Pulang : Tunggu Aku di sana

747 138 14
                                    

Tidak terasa sudah empat hari Aiden berada di Kanada. Selama itu pula ia terus merenung untuk mendapatkan keputusan yang tepat. Renungannya malam itu sempat ditemani dua orang kepercayaan, Nancy dan Sally. Jarak usianya dengan mereka cukup jauh, kedewasaan mereka membimbing Aiden untuk menemukan posisi yang lebih baik sehingga ia dapat mendengar saran-saran dengan perspektif yang berbeda. Sampai ada titik terang, Aiden kini benar-benar sudah bulat akan keputusannya.

"Ma, nanti aku ke sini lagi. Aku cuma harus ikut ujian kampusku sebentar, setelah itu aku urus kepindahanku." ucap Aiden berusaha menenangkan mamanya. Tangannya masih setia menggenggam tangan wanita tercintanya itu.

Sang mama tentu saja terkejut, putranya itu baru kembali dan kini harus pergi lagi. Meskipun Aiden bilang hanya sebentar, ada setitik rasa tak rela yang membuatnya ingin menahan sang putra.

"Tapi kamu baru sebentar di sini..."

"Iya, Ma. Aku paham. Tapi ujian sebentar lagi dimulai. Seharusnya ujian mulai tiga hari yang lalu, tapi beruntung jadwalnya ditunda satu minggu lagi karena ada kepentingan mendesak. Ujian ini penting banget buat nilaiku." jelas Aiden pelan-pelan.

"Mama ikut kamu ke Indonesia ya?"

"Ma, please..."

Aiden beralih menatap papanya, berusaha meminta bantuan agar diperbolehkan pulang ke Indonesia.

Jose mengusap lembut bahu istrinya, "Ma, biarkan Aiden menyelesaikan urusannya di Indonesia dulu. Setelah semuanya selesai, Aiden bisa kembali lagi ke sini."

"Tapi nanti kamu ninggalin mama lagi." ucap sang mama sedih.

"No, i promise." ucap Aiden dengan yakin, tapi kali ini diikuti dengan perasaan asing yang perlahan membuatnya sedikit sedih.

Mamanya menatapnya lama lalu menghela napas pelan, "Sebentar aja ya?"

Aiden mengangguk dengan senyum tipisnya, "Mama sama papa cuma harus tunggu aku di sini, dan semuanya akan baik-baik aja."

Jose mengusap surai putranya itu dengan bangga, "You did well, son."

Sepasang suami-istri itu menarik putranya dalam pelukan mereka. Perasaan dalam benak tercampur membentuk sebuah emosi yang hebat. Pelukan mereka mengerat.

Mau bagaimana lagi? Aiden sudah sebesar ini dan berhak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

Putra mereka satu-satunya itu sudah tumbuh dewasa.



••




Sore hari ini Jonathan menjemput Riki bersama dengan Cherrie. Sekalian saja setelah menjemput sepupunya dari kampus dilanjutkan menjemput Riki. Biasanya ada Mahesa yang akan menjemput Riki semenjak Aiden pergi, tapi hari ini Mahesa memberi tahunya jika ada urusan penting di kampus.

"Dek Riki bayiku!" Cherrie berteriak dengan kepala yang menyembul dari jendela mobil, sembari melambaikan tangannya kepada Riki tak lupa cengiran lucu gadis itu.

Terlihat Ni-ki berlari kecil  menghampiri mobil dengan senyum lebarnya. Jonathan terkekeh gemas.

"Ayo masuk-masuk!" ajak Cherrie.

Riki segera saja membuka pintu mobil dan duduk di jok belakang.

"Tumben bukan Bang Hesa, Bang?" tanya Riki.

"Iya, Bang Hesa lagi ada urusan kampus. Eh, gimana tadi ujian hari terakhirnya?" sahut Jonathan, tiba-tiba bersemangat membahas ujian.

"Aman, perut gue kambuh awal-awal doang. Untung bisa selesai hehe."

Rumah Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang