Aku mengejar Jaemin yang terus berlari meninggalkan Mark dan kekasihnya yang hanya bisa melongo melihat tingkah kami. Damn, staminanya masih bagus seperti dulu membuatku agak kewalahan mengejarnya. "NA JAEMIN!" panggilku berusaha menghentikan langkahnya dengan teriakanku. Namun, ternyata hal itu tidak berhasil. Dia terus berlari melewati jalanan dan aku kehilangan jejaknya.
DOR
Sebuah peluru menembus kulitku dan bersarang di pahaku mengakibatkanku jatuh terjungkal. Aku meringis kesakitan saat wajahku menghantam tanah keras. Kugunakan kedua tanganku sebagai tumpuan agar aku bisa berdiri dan betapa terkejutnya saat kulihat beberapa orang berjas hitam mengelilingiku sambil mengacungkan senjata mereka padaku. Mataku membulat sempurna saat seorang keluar dari mobil sedan hitam yang terparkir tidak jauh dari tempatku berdiri diikuti oleh dua orang bodyguard atau anak buah yang setia di samping kanan dan kirinya.
"Oraenmanida Lee Jeno!" sapanya sambil menghembuskan asap cerutu dari mulutnya. Bibirnya yang hitam karena kebanyakan merokok menyunggingkan seringaian licik. Pikiranku mulai memproses siapa lelaki paruh baya di hadapanku ini karena sepertinya aku pernah melihatnya. Kenapa aku tidak ingat siapa dia. Aish, aku pernah bertemu dengannya tapi siapa dia?
"Sepertinya kau tidak ingat siapa aku?" ucapnya seraya berjalan mendekat ke arahku dan meninggalkan kawalan anak buahnya. Bau asap cerutu itu benar-benar memuakkan, sama memuakkannya seperti saat Mr. Huang masih hidup. Dia seringkali meninggalkan bau cerutu busuk saat mengganggu kami. Bau itu mengingatkanku pada perilaku kurang ajar Mr. Huang dan anak buahnya.
"Aku heran kenapa kau tidak mati saat itu Lee Jeno. Aku yakin aku sudah menusukmu saat itu. Bukankah harusnya kau mati di sana?" lelaki yang mengenakan mantel hitam itu berkata dengan sengitnya. MENUSUK? Itu berarti bajingan tengik di depanku ini adalah anak buah Mr. Huang yang menusukku empat tahun yang lalu. Dia yang telah membuatku hampir mati. Mataku membulat marah padanya. Darah yang mengucur membasahi celanaku tidak kuhiraukan lagi saking marahnya aku melihat penampakan di depanku.
"Ah, aku lupa. Ada anak sialan yang datang menolongmu itu kan? Seandainya anak sialan itu tidak menolongmu, pasti kau sudah mati di tanganku. Tapi tak apa, toh bocah itu sudah kuhabisi. Hm, dia lebih ceroboh dari yang kukira," dia menghisap cerutunya sekali lagi kemudian menghembuskannya dan melanjutkan berbicara sambil terus mendekat ke arahku dengan gaya jalannya yang dianggapnya berwibawa itu,"Apa saudaramu itu masih hidup setelah aku menusuknya juga Lee Jeno?"
Aku tercengang. Dia menusuk Jaemin juga? Jadi, bukan hanya aku yang berakhir mengenaskan tetapi juga Jaemin? Dia telah mengorbankan dirinya untuk menolongku yang selalu menyakitinya ini? Tanganku mengepal sempurna hingga buku-buku jariku terlihat putih pucat karena aliran oksigen terhenti sesaat. Ingin rasanya kutonjok mukanya dan membuatnya babak belur dia seperti yang pernah kulakukan pada Mr. Huang.
"Wae? Kau marah? Oh, Lee Jeno kau bisa marah juga?" dia kembali meledekku mencoba menaikkan tensi darahku dan tingkat amarahku,"Well, mungkin waktu itu aku kurang beruntung. Tapi, kali ini aku akan melenyapkanmu dari muka bumi ini bocah tengik," cerutu yang terselip di jarinya dilempar ke tanah dan segera diinjaknya dengan ujung sepatunya seolah ia sedang membayangkan kalau kakinya menginjakku.
"Cih, lakukan itu di mimpimu pria busuk!" ucapku sambil meludah ke arahnya membuat anak buahnya siaga dan bersiap menarik pelatuk senjata yang ada di genggaman mereka.
Diusapnya kasar wajah yang barusan kuludahi dan dia mendelik ke arahku,"Habisi dia!" perintahnya pada anak buahnya sambil berjalan kembali ke dekat mobil sedannya. Cih, kenapa aku selalu berurusan dengan mafia dan anak buahnya? Aku heran apa aku ini magnet untuk mafia dan semacamnya?
Dia memang pengecut. Mafia selalu keroyokan saat menghajar musuh. Tidak bisakah mereka bersikap lebih gentleman dengan satu lawan satu maybe. Mereka mulai membentuk formasi dan seorang yang berada paling dekat denganku menendang perutku membuatku terjerembab ke tanah. Aku berguling menghindari tendangan yang kembali dilancarkannya dan segera menendang seorang berkumis tebal tepat di selangkangannya membuatnya mengaduh kesakitan dan berguling di tanah di dekatku. Aku segera bangkit dan berjalan ke arahnya kemudian mengunci kepalanya lalu kupelintir kepalanya dan kuambil senjata yang masih ada di genggamannya. Satu tumbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Told You I Wanna Die (Nomin)
FanfictionAku, Na Jaemin, benar-benar membencimu Lee Jeno. Rasa cintaku padamu membuatku rela melakukan semua perbuatan gila bersamamu, tapi kau tak pernah sedikit pun melihatku. Aku muak dengan semuanya. Biarkan aku mati dengan tenang. Kuremas kaos yang kupa...