Berdiri kaku di ambang pintu sambil menelan ludah kasar yang hanya bisa lakukan lalice, matanya terangkat untuk menatap sebuah objek yang sama sekali tak diharapkan olehnya untuk berkunjung ke apertement nya. Diam diam lalice terus mengumpat dalam hati, entah apa lagi yang bisa ia lakukan.
Dihadapnnya, lima orang berpakaian seorang polisi berdiri tegap di depan pintu apertement lalice. Sungguh! Lalice sama sekali tidak mengharapkan tamu seperti ini. Maksudnya, jika bisa untuk tidak dikunjungi oleh polisi kenapa tidak? Toh lalice adalah seorang warga sipil yang bersikap baik di dalam lingkungan sekitarnya.
Ah, sebelum munculnya Jack Hall Miller.
Lalice meringis begitu menyadari sekarang ia bukan lah warga sipil yang baik disini, oh ayolah! Jack memang membawa sial ke dalam kehidupan lalice mulai hari itu. Dari pada tidak mengharapkan kehadiran seorang polisi, lalice lebih tidak mengharapkan kehadiran pemuda sombong itu di dalam hidupnya.
Ia tersenyum kaku "maaf, ada yang bisa ku bantu?"
Kelima polisi itu sempat terkecoh sebenarnya, jangan bercanda! Siapa yang tidak terkecoh dengan penampilan seorang bidadari yang muncul dari balik pintu itu.
Salah satu polisi yang berada di barisan paling depan itu berdehem sambil tersenyum tipis "kau Lalice Manon?" Sebuah pertanyaan yang spontan langsung di balas anggukan oleh lalice."Bisa kami minta waktumu sebentar?"
Tidak.
Sial. Lalice sangat ingin berteriak di depan lima orang itu, tapi jangan gila! Beruntungnya lalice masih berpijak pada kewarasannya, mengalahkan segala rasa gemetar yang melanda persendian kakinya.
Ditatapnya polisi itu "tentu saja."
Mendapat respon positif tentu saja polisi itu kembali menyunggingkan senyuman "sebelumnya, nama ku Noah Albert."
Lalice menggernyit, sedikit tidak mengerti dengan motif pria di hadapannya. Haruskan lalice peduli dengan nama polisi itu?
Jika di perhatikan lagi, manik biru pria yang katanya bernama Noah itu sedikit membuat lalice terpaku untuk beberapa saat. Well, pemilik mata biru bukan Noah saja tentunya! Pria itu bukan satu satunya, tapi terus terang aja lalice merasa heran. Kenapa Noah menatapnya dengan begitu intens? Atau pernah kah mereka bertemu sebelumnya?
Rasanya lalice tidak pernah bertemu dengan polisi seumuran Noah, kendati sang ayah adalah seorang pengacara. No, tidak mungkin Noah pernah jadi teman minumnya di club. Dia polisi right?
"Hey, haruskah membicarakannya di sini?"tanya Noah berhasil membuyarkan lamunan gadis bermata hazel itu.
Lalice tersenyum canggung
Dengan kikuk tangannya terangkat, mempersilahkan kelima orang itu masuk. "Di dalam saja."
Kelimanya mengangguk, memasuki apertement lalice yang terbilang cukup luas. Unit yang digadang gadang saksi dimana kaburnya seorang penjahat seminggu yang lalu.
"To the point saja, mengenai LuxAtlantik attack kau tidak mengetahui apapun? Seorang penghuni gedung ini, tepatnya seseorang yang tinggal di lantai yang sama denganmu berkata bahwa kau sendiri yang keluar paling akhir di gedung ini?"
Tubuh lalice menegang. Haruskah ia memberitahu segalanya kepada mereka? Tentang malam itu? Jujur saja lalice mulai muak dengan tingkah laku Jack. Ternyata pria itu menepati kata katanya soal 'mengawasi'. Entah sejak kapan di mulai, tapi lalice menyadari beberapa orang yang tampak memantaunya dari kejauhan. Perihal Jack, pria itu tidak menganggu lalice secara personal. Benar, tapi pengawasan itu benar benar membuat lalice muak.
Namun tindakan yang dilakukan lalice berbanding terbalik dengan isi hatinya. Gila, lalice gila. Bagaimana bisa dirinya menggeleng polos seperti gadis cupu yang tak tahu menahu soal apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRING THE KNIFE
FanfictionMalam itu saat dua insan di pertemukan, keduanya berakhir dalam sebuah kenikmatan yang berujung berantakan. lalice dan jack adalah dua manusia dengan watak sombong dan ambisius terhadap satu sama lain. Enam bulan lalu mereka bertemu dalam satu malam...