BRING THE KNIFE | PART 8 - DAMN!

1.1K 160 4
                                    

Pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu itu langsung menggernyit begitu mendapati prepensi seorang pria muda dengan di hadapannya. Pandangannya mengedar ke seluruh pekarangan rumahnya, lalu kembali menatap pria muda itu lagi.

"Albert?"seru nya agak bingung.

Ya, Albert. Tentu saja dia adalah polisi yang mendatangi lalice beberapa waktu lalu, dan tentu saja John mengenal dirinya.

Hanya saja tujuan Albert mendatangi kediamannya belum bisa di tebak oleh John, karena biasanya pria itu akan menghubungi nya dulu sebelum bertemu. John mempersilah kan Albert masuk, segera membawanya ke sebuah sofa nyaman di tengah tengah ruangan.

"Seperti biasanya kau menghubungi ku Albert, kali ini tidak?"

"Ini tidak di sengaja"

John menggernyit heran. Berbeda dengan Albert yang tampak lebih kebingungan darinya, karena sedari tadi mata pria itu terus saja berkeliaran. Apa yang dia cari?

Beberapa menit mereka terdiam, John memilih enggan bertanya. Sedangkan Albert tampaknya masih bergerak aneh di sebrang sana, sampai sampai John harus berdecak tidak nyaman karena merasa gerakan gerakan Albert membuatnya terganggu.

John menghela nafas "kau mencari apa sebenarnya Albert? Ingin mencuri di rumah ku?"

Gelengan kecil dilakukan Albert "tidak"

"Lalu?"

"Sebenarnya aku mencari lalice."katanya setelah sekian lama membuat John akhirnya menahan nafas sangkin kesal.

"Putri ku di apertemnnya, lagi pula untuk apa kau mencarinya? Kau tidak memiliki pekerjaan lain?"cecar John.

"Tidak ada. Aku sudah pergi ke apertemnnya, lalu seorang wanita dari unit yang sama berkata lalice tidak pulang sejak pergi ke kampus kemarin"jelas Albert dengan sedikit terburu buru. Well, mungkin ini insting seorang teman masa kecil.

John menggernyit, tak lama setelahnya ia meraih ponsel miliknya dari dalam saku celana yang ia pakai. Mengetikan sesuatu sebelum menempelkan benda pipih itu ke daun telinganya.

Nihil.

Bukan sekali dua kali John mengotak atik ponselnya lalu menempelkannya ke daun telinga, namun berulang kali. Albert menghela nafas berat, tampak nya lalice tidak mengangkat telpon dari ayahnya sendiri atau mungkin ponsel lalice tidak bisa di hubungi.

"Tidak di angkat"keluh John

"Dimana anak itu? Kenapa tidak pulang sejak kemarin? Lalu kenapa dia tidak mengangkat telpon dari ayahnya sendiri? Lalice kau benar benar!"

John menatap Albert lekat "kau tahu? Kau dan Putri ku hanya teman masa kecil."



"Sial"lalice mengumpat di sela sela nafas yang tak beraturan. Dadanya naik turun serta keringat yang mengalir di pelipisnya membuat wanita itu mendesah tertahan menikmati pelepasan yang baru saja ia dapatkan.

Di samping nya, walau dengan kondisj yang sama nyatanya Jack masih betah mengecup pundak lalice berkali kali sejak dua menit yang lalu. Mempertahankan tubuh kecil itu dalam jangkauannya tanpa memberi celah sedikitpun.

Jack menatap wajah lalice yang terlihat memerah, damn! Wanita ini cantik sekali bahkan dalam keadaan berantakan. Lagi lagi Jungkook mendekatkan wajahnya ke perpotongan leher wanita itu, membubuhkan kecupan kecupan panas di area itu.

"Sial lalice!"

"Tidak! Atau aku akan membunuh mu!"seru lalice menahan pergerakan Jack yang hendak berniat mengambil bungkusan pengaman lainnya di atas nakas.

Sungguh lalice lelah, pria itu menggagahinya tanpa henti dan sialnya lalice harus kelimpungan atas desakan kenikmatan yang di berikan Jack kepadanya. Lalice sangat membenci fakta bahwa dirinya menyukai sentuhan sentuhan Jack kepadanya, tapi sial dirinya tidak bisa menampik.

Rasa benci dan kekesalannya tiba tiba lenyap begitu pria itu menyatukan belah bibir keduanya. Harusnya lalice gila saja! Bagaimana dirinya bisa lupa fakta bahwa pria yang menggagahinya itu adalah pria yang menyeret dirinya ke sebuah masalah besar. Lebih tepatnya kriminal.

Oh tuhan, tidak bisakah kau menghapus birahi lalice ketika bersama Jack?

Jack kembali menaruh bungkusan pengaman yang tadinya ingin ia pakai kembali. Pria itu tersenyum mengejek "membunuh ku? Lihat kondisimu baby cat, kau masih lemas setelah percintaan kita."

"Diam sialan"

"Tidak bisa kah kau berhenti mengumpat?"Jack memperhatikan bibir pink yang sedikit membengkak itu, sial! Bagaimana dirinya bisa menahan untuk tidak memakan bibir gadis itu!? Helaan nafas berat terdengar "jangan mengumpat, atau aku akan memakan bibir mu!"

Lalice tidak mengindahkan sama sekali perkataan penuh peringatan yang baru saja Jack katakan padanya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah bagai mana cara dirinya pulang, dan mengatasi tubuhnya yang terasa lemas.

Astaga, sebenarnya berapa jam pria itu memperkosanya? Kenapa rasanya lalice sangat lemas dan tak memiliki sama sekali niat untuk beranjak dari ranjang sialan ini.

"Jack!"protes lalice megitu merasa sebuah tekstur basah menjilat dan mengecup tulang selangka hingga ke pipinya dengan panas.

Bukannya berhenti, Jack justru semakin gencar dengan menggunakan tangannya untuk mengusap sisi pinggang lalice sehingga gadis itu mengeluh untuk yang kesekian kali. Jack bangkit, mengungkung tubuh lalice,lagi.  Mencium bibir penuh itu dengan tidak sabar, sedangkan pinggangnya menggesek bagian intim keduanya secara perlahan.

"Eunghh"lalice meremas bisep jack menyalurkan rasa nikmat yang lagi lagi diberikan kepadanya. Namun ketika tangan kekar Jack hendak meraih bungkus pengaman untuk yang kesekian kali, pengganggu muncul.

Drttt drttt

Jack menggeram kesal begitu mendengar dering ponsel lalice untuk yang kesekian kali. Tentu saja, saat mereka bercinta tadi pun ponsel itu terus saja berdering tanpa henti.

Lalice mendorong tubuh Jack dari atasnya, namun pria itu tidak mau bergeming sedikit pun. Pria ini benar benar keras kepala, batu, dan brengsek. Masa bodo, tangan lalice terukur meraih ponselnya yang tak lagi berdering.

Baru membuka locksren ponselnya sudah lebih dulu di rebut oleh Jack dengan paksa.

"Kembalikan!"pekik lalice

"Tidak, aku belum selesai!"sentak Jack tak kalah keras.

"Kau gila?!"

Oh tuhan! Manusia macam apa Jack ini, setelah pa yang dia lakukan dengan berani pria itu berkata belum selesai! Bipolar! Lalice benar benar tergiur untuk membunuh Jack saat ini juga.

Lalice berdecak "berikan! Setelah itu aku janji kau boleh apakan saja tubuh ku. Sekarang biar kan aku bicara dengan Dady ku"

"Tidak, Ucapan wanita tidak bisa di percaya."

"Jack, aku bersumpah!"

"Hari hati dengan sumpah mu sayang."Jack menyeringai sembari kembali memberikan ponsel milik lalice kambli. Tentu saja suatu hal yang harus membuat lalice menggernyit tak mengerti.

Tanpa pikir panjang lalice segera menelpon john kembali, tak butuh waktu lama telfon itu sudah terhubung dengan orang di sebrang sana.

"Halo—damn!"

•••••

To be continued

BRING THE KNIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang