duapuluh satu juni

0 1 0
                                    

saat itu sabtu pagi bulan ke tujuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

saat itu sabtu pagi bulan ke tujuh. pukul sembilan lewat duapuluh, kamu berkunjung ke rumahku dengan kedua orangtuamu.

aku sempat terkejut. ternyata ini maksud dari pesan semalam yang kamu kirimkan kepadaku.

besok, ayah sama ibu
ada di rumah tidak?

ada, kebetulan besok mereka
libur satu minggu. ada apa?

tidak, hanya bertanya saja.
besok aku ke rumah ya?

datang saja tidak apa-apa.

kira-kira seperti itu obrolan kita kemarin malam.

saat kedua orangtuamu melangkah masuk, aku langsung mempersilakan mereka untuk duduk. sementara di luar, kamu masih sibuk merapikan rambut.

aku bergegas memanggil kedua orangtuaku untuk menemui keluargamu. ayah ibuku juga terkejut sepertiku. tetapi ayah langsung menyambut mereka dengan ramah bak tamu dari jauh.

nduk, bantuin ibu bikin minum dulu yuk.

aku langsung menyusul ibu ke arah dapur. sayup-sayup aku mendengar kalimat yang membuat disfungsi tubuhku. seakan enggan digerakkan, karena terkejut akan apa yang papamu utarakan.

tetapi untungnya ibu segera menyadarkanku dan mengajak untuk segera ke ruang tamu. sampai sana, ayah langsung bertanya padaku.

jadi, gimana nduk? kamu mau apa ndak?

sebenarnya aku sudah tahu kalau ayah akan menanyakan hal ini kepadaku. tetapi seakan mengerti rasa keterkejutanku, bapak langsung berkata lagi.

gini loh, kamu ditembung buat jadi mantu sama keluarganya mas mu ini. ayah ditanya ya ndak tau mau jawab apa. kalau ayah kan ngikut jawabanmu, misal kamu mau ya ayah oke. tapi kalau kamu nolak ya ndak apa-apa.

demi tuhan, rasanya ingin menghilang saat itu juga. dari tempatku duduk, aku melihatmu tersenyum kaku di ujung sofa. semua orang seperti sedang menunggu jawaban yang akan aku berikan. tiba-tiba suara ibu membuyarkan lamunan.

jadi gimana nduk? mau apa enggak? kasian lho, udah pada nunggu gini.

aku menoleh kearah ayah yang juga sedang menatapku. beliau mengangguk seakan meyakinkanku. maka, tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi, dengan segenap keyakinanku, aku mengangguk sebagai jawaban atas lamaranmu.

semua orang di ruang tamu --termasuk kamu, langsung tersenyum lebar.

jadi, gimana mas? mau tanggal berapa?

ayah bertanya lagi, kali ini kepadamu.

kalau bisa, lebih cepat lebih baik, yah. tanggal duapuluh satu bulan enam.

tentang kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang