8. Feels

940 70 4
                                    

Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Soobin membawa Beomgyu ke rumah liburannya. Jauh dari kebisingan kendaraan dan orang kota, juga dari orang-orang yang mengenal mereka berdua secara dekat. Beomgyu dilarang melihat jalanan ketika mereka sedang dalam perjalanan. Ia tidak akan pernah tahu, arah dan jalur mana yang diambil untuk dapat mencapai rumah terpencil itu.

Sesampainya di tujuan, penutup mata Beomgyu belum juga dibuka. Semuanya gelap, selagi Soobin menuntunnya berjalan melalui rumah itu. Beberapa kali, Beomgyu melayangkan protes.

"Buat apa lo larang gue liat interior rumah lo ini??!! Kan gue udah tau, bego!!!"

Tidak ada jawaban, baik dari Soobin maupun seorang lain yang berjalan bersamanya. Penutup matanya akhirnya dibuka, menampakkan sebuah kamar besar dengan beberapa boneka beruang seukuran manusia. Apa-apaan ini? Soobin adalah seseorang yang soft dan lemah akan boneka beruang?

"Pffft. Lo selama ini... punya jiwa soft juga, yaaaekkhh---"

Ujaran Beomgyu yang mengandung ledekan membuat lelaki jangkung kesal. Ia menggenggam dan mencekik leher Beomgyu hanya dengan satu tangannya. Akibat jalan pernapasannya dihalangi, Beomgyu kesulitan bernapas. Salahnya juga, sudah tahu sikap Soobin keras begitu, masih mencari masalah.

"Diem!" teriak Soobin, sampai ludahnya mengenai wajah Beomgyu, "Gue bahkan nggak mau cium lo. Mulut habis buat nyepong orang lain."

Genggaman Soobin pada lehernya dilepaskan, setelah ancaman yang diberikan dirasa cukup. Pernapasannya kembali, meskipun sedikit tersendat selama beberapa saat. Sikap Beomgyu yang tidak mau diam membisu menyaksikan dirinya kembali diinjak-injak lagi seperti kotoran, kembali dikeluarkan.

"Gue juga nggak mau! Jigong lo bau!"

Namun, ucapan Beomgyu kini tidak begitu dihiraukannya. Sebaliknya, Soobin beralih dan berdiri menghadap ke arah jendela kamarnya. Entah menatapi apa, berpikir apa, atau hanya merenung.

Sekian menit keduanya diam seribu bahasa, tidak ada bahasan atau perlakuan kasar dari Soobin ditujukan kepadanya lagi. Suasana yang semula terasa tegang dan penuh amarah, berubah menjadi kesunyian dan kesedihan. Cuaca di luar pun sepertinya mendukung. Hujan deras turun membasahi bumi, Soobin kembali dan duduk di samping Beomgyu.

Tatapan matanya datar dan kosong, layaknya rasa bersalah sudah mengerubungi pikirannya. Beomgyu berpikir demikian, ia berharap ada secercah harapan lelaki di sampingnya sadar akan semua perbuatannya, akan dirinya sendiri, dan Beomgyu.

"Beomgyu..."

Suara lirih Soobin memanggilnya, dari ekor matanya, Beomgyu melihatnya. Lelaki jangkung yang sudah menjadikannya "tahanan" seperti meratapi perbuatannya. Tatapannya kosong dan menurun, tidak berani menatap Beomgyu. Dia berharap, walaupun kedengarannya kesempatan berhasilnya satu banding seribu, agar dirinya meminta maaf dan melakukan apa yang memang sudah seharusnya ia lakukan.

















Melepaskannya.
























Atau....































Mencintainya sepenuh hati.

Pilihan kedua terdengar gila dan tidak masuk akal. Setelah semua yang telah berlalu, mencintai satu sama lain adalah opsinya. Ide gila, sekaligus apa yang sudah diharapkan Beomgyu ketika setan dalam diri Soobin sedang cuti. Ketika Soobin berperilaku layaknya manusia seutuhnya, memiliki empati dan bahkan mengajaknya untuk melakukan hal baik demi masa depan mereka. Akan tetapi, Beomgyu juga tahu, kalau sikap itu hanya ada sebagian kecil pada Soobin. Sebagian besarnya, setan dalam dirinya yang menguasai.

Tied (SooGyu/YeonGyu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang