Azora terdiam dalam kamar menimbang-nimbang apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Azora sadar bahwa ia tak akan mampu untuk melakukan perbuatan kejam semacam aborsi atau sekedar meminum pil untuk mengugurkan kandungan ini. Hubungan asmara Azora telah kandas jadi dia tak bisa menjadikan, jadi Azora tak memiliki kekasih hanya untuk sekedar dijadikan kambing hitam sedangkan pria itu pun tak mungkin untuk Azora minta pertanggung jawabannya.
Dia jauh tak tega menghancurkan hubungan saudara kembarnya, itu sama saja dengan ia yang ikut bersama minum racun. Hati mereka terikat, batin mereka tersambung. Menyakiti Azorin sama dengan menyakiti dirinya sendiri, maju kena mundurpun kena.
Jadi, apa dia memang harus menanggung ini sendiri? Di tengah pemikiran Azora yang berkemelut suara seseorang terdengar nyaring menyapa gendang telinga.
"ZORA!!!"
Bugh!
Azora menerima pelukan kencang Azorin yang keras dan tiba-tiba.
"Coba tebak, gue bawa kabar apa?" pekik Azorin dengan begitu bersemangat.
Azora merenggangkan pelukan itu lalu menatap wajah kembarannya yang tampak begitu berseri-seri, Azora tak langsung menjawab dia terlebih dulu mengerutkan kedua alisnya berfikir.
"Apa?" Bukan sebuah jawaban Azora malah berbalik memberikan sebuah tanya.
"Ya tebak dong!" rengekan kesal Azorin terdengar.
"Emmm... Lo sama Raffael ...bakal, emm ni---"
"YA YA YA LO BENER!! Gue sama Raffael bakal nikah hehehe." Azorin dengan semangat langsung memotong ucapan Azora yang terdengar sangat lambat.
Azora terdiam reflex tangannya langsung menyentuh perut yang sekarang terasa lebih keras dari biasanya. Perlahan dengan sedikit paksaan Azora menampilkan senyum. "Oh ya? Selamat yaa."
Mendengar ucapan Azora mata Azorin memincing, menatap mata sang Kembaran dengan lekat. "Lo kenapa? Kok kaya gak bersemangat gitu? Lo lagi ada masalah apa?" Serangkaian tanya Azorin ajukan, tak ada tuduhan sama sekali di sana hanya kekhawatiran yang terdengar.
Azora melebarkan senyum, matanya bahkan sampai terlihat menyipit dan itu berhasil membuat setitik air mata terjatuh. "Engga, gue gak papa. Gue seneng, gue bahagia akhirnya kembaran tomboy gue ini nikah juga. Gue...--- gue cuman terharu," kilah Azora dengan cepat.
Namun yang ia ajak bicara kini adalah Azorin, kembarannya sendiri. "Zora, lo gak bisa bohong sama gue. Lo kenapa?" Kini terdengar desakan di pertanyaan Azorin.
Azora menundukan kepala sejenak sembari memejamkan mata dengan kuat, setelahnya ia mendongak kembali namun, kini dengan mata wajah yang memerah dan air mata yang sudah berderai. "Gue ..- tiba-tiba inget sama Tama," ucap Azora dengan terbata karena di selingi dengan isak tangis, suara lembut tersedat-sedat saat mengatakan itu.
Azorin menarik Azora kedalam pelukannya, mengusap-ngusap punggung Azora menengkan. Sedikit rasa bersalah hinggap pada Azorin, dia lupa akan hal itu. "Zora, maafin gue. Pasti gara-gara gue kan lo inget si brengsek itu lagi? Maaf Zora, gue minta maaf atau gue tun..---"
"Engga Orin, stop. Bukan, bukan karena lo. Udah jangan salahin diri lo, ini emang gue aja yang cengeng. Lo gak boleh lagi nunda atau bahkan sampai batalin rencana pernikahan lo sama Raffael cuman gara-gara gue, engga. Lo harus tetep nikah sama dia, itu kebahagiaan lo," sanggah Azora memotong ucapan Azorin, seharusnya dia lah yang meminta maaf bukan Azorin. Anggap lah ini salah satu bentuk balasan karena kebodohan yang telah ia perbuat, Azorin pantas untuk bahagia.
Azora menatap lekat Azorin begitupun sebaliknya, tak lama pun mereka kembali saling memberi rengkuhan. Azora kembali menitikkan air mata, bisakan ia tetap merasakan rengkuhan ini di saat Azorin tau apa yang telah dia perbuat? Apa mereka akan tetap saling menengkan disaat ia lah sumber dari rasa sakit yang mungkin nanti akan Azorin rasakan jika tau?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart's II : Azora [Revisi]
Romance📌 SQUEL MY HEART'S My Heart's II : Azora Bagaimana rasanya menjadi Azora. Menghancurkan hati dan hidup kembarannya dengan sekali hantam. Bukan, Azora bukan tokoh antagonis disini, namun takdir menuntun untuk hal yang tak pernah Azora sendiri ingin...