Musim Dingin Seoul

252 56 18
                                    

Kyungsoo merapikan meja, membawa jas mahal dan harum itu dalam pelukannya. Dia bergegas menuju ruangan lain di sebelah dapur dimana tersusun banyak loker yang menyimpan pakaian dan barang para pekerja di sana.

Kafe ini cukup besar dan terkenal di Seoul. Dia sangat beruntung pemiliknya begitu baik hati saat menerimanya dalam keadaan sulit. Meski dia malu mengingat pertama kali menginjakkan kaki di kafe ini, rambutnya terikat, dan sepatu lusuh itu membuat dia terlihat menyedihkan.

Dia merasa Tuhan masih menyayanginya di antara kehidupannya yang sulit. Tanpa orangtua, bekerja keras, dan diusir bibinya. Kyungsoo membutuhkan uang untuk hidup, tak ada lagi mimpi yang bisa dikejarnya, dia hanya butuh makanan dan uang sewa flat lusuh di pinggiran kota besar ini.

Kyungsoo mendadak sedih mengingat itu, kemudian menarik napas panjang, melepaskan pakaian kerjanya, dan bersiap menuju perusahaan itu.

"Ada tugas lain?"

Kyungsoo mengangguk, menunjukkan jas itu.

"Wah, sepertinya kau harus naik taksi untuk itu, Soo."

"Kuharap aku bisa berhemat, tapi hujan benar-benar menyulitkan."

"Mintalah ongkos ke bos, aku pergi dulu."

Mana berani dia?

Kyungsoo hanya pasrah, melipat jas itu serapih mungkin, dan memasukkannya ke sebuah kantong kertas yang dia dapatkan di sebelah lokernya.

Kyungsoo berjalan menggunakan sepatu yang sama seperti saat dia melamar posisi pelayan di sini. Sedikit merasa kurang percaya diri karena dia akan mengunjungi perusahaan besar itu. Mencari tahu dimana dia harus memulai perjalanannya. Menggunakan taksi akan benar-benar membuatnya kelaparan malam ini.

Dia mengambil payung di sebuah keranjang dekat pintu masuk, kemudian sambil melihat informasi di ponselnya, dia segera melangkahkan kaki secepat mungkin karena angin tiba-tiba menghembuskan hujan deras itu.

"Oh Ya Tuhan, jangan buat hujan membasahi jas ini."

Dia berlari kecil dan sampai di halte. Duduk kebingungan, kemudian meyakinkan dirinya takkan tersesat, semenit kemudian bus datang, dia segera berlari mencoba menghindari hujan, memeluk kantong itu dengan erat, dan payungnya yang menggantung di lengan kanan.

Dia menempelkan kartu untuk membayar dan memberi salam kepada supir bus yang nampak kelelahan.

Hujan mereda sedikit dalam perjalanannya. Dua halte lagi dan dia harus berganti bus.

Keadaan di jalanan menjadi sangat khas. Orang-orang berjalan dengan payung mereka, gedung-gedung yang terlihat licin karena air hujan, dan mobil-mobil yang tak terlalu banyak. Kyungsoo memandangi langit yang abu-abu, menikmati dinginnya Kota Seoul dengan nyaman meski dia hanya menggunakan sweater tipis milik mendiang Ibunya.

Halte kedua telah terlihat, dia segera menekan bel, dan tergesa-gesa turun. Dia harus menaiki bus lain untuk memutar arah ke Selatan, jarak perusahaan itu lumayan jauh dari kafe jika menggunakan bus, meski cukup dekat dengan mobil.

Kyungsoo menunggu bus itu datang, memainkan kartu nama itu, di sana dia membayangkan, seandainya dia memiliki nasib yang bagus, menjadi seorang yang sukses dan kaya raya. Dia tertawa geli saat pikiran itu datang, kemudian menggeleng dan mengucap syukur.

Bus lain datang, dia segera menaikinya, sekitar 8 kilometer lagi, dia akan sampai di sana.

Kyungsoo hampir tertidur karena jarak itu cukup jauh dan suasana bus yang sepi membuatnya nyaman untuk menutup mata. Dia mencoba bertahan untuk tetap terjaga, khawatir dia akan melewatkan halte. Setelah, melewati setengah jam terdiam di bus itu, Kyungsoo menatap ke arah berlawanan, di sebelah kananya, di sana berdiri kokoh sebuah gedung pencakar langit, sangat jelas dengan tulisan J One Holdings di bagian atas, terlihat keren.

Mr. KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang