BRING THE KNIFE - PROLOGUE

2.7K 259 6
                                    

•••

Degup jantung yang semakin memacu cepat mengikuti ritme detik dan keringat yang mengalir disetiap tarikan nafas. Rasa sesak yang teramat dirasakan hanya untuk mengambil satu tarikan nafas, setelah hampir mati karena terus menahan nafas.

Ruangan yang gelap, hanya dihiasi cahaya remang remang dari sebuah lilin aroma berjejer di meja. Mata hazel gadis itu bergerak acak, tersirat kewaspadaan yang tinggi setiap kali matanya meneliti.

Ini gila. Lima belas menit yang lalu kawasan apertement miliknya masih aman, sampai sebuah sirine polisi dan alarm bahaya berbunyi. Entah apa yang terjadi di luar sana, yang jelas gadis itu terjebak di kamarnya dengan masih memakai kain bathrobe membalut tubuhnya. Gemetar,takut,khawatir yang dirasakan tidak dapat ditutupi lagi.

Gadis itu tersentak saat jendela kaca besar itu terbuka dengan sangat kencang menghantam dinding, bahkan mungkin kaca kaca itu pecah. Tiupan angin yang kencang mulai dirasakan gadis itu, disusul oleh bisingnya suara hujan yang deras membuat pendengarannya melemah oleh hal hal sepele.

Suara sirine dan derasnya air hujan menyatu di pendengaran gadis yang tengah meringkuk di samping ranjang.

"Kumohon tuhan...apa yang terjadi?"gumam gadis itu pelan dengan suara bergetar.

Sraak

Lalice membeku, gadis bermata bulat itu ditarik seperkian detik dengan cepat oleh sebuah tangan besar yang menggenggam tangannya.

Brak

"Akh!"Lalice merintih begitu tubuhnya dihempas begitu kuat ke dinding, tepat di samping jendela kaca yang terbuka. Dirinya bisa merasakan cipratan air hujan yang masuk di sekitar kulitnya. Matanya terbuka, ketika tatapan itu bertabrakan pada sebuah tatapan yang menatap tajam ke matanya. Dirasanya tekanan di lengan atasmya semakin menguat membuat lalice menahan sakit.

"T-tolong!...kumohon tolong aku!"

"Diam!"suara bariton terdengar seperti mendesis memenuhi pendengaran lalice. Mata lalice bergerak waspada, menatap wajah pemuda yang mengungkungnya walau hanya ada cahaya remang remang diantara mereka. "Diam dan dengarkan aku!"

Lalice kembali memberontak dengan mendorong tubuh besar itu dari hadapannya, Dan sialnya sedetik kemudian ia merasa bahwa dirinya tidak lagi memijak lantai dingin dibawahnya.

Pemuda itu menarik kedua kaki lalice agar bertaut di pinggangnya, mengangkat tubuh itu kembali bersandar di dinding. Kain yang menutupi setengah kakinya tersesiap begitu saja, mengekspos pahanya.

"Turunkan aku sialan!"pekik lalice

"Diam!"

Lalice bergetar hebat saat seseorang itu berbisik berat tepat di telinganya. Ketika lalice memejam spontan karena sebuah hidung yang mengendus perpotongan lehernya hampir membuatnya kalap. Lalice memilih berpegangan di pundak pria itu,takut takut jatuh apalagi di sampingnya adalah jendela besar yang terbuka.

Tatapan pemuda itu kembali terangkat "kau dengar sirine polisi itu? Jika mereka datang disini karena mendengar teriakan mu, kupastikan kau juga akan masuk penjara bersamaku."

"Kau mau?"tanya pria itu

Lalice menggeleng kaku, pemuda itu tersenyum menyeringai. Tangannya yang masih memegangi pinggang lalice bergerak, meremas pingggangnya.

Semua dilakukan pria itu sama sekali tidak dipedulikan lalice, yang ada di otaknya hanya mencari cara agar lari dan selamat dari apa yang terjadi dan dari pemuda di hadapannya itu. Lalice mencoba berfikir jernih, jika ia terus melawan maka akan celaka baginya. Pemuda dihadapnnya itu mulai mengeluarkan ancaman, dan terdengar tidak main main.

Lalice hanya takut jika polisi itu benar benar mengincar pemuda dihadapnnya, dan melibatkan dirinya. Padahal lalice sama sekali tidak tahu. Untuk jangka pendek, lalice mungkin akan mendengarkan pemuda itu. Demi keselamatan dirinya.

Pikirannya mulai berkelana, kejahatan apa yang di lakukan pemuda ini? Penjahat kecil kah? Atau-damn! Jika pemuda ini penjahat kecil, tidak mungkin akan menyebabkan kegaduhan sebesar ini. Karena lalice bisa mendengar begitu banyak sirine polisi, suara baling baling helikopter yang lalice pastikan lebih dari dua, belum lagi polisi yang berteriak dari bawah menggunakan pengeras suara.

Celaka

Lalice gemetar ketika bertatap mata dengan pemuda itu.

"Lepas kemejaku!"kata pemuda itu yang terdengar seperti perintah yang sama sekali tidak terbantahkan. Mata Lisa melotot tajam, Tidak terima karena perintah menjijikan itu. Namun tampaknya pemuda itu jauh lebih keras dan tidak ingin di bantah. "Kau mau mati?"

"Kau tak waras!?"desis lalice

"Cepat lapaskan atau katakan jika kau ingin mati sekarang"pungkas pemuda itu tanpa nada.

Lalice berfikir keras, tapi sesaat setelah pemuda itu mengeluarkan pisau entah darimana. Lalice menelan ludah gugup,tatapannya tampak tak main main. Akan kah dirinya mati sekarang?tuhan, jikapun dirinya harus mati tapi setidaknya jangan dengan cara seperti ini.

"Lepaskan kemejaku, dan cium aku!"
tangan pemuda itu dengan kurang ajar menyikap kain bathrobe lalice, sengaja memperlihatkan bahu kiri telanjangnya.

Ricuh polisi hampir terdengar di pendengaran mereka, mereka mendekat. Dan lalice masih belum bergeming membuat pemuda itu berdecih kesal "cepat sialan! Polisi itu akan datang, dan akan kupastikan kau ikut bersamaku. Camkan itu!"

Brakkk

Lalice menarik tengkuk pemuda itu, mencium bahkan melumat bibir pemuda dihadapnnya dengan mata memejam. Tangannya yang gemetar masih berusaha melepaskan kemeja pemuda itu sampai ia benar benar melempar asal kain itu ke sembarang arah.

"Chk, sepasang kekasih yang bercinta di tengah keributan. Anak muda jaman sekarang tidak punya adab!"

"Serius?"

"Ya, periksa di tempat lain. Ayo pergi!"

Dalam ciuman, samar samar pemuda itu menajamkan pendengarannya. Rencana ini berhasil, tapi dirinya masih kalut karena seseorang yang harusnya telah mengeluarkannya dari situasi semacam ini sudah tiba. Tapi sial, orang itu meminta untuk sebuah hukuman. Keterlambatan yang di benci.

Masih dengan aktingnya, pemuda itu membuka matanya. Diam diam mencari tahu apakah dua polisi itu masih ada disana atau tidak.

Dorr Dorr!

Dua polisi yang baru salah melangkah dari pintu itu terkapar dengan darah dimana mana. Lalice yang tersentak kaget spontan menggit bibir pemuda itu dan menekan tangannnya di pundak pemuda dihadapnnya. Pangutan terlepas, pemuda itu memaksakannya.

"Cepatlah! Kita tidak memiliki banyak waktu, maaf datang terlambat!"teriak seseorang pemuda di atas helikopter yang mungkin berhasil dibajak.

Pemuda itu mengangguk dengan rahang yang tegas, ketika lalice merasa tubuhnya kembali memijak lantai jantungnya seakan ikut turun. Jatung lalice berdegup kencang begitu mengetahui siapa pemuda dihadapannya, kakinya melemas. Keringan ketakutan yang dirasakan berubah menjadi keringat dingin.

Pemuda itu menatap lalice sebentar sebelum akhirnya berkata "lusa temui aku di perpustakaan kampus! Dan aku tidak akan membunuhmu, karena aku yakin kau gadis yang bisa menutup mulut right?"

Lalice diam tak bergeming, sampi ketika ia merasakan sebuah kecupan di ujung bibirnya "breathe baby cat!"

Pemuda itu naik ke pembatas jendela dan melompat begitu saja saat temannya meraih pemuda itu untuk naik ke dalam helikopter. Bahkan pemuda itu sama sekali tidak berbalik untuk menatap lalice atau sekedar berterima kasih.

Tangan lalice terkepal, menatap tajam pemuda yang sudah menjauh di udara sana. Tangannya menarik bathrobe yang hampir menelanjangi tubuh bagian atasnya."Sialan kau-"

"- Jack Hall Miller!"

BRING THE KNIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang