Lalice duduk terdiam di sofa abu itu sambil memperhatikan ketenangan seorang Jackie yang sibuk pada televisi. Sesekali bibirnya terbuka, mencibir ketenangan Jack setelah apa yang dilakukan. Namun sekali lagi, ketengan yang hampir lalice dapat langsung hilang begitu pria itu memergokinya tengah memperhatikannya dalam diam.
Seketika lalice memberikan tatapan sengit seperti biasa, merasa tidak memperbolehkan Jack memiliki kesempatan untuk menggodannya.
Ia menoleh ke sembarang arah, memperhatikan hutan lebat dibalik dinding kaca itu dalam diam. Menerawang jauh kedalam hutan lebat disana, well rumah di tengah hutan yang tenang. Setidaknya masih ada ketenangan dibalik semua kegilaan ini.
"Jika alasan di balik tingkahmu itu adalah selesainya masalah ini, lebih baik datangi kantor polisi dan berikan tanganmu untuk diborgol dengan suka rela"
Lalice sama sekali tidak berniat menoleh, melainkan hanya terus mengumpat dalam hati.
Ia tidak pernah menyangka jika Jack benar benar segila ini, mungkin ada bagusnya masalah itu selesai. Tapi bukan cara ini yang lalice inginkan, Tampa sengaja untuk kesekian kali lalice dibuat bungkam tentang semua masalah ini. Kebohongan yang ditutupi dengan kebohongan.
"Aku mau pulang."pungkas lalice
Mungkin Jack sudah bosan mendengarnya, mengingat lalice telah mengatakannya entah untuk yang keberapa kali. Namun apa boleh buat? Lalice sangat sadar resiko berlama lama disini dengan Jack, mungkin akan menambah masalah yang semakin besar.
Terlebih dirinya telah menyaksikan secara langsung, kekuasan Jack yang dengan mudah melakukan apapun. Tentu lalice sedikit gentar dengan satu fakta itu, dirinya tidak bisa menyangkal.
"Jack, pernah kah berfikir keaadan orang itu? Aku?"lalice membalikan tubuhnya untuk menatap Jack di sana. Merasa banyak yang harus di luruskan, dan lalice sama sekali sudah tidak tahan.
"Menurutmu aku mau repot repot memikirkan orang lain?"
Lalice memejam sejenak, merasa emosinya di tekan habis habisan. Tidak kah pria itu mengerti sedikit saja? Lalice sedang berusaha berbicara serius untuk menyelesaikan segalanya.
Sabar, mungkin satu kata itu yang hanya bisa lalice bisikan untuk dirinya sendiri. "Kau fikir dengan mengobarkan orang lain semuanya akan selesai?"
"Memang selesai."
"Tidak Jack. Justru semuanya bertambah berat untukku, kau tau? Tahu seseorang itu dirimu ia menjadikan orang lain sebagai korban. Dan lagi lagi aku mengetahui kebejatanmu"
Jack tidak bisa menampik. Benar, semua yang dikatakan lalice memang benar. Untuk apa lagi dirinya menyangkal?
Sebenarnya prepensi lalice benar benar menyusahkan. Terkadang wanita keras ini bersikap seperti orang suci, dan itu benar benar menyusahkan Jack. Haruskah Jack menerima saran Jeo? Membunuh wanita di sampingnya itu? Ia sadar, ternyata membawa lalice kedalam lingkaran ini tidak mudah. terlebih lalice adalah wanita yang tergolong sulit di kendalikan.
"Semuanya selesai, apa lagi?"
Lalice berdecih lelah "bagaimana bisa kau melimpahkan semua ini pada orang itu ha? Kau mengorbankan orang yang tidak bersa—"
"—shut up!"
Tubuh ringkih lalice tersentak, begitu rungunya mendengar bentakan keras yang berhasil membuat sekujur tubuhnya mematung.
"Kau terlalu banyak bicara! Kau lihat kegilaan yang kulakukan? Dan sekarang pikirkan hal gila yang akan aku lakukan padamu? Lalice, aku tidak suka kau banyak bicara. Memuakan"pungkas Jack menatap lawan bicaranya dengan tajam dan sengit.

KAMU SEDANG MEMBACA
BRING THE KNIFE
FanfictionMalam itu saat dua insan di pertemukan, keduanya berakhir dalam sebuah kenikmatan yang berujung berantakan. lalice dan jack adalah dua manusia dengan watak sombong dan ambisius terhadap satu sama lain. Enam bulan lalu mereka bertemu dalam satu malam...