuk ke divisi Cash On Delivery kau bisa bertanya pada Tuan Kishimoto," ucapnya santai lalu menghilang ke ruang belakang.

Mendengarkan pernyataan tersebut membuatku semakin berpikir bahwa bagus divisi cash on delivery tersebut benar-benar ada. Aku terduduk di kursi, aku merasa telah menyia-nyiakan beberapa hariku karena menunggu kasir.

Ponselku bergetar di sakuku, ketika kuperiksa sebuah pesan singkat masuk.

Pesan Masuk
Nomor tak dikenal

"Hm?"

Ada sebuah pesan dari nomor tak di kenal, aku mencoba mengenali nomor pengirimnya. Aku memakan sekitar sepuluh menit sampai sebuah nama muncul di kepalaku.

"Kimberly!?" wajahku mendadak memanas. Setiap kali aku melihat Kimberly wajahku selalu memanas, malu mengingat kejadian beberapa hari lalu. aku pun memberanikan diri untuk membuka pesan itu.

"Hai"

Hanya itu yang di kirimnya kepadaku.

"Hai, ada apa?" balasku

"Aku ingin membahas tentang kejadian yang kau lihat kemarin." Ia membalas pesanku hampir langsung setelah pesanku terkirim.

Yup ... Tamatlah riwayatku.

"Kejadian apa?" balasku berusaha untuk tidak terseret ke masalah yang tak kuinginkan.

"Ayolah, kau tak perlu berpura-pura bodoh, aku mengetahui kalau kau melihatnya"

Nafasku tersekat di leher, bingung untuk membalas apa.

"Ayolah otak, pikirkan sesuatu!" gumamku pada diriku sendiri sedikit memukul kepalaku pelan dengan pulpen yang ada di tangan kiriku. Baiklah aku menyerah.

"Baiklah, apa yang ingin kau bahas tentang kejadian itu?" tanyaku kepadanya.

"Aku hanya ingin memberimu penawaran. Penawarannya adalah aku akan melakukan apa pun yang kau inginkan selama yang kau inginkan dengan balasan kau tak boleh membocorkan kejadian itu pada siapa pun."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oh! Philosophy!, Oh! My Dear Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang