1|| nama.

2 1 0
                                    

Alunan musik Pop dengan volume di atas rata rata mengisi penuh ruang di pinggir jalan. Suara instrumen musik yang terdengar berani semakin terdengar di telinganya yang berjalan semakin dekat ke tempat itu, diiringi suara hentakan ujung hak menyentuh dasar. Tidak ada penjaga di pintu berarti siapa pun boleh masuk. Wanita itu mendorong pintu dengan tangan kanannya cukup kuat sebab pintu yang berat.

Pertunjukan dance hiphop.

Menarik.

Matanya langsung melihat objek penonton yang meriah juga sorak-sorakan yang mampu membangkitkan semangat mereka yang sedang menampilkan beberapa kemampuan mereka secara bergantian. Lampu sorot berwarna warni mengitari ruangan secara asal. Bersender di tembok dengan tangan ia lipat, tidak ingin bergabung dengan mereka yang risuh di depannya, penonton. Lewat lacamata hitamnya ia melihat battle antara dua kelompok.

Penampilan ditutup dengan tampilan akhir dari setiap kelompok yang diduga adalah yang paling unggul dari setiap kelompok. Hanna bisa melihat dari bagaimana gaya mereka menari yang berbeda dari yang sebelum sebelumnya. Penampilan mereka ditutup dengan suara dentuman yang keras sangat pas dengan cara mereka mengakhiri tarian mereka. Sorak-sorak juga siulan terdengar mengalahkan suara keras musik tadi. Setiap kelompok saling memuji satu sama lain dengan menggoda, saling menepuk punggung, tersenyum lebar puas dengan tampilan grup mereka.

Mata Hanna bertemu dengan salah satu dari mereka. Tidak ingat kapan dia tampil tadi. Penari itu tersenyum padanya. Hanna membalas senyuman itu dengan menyungging sebelah bibir merahnya naik, lalu keluar dari tempat itu lebih cepat dari penonton yang lain.

=

Hanna mengeluarkan sesuatu dari saku celana kulitnya, lalu mematik korek api mendekatkan ujung batang rokok ke api dan menghisapnya. Larut malam yang biasa saja, tidak banyak bintang yang bersinar di atas, bisa jadi karena udara yang tercemar salah satunya asap rokok. Mungkin asap satu batang rokok tidak seberapa, tapi melihat dari jumlah orang yang merokok di seluruh dunia itu memungkinkan. Hanna salah satu dari mereka.

Pelayan restoran datang berdiri di dekat Hanna sambil memegang buku catatan menu dan pulpen di tangannya siap untuk mencatat semua makanan yang akan disebutkan oleh wanita yang sedang merokok di depannya. Hanna memilih tempat outdoor jadi tidak masalah dia mau merokok berapa banyak disana.

"Aku lagi nunggu seseorang, nanti saja pesannya." Berbicara tanpa memandang si pelayan. Lalu pelayan itu langsung pergi dengan kertas kosong di tangannya. Sebenarnya Hanna sedang tidak menunggu seseorang, itu hanya alasan semata agar dia tidak pesan makanan di restoran. Hanya menumpang merokok disini, kalau sudah selesai dia langsung pergi tanpa memesan.

Hanna menghela napas dalam lalu menghebuskannya bersamaan dengan asap rokok yang keluar. "Permisi." Seseorang datang menghampiri sedikit membungkuk sopan. "Kursinya kosong kah?"

"Kosong. Duduk saja kalau kau mau." Kata Hanna mempersilahkan orang itu duduk di kursi depannya. Menghisap rokok sekali lagi. "Apa kau keberatan aku merokok di depanmu?"

"Tidak apa apa. Silahkan."

"Kau merokok juga?"

"Tidak." Hanna menjatuhkan rokok yang ada di tangannya lalu menginjak rokok itu sampai gepeng. "Hey! Aku tidak keberatan sama sekali kok. Sungguh!"

Hanna menyenderkan badannya dan melipat tangannya sambil berkata, "Aku yang keberatan." Hanna memandangi pemuda yang ada di depannya. Tampak tak asing. "Kau yang ada di kontes dance itu ya?"

"Ah, iya. Itu aku." Dia terkekeh malu, mengusap kepala belakangnya canggung. Dia yang tadi tersenyum padanya.

"Kau penari yang hebat." Walau sejujurnya Hanna tidak tahu kapan anak di depannya tampil tadi. Lalu pelayan tadi datang lagi dan menanyakan menu apa yang akan di pesan kepada mereka.

"Maaf, Mbak. Kita hanya sebentar saja disini dan pergi." Katanya. Terlihat kejam tapi itu memang benar adanya. Lalu pelayan tersebut pergi dengan sedikit emosi karena mereka tidak pesan apa pun dan hanya menumpang duduk saja. Hanna menyunggingkan senyuman kepada dia yang tadi menolak memesan makanan.

Tidak ada angin malam, sepi karena sudah larut malam, restoran di dalam gang yang mereka kunjungi, bertemu dengan tidak sengaja juga sengaja, lampu pink dan ungu menerangi restoran ini menjadi karakteristik yang unik dan dipandang beda. Penari hebat yang tidak tahu ingin mengobrol apa dan wanita serba hitam menunggu penari itu angkat bicara dengan angkuh.

"Namamu."

"Apa?"

"Siapa namamu."

"Aku tidak mau memberitahumu namaku."

"Kenapa?"

Hanna tersenyum. "Kau tidak perlu tahu namaku hanya karena sekali pertemuan saja."

"Jadi maksudmu, kita tidak akan bertemu lagi?" Penari itu menatap mata Hanna dengan ragu.

"Sepertinya begitu." Mereka bertatapan, dengan sorot yang berbeda. Penari yang duduk di depan Hanna melihatnya penuh harap, sedangkan Hanna sendiri menatapnya biasa. Lalu Hanna mengangkat bokongnya dari kursi dan berdiri. "Aku pergi dulu." Berjalan melewatinya.

Lalu kembali. "Kalau kau tetap ingin tahu siapa namaku, datang padaku besok."

"Dimana?" Dia menoleh ke belakang berharap dibalas pertanyaannya dan menyebut suatu tempat atau waktu namun wanita yang ia jumpai di kontes dance tadi hanya berjalan, tidak membalasnya juga tidak menoleh ke arahnya sama sekali.

"Dimana?" Dia menoleh ke belakang berharap dibalas pertanyaannya dan menyebut suatu tempat atau waktu namun wanita yang ia jumpai di kontes dance tadi hanya berjalan, tidak membalasnya juga tidak menoleh ke arahnya sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
cigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang