Part 6

1.4K 143 2
                                    

Terkadang melepas apa yang kita miliki adalah salah satu cara mencapai kebahagiaan. Mengekang sesuatu yang tidak seharusnya menjadi milik kita hanya akan membuat kita sedih, sakit, dan terpuruk. Mungkin kita tidak menyadari seberapa besar kebahagiaan yang akan kita dapatkan ketika kita melepasnya karena ketakutan akan kehilangan, tetapi selalu ada kesempatan untuk mencari tahu dan mencoba. Begitu juga dengan hidupku. Aku telah melepaskan satu-satunya hal paling berharga dalam hidupku, Jeno.

“Jaemin-ah, apa yang sedang kau pikirkan?” seorang pemuda manis berkulit sedikit tan menatap ke arahku dengan tatapan menyelidik.

“Ah, ne. Apa yang barusan kamu tanyakan Haechan-ah?” sontak saja aku menghentikan kegiatan melamun yang sudah menjadi kehidupan kedua bagiku setelah kejadian waktu itu, empat tahun yang lalu.

“Apa kau sakit?” pemuda yang lebih pendek dariku itu berusaha meletakkan punggung tangannya di dahi mencoba mengecek apakah aku demam atau tidak, tapi sebelum tangan itu sempat mendarat di kulitku aku menepisnya pelan sambil mencoba memasang senyum di wajahku,”Nan gwaenchana Haechan-ah.

Really? But you look tired and a little pale,” ucap Haechan sambil mengangguk-angguk pada tiap perkataannya mencoba mengamatiku sekali lagi.

“Mungkin aku hanya kelelahan jadi kau tidak perlu khawatir. Ah, itu Mark Hyung sudah datang!” ujarku mencoba mengalihkan perhatian. Aku benci ketika dia terlalu khawatir dengan kesehatanku, aku tahu aku sangat senang dan bersyukur karena ada orang yang memperhatikanku seperti ini, tapi aku tidak ingin menjadi beban bagi semua orang. Sudah cukup sekali dalam hidupku aku menggantungkan hidupku pada orang lain, aku tidak ingin semuanya terulang lagi.

Menggantungkan hidupku pada orang lain sama saja memberikan harapan palsu bagi diri sendiri. Membuatku berkhayal dan memimpikan hal-hal yang menyenangkan walaupun pada kenyataannya hanya pahitnya hidup yang aku rasakan. Seberapa besar tingkat ketergantungan pada orang lain akan meninggalkan sakit yang sepadan bahkan berlipat-lipat. Sama halnya dengan sakit yang kurasakan sekarang. Sakit karena aku terlalu bergantung pada Jeno dan merindukan kehadirannya di sisiku.

Haechan mengalihkan pandangannya dan tersenyum setelah mendapati kekasihnya sudah datang menjemputnya,”Mark Hyuuuuung,” panggilnya segera sambil melambaikan tangannya. Pemuda yang dipanggil membalas senyuman kekasihnya dengan cengiran lebar dan berjalan menuju meja tempat kami duduk.

Hai baby, hai Jaemin!” pemuda tegap berwajah tampan  tersenyum dan duduk di samping kekasihnya, mencuri kecupan singkat di bibir Haechan. Mereka benar-benar serasi, aku sangat bahagia melihat mereka berdua walaupun sebenarnya terbersit rasa iri di sudut hatiku.

Iri karena aku tidak pernah bisa merasakan hal yang sama seperti mereka. aku tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk jatuh cinta lagi. Ya, kata jatuh cinta saja sudah membuatku putus harapan dan sepertinya rasa sakit di hatiku kembali terbuka jika aku mengucapkannya saja. Aku tahu, aku tidak akan pernah bisa jatuh cinta lagi karena semua perasaan cintaku sudah kuberikan bagi Jeno dan semuanya telah berakhir. Hatiku sudah mati seiring berjalannya waktu. Kini yang tersisa hanya sakit dan sakit, tidak ada secuil kebahagiaan sejati yang kurasakan di hidupku sekarang ini.

“Hai Mark Hyung,” jawabku membalas senyumannya.

“Kalian sudah lama di sini?” Mark yang memang blasteran Canada itu menghadap ke arah kami berdua sambil merangkulkan lengannya ke pundak Haechan membuat kekasihnya itu nyaman.

“Ani, baru lima belas menit kami di sini. Oya, mana temanmu Hyung?” Haechan bertanya dengan energetiknya. Sumpah, anak ini seperti selalu penuh semangat dan selalu tersenyum cerah ceria walaupun ketika dia sedang serius, keseriusannya akan mengalahkan segalanya dan membuat orang takut untuk sekedar menegurnya.

I Told You I Wanna Die (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang