XXIV. Itu Aku

620 122 131
                                    





📙
-minta komennya yang banyak, boleh ya?
Aku lagi kesepian ehehe... 😄-

 😄-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Malam sampai pada puncaknya ketika langit kembali menangis. Suhu menurun semakin drastis dan udara semakin menebal dengan dingin. Ini adalah jenis rasa dingin yang menembus ke dalam tulang-tulang. Dingin yang seolah menjadikan raga sebagai pintu masuk yang dibiarkan terbuka lebar untuk angin sedingin es.


Langit menggulung selimut awan warna abu-abu basah, tidak ada sang ratu malam maupun prajuritnya yang berjaga. Sepertinya mereka tengah enggan bertarung dengan drama kelam yang disajikan alam kali ini.


Berada di dalam rumah, berselimut tebal, dan bercumbu dengan lelap adalah sesuatu yang sangat diimpikan oleh setiap orang saat ini. Tetapi bagi Jaemin, satu-satunya hal yang harus dilakukannya adalah terus bergerak, berjalan; terus mengais kehangatan.


"Hh..." Segaris uap panas berhembus keluar seiring helaan nafas berat dari bibir Jaemin.


Dia tidak tahu kenapa dia bisa seperti ini; melarikan diri dari rumah begitu saja tanpa memikirkan sebab akibatnya.


Dia tidak tahu kenapa hatinya bisa sesakit ini; seolah ada tangan ajaib yang menembus dadanya dan meremas hatinya kuat-kuat sampai luluh lantak.


Dan dia sama sekali tidak tahu ke mana lagi langkahnya harus menuju setelah ini; hampir tiga puluh menit ia berhenti, duduk terdiam di sebuah halte bus sepi.


Di satu sisi, ia sangat menyesal sudah bersikap kurang ajar kepada kedua orang tuanya tadi. Tetapi di sisi lainnya, ia merasa kalau apa yang dilakukannya tadi mungkin bisa membuat kedua orang tuanya itu sadar kalau dia juga membutuhkan lebih dari sekadar 'tanggungan kepada seorang anak'.


Hujan yang semakin deras membuat Jaemin kembali bergerak; berusaha mencipta kehangatan dari selembar jaket tipis yang membalut tubuhnya saat ini.


Ada keinginan untuk mengharmonisasi tangisan langit, tetapi dalam hati ia menegaskan diri kalau dia adalah seorang lelaki dan sudah seharusnya untuk tidak mudah merobek harga diri begitu saja dengan air matanya.


Lama menghabiskan waktu untuk merenung, Jaemin akhirnya memutuskan untuk mencari tempat singgah yang cukup layak untuknya melewati separuh malam.


"Apa yang bisa kulakukan dengan uang lima ribu won?" Semangatnya sontak berguguran ketika realita kembali menghantam dengan keras.


"Untuk pergi ke jimjilbang saja aku harus membayar delapan ribu won..."


The Chronicles of A Boy : The Living RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang