I. Janji

4K 267 90
                                    




📙









Pagi ini kota Seoul ditutupi oleh selimut putih alami yang terus bertambah tebal seiringnya serpihan berwarna serupa turun dari angkasa.


Orang-orang dengan masing-masing kesibukan, harus bergelut dengan suhu mencapai -7° C. Jaket padding tebal dan sarung tangan menjadi aksesoris wajib dan bukan lagi sebagai hiasan.


Dan jika di luar sana berselimut putih dengan dinginnya hari, maka di sini, di dalam ruang tengah kediaman kecil Lee, Jeno dan Jisung tengah berselimut putih dengan kehangatan.


Keduanya sedang melakukan ritual rutin selepas sang Kapten pergi bekerja; merebahkan diri di karpet, bermalas-malasan di depan televisi sampai salah satunya merasa bosan.


Tetapi sepertinya bosan tidak hadir kali ini, karena sejak dimulainya ritual mereka satu jam yang lalu, sampai sekarang keduanya tetap berada di posisi masing-masing.


Jeno berbaring tengkurap di karpet, hampir tertidur pulas, dan Jisung yang mendusal di ketiaknya, bernyanyi lagu soundtrack Spongebob berulang kali tanpa jeda, sesekali terselip adlib lagu nununana di antara liriknya.


Mereka terus begitu tanpa ada keinginan melakukan sesuatu sampai ponsel Jeno berdering dan Jisung dengan sergap mengambilnya dari atas bufet televisi.


"Hmm..." gumam Jeno, setelah melihat siapa yang meneleponnya.


"Hmm..." gumamnya lagi, seraya bangkit duduk dan mengacak rambutnya yang sudah seperti sarang burung gelatik.


"Iya, Mi..." balasnya sambil melirik si Jagoan, yang sedang memainkan bulu rambut di kakinya. "Iya, habis ini—shh! Sakit, Kak!" Ia meringis kesakitan, mendelik pada Jisung yang baru saja menarik selembar rambut di kakinya itu.


"Eum, nanti Pipi jemput ya, Mi. Euumm... saranghae, bogoshipooo..."


Jeno menyimpan ponselnya di atas sofa, kembali menatap si Jagoan yang kini berpura-pura tidak bersalah dengan menirukan tarian Squidward yang pernah dia lihat sebelumnya.


"Kenapa buku kaki Pipinya dicabut, hayo?" tanya Jeno, menarik Jisung lalu menimangnya di pangkuan.


Yang ditanya terkekeh geli. "Emessshh~" jawabnya di sela kekehan.


"Gemes kok sama bulu kakinya Pipi? Kok ya aneh-aneh saja."


"Piiii~"


"Eum?"


"Jwi minta uwang~"


Jeno menuding hidung Jisung. "Untuk apa, hayo?"


"Uwat beyi kaltu powel lenjel!"


"Heeee, kartunya Kakak sudah banyak. Kan, selalu dikasih sama Uchan Hyung."


Jisung terdiam, memainkan bibirnya dengan jari telunjuknya. "Uwat masup di ceyengan abbi, Piiii~"


"Hmm..." Jeno berpikir sejenak, mencari ide lalu ia tersenyum lebar. "Bantu Pipi dulu, oke, Boss?"


"Amu apaaa?"


Jeno menurunkan Jisung dari pangkuannya seraya kembali merebahkan diri, mepet ke dinding. "Naik sini, Kak. Pipinya diinjak-injak sebentar," pintanya, menyuruh Jisung naik ke punggungnya.


"Anti Pipi akit ndeee~"


"Tidak, tidak sakit. Justru sekarang punggungnya Pipi lagi sakit, makanya Kakak injak-injak biar hilang sakitnya." Jeno menjeda, menatap Jisung dengan wajah memelas. "Aduududuuh... sakit semua badannya Pipi, Kak," keluhnya, dramatis.


The Chronicles of A Boy : The Living RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang