Tiara melajukan kecepatan sepedanya untuk menghampiri Jaya yang sedang menuntun motor.
"Ban Kak Jaya bocor?"
"Iya. Tumben jam segini udah pulang? Biasanya agak sorean."
"Guru-guru pada rapat. Aku anterin, ya? Ada kok bengkel deket sini. Cuma masuk-masuk gang aja, jadi gak keliatan."
"Boleh. Makasih." Tiara membalas dengan senyum.
Sebab sungkan dengan Jaya yang sedang menuntun motor, Tiara kini juga turun dari sepeda dan ikut menuntunnya. Membuat Jaya ikut merasa sungkan.
"Gak perlu dituntun juga sepedanya, Tia."
"Biarin. Biar Kakak ada temen." Jaya hanya terkekeh geli.
Selepas itu, mereka berdua berjalan beriringan sambil mengobrol agar perjalan tak terasa melelahkan. Dan benar saja, bengkel yang dimaksud Tiara berjarak lebih dekat dari yang biasa Jaya kunjungi.
Manusia tanpa semangat hidup ini ternyata cukup berguna.
Namun sedikit disayangkan, sepertinya hari ini banyak yang mengalami kebocoran ban. Sebab di bengkel itu ada banyak motor-motor terparkir menunggu giliran untuk dibenahi.
Tapi karena tak ada lagi bengkel yang dekat dari tempat ini, Jaya rela menunggu, ditemani Tiara juga tentunya. Gadis itu terlalu bosan terus-terusan berada di dalam ruangan.
Meskipun hanya bengkel yang berlokasi di tepi sungai, setidaknya semilir angin mampu menghilangkan penatnya.
"Udah jadi anak SMA aja, nih. Pasti banyak kakel yang deketin."
"Sok tau."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Emang salah?"
"Salah banget. Yang ada baru masuk sekolah, udah dimusuhin kakel."
"Kok bisa?"
Tiara mengingat-ingat kejadian itu, membuatnya kesal sendiri. "Mereka freak. Cuma perkara rok ketumpahan kuah soto, heboh banget. Mana pake acara nge-bully orang lagi. Ya aku bantu, dong. Emang sih bukan temen aku. Tapi kesel aja. Kebanyakan nonton sinetron, makanya jadi alay."
Mendengar penjelasan dari Tiara, Jaya meresponnya dengan memasang muka bangga. Ia mengacak-acak rambut Tiara secara pelan. "Pinter banget Adek Sada."
Jangan tanya bagaimana keadaan Tiara sekarang. Pipi, hidung, dan telinganya memerah. Dirinya tersipu malu.
Duduk di kursi bambu, terhembus angin segar, membuat mata Tiara sedikit mengantuk. Tapi di waktu yang bersamaan, ia kelaparan sebab tak sempat sarapan.