Segara duduk termenung di sofa ruang tengah. Suara ramai dari Riki dan Sean yang sedang bercanda dihiraukan, pikirannya tertuju kepada pertengkarannya dengan Mahesa waktu lalu. Rasa tidak nyaman terus hinggap di dadanya dan Segara tak suka begini. Segara sadar dirinya salah, terlebih ketika teringat raut Mahesa yang berubah sendu setelah ia melontarkan kata-kata kasar itu. Apalagi saat ia tahu bahwa Mahesa pergi dan tidak pulang kemarin, ah... Segara merasa menyesal sedalam-dalamnya.
Lelaki muda itu terus-menerus merutuk menyesali ucapannya saat itu. Mahesa adalah orang dengan kepribadian yang tenang dan jika dia berubah berarti ada sesuatu yang telah terjadi. Sayangnya Segara tak sempat berpikir sampai ke sana.
KLEK
Suara pintu rumah yang terbuka mengalihkan perhatian mereka. Tampak Mahesa yang masuk dengan dibantu berjalan oleh seseorang.
"Udah! Gue bilang sampai depan aja kenapa malah sampai dalem sih?" bisik Mahesa kesal, sedangkan Gavin di sebelahnya hanya mendengus.
"Lo jalan kayak gak punya tulang gini masih aja ngeyel! Tuh, muka lo udah kayak mayat hidup!" balas Gavin tak mau kalah.
"Eh diem ya lo!"
Keduanya memang belum berbaikan, tapi setidaknya deep talk waktu itu membantu memperbaiki hubungan mereka.
"Loh, Bang Hesa?" ucap Juang yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Lo kenapa, Bang?" tanya Riki sembari mendekat, heran bercampur cemas melihat Mahesa dipapah begitu.
Mahesa segera menjauhkan lengan Gavin, "Gak apa-apa."
Gavin menghela napas sembari menatap penghuni kos, "Tolong bantu dia gerak ya? Badannya masih lemah, bawa ke kamar aja."
Sean dengan sigap memeluk lengan kiri Mahesa, lalu Riki ikut memeluk lengan kanannya. Sekarang Mahesa dipegangi oleh dua bocah aktif ini.
"Pulang sana lo!" usir Mahesa jengkel, ucapannya dilontarkan kepada sang saudara tiri.
Gavin merengut tak suka, "Terserah gue dong mau kemana aja!"
Juang memperhatikan keduanya dengan bingung, sebenarnya siapa laki-laki yang bersama Mahesa ini? Kenapa mereka berdua tak akur?
"Mau ke kamar sekarang, Bang?" tanya Sean.
Mahesa menghela napas kemudian mengangguk saja, lantaran badannya semakin terasa lemas. Tidak lucu jika ia pingsan lagi. Keduanya lantas dengan sigap membantu Mahesa berjalan menuju kamar.
Melewati ruang tengah, Mahesa mendapati Segara di sana. Tanpa sengaja tatapan mereka bertemu, tapi Segara lebih dulu mengalihkan pandangannya. Mahesa menghela napas pasrah, mungkin Segara masih marah. Mahesa tahu, dia yang salah di sini karena emosinya waktu lalu.
Tanpa ia mengerti, Segara sebenarnya sedang menahan sesak.
Kembali lagi ke depan, tersisa Gavin dan Juang.
"Mau masuk dulu gak, Bang?" tawar Juang.
Gavin menggeleng, "Gue mau langsung pulang-eh, boleh minta air putih dulu gak?"
Juang mengangguk segera, "Ke dapur ya, Bang."
Gavin pun mengikutinya sampai ke dapur, segelas air putih diberikan oleh Juang. Gavin meminumnya hingga tandas, memang sedang haus sekali.
"Bang, gue mau nanya."
Gavin menatap Juang, menunggu apa yang akan terucap dari lelaki itu.
"Bang Hesa kenapa bisa ada sama lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Abu-Abu
FanficSejatinya, dunia ini tidak hanya menghadirkan sesuatu yang bahagia. Manusia hidup dengan norma, sedangkan dunia berdiri dengan hukumnya. Anak-anak adalah sebagian afeksi dari sudut kecil semesta raya. Titik-titik jiwa saling berkaitan membentuk alia...