Jeno POV
Aku sangat marah saat melihat semua bekas luka di wajah dan tubuh Jaemin. Bagaimana bisa mereka melakukan ini semua padanya? Apakah mereka tidak tahu betapa berharganya Jaemin bagiku? Bagaimana bisa mereka dengan sangat tega menyiksa saudaraku yang sangat kusayangi itu? Kurang ajar.Sekarang aku sudah berada di depan gedung di pelabuhan yang merupakan markas Mr. Huang. Memang Mr. Huang adalah seorang mafia yang menjalankan bisnis kotor. Aku sudah tahu dari awal bahwa ialah yang telah menyebabkan ayahku bangkrut. Tapi, selama ini aku sudah berusaha bersabar untuk tidak menghajarnya. Sekarang, setelah semuanya sudah keterlaluan, aku tidak bisa tahan lagi.
Saat aku tengah menatap gedung sarang setan ini tiba-tiba handphoneku bergetar. Kulihat sebuah pesan baru dari Renjun. Dia memberitahuku bahwa ia akan menungguku di halte tempat kami biasa bertemu. Mianhae Renjun-ie, aku akan sedikit terlambat. Aku harus menyelesaikan urusanku yang satu ini dulu, baru aku akan menemuimu. Mianhae. Kunonaktifkan handphone di genggamanku dan kumasukkan kembali ke dalam saku celana.
Seorang penjaga yang sedang berpatroli kebetulan melihatku kemudian langsung berjalan menuju ke arahku dan bertanya,"Yah! Apa yang kau lakukan disini?"
Aku menatap matanya tajam dan sesaat saja ia langsung mengenaliku. Tanpa basa-basi langsung saja kulancarkan pukulan ke arah wajahnya. Aku sungguh muak dengan anak buah Mr. Huang. Mereka selalu bersikap semena-mena kepada kami.
"BASTARD! BERANINYA KAU!" penjaga di depanku berteriak dan berusaha untuk meninjuku, tetapi aku lebih cepat sehingga kutendang bagian perutnya terlebih dulu. Dia jatuh terjungkal dan karena teriakannya yang keras tadi, sekarang banyak anak buah Mr. Huang yang mulai berdatangan.
"Yah! Dia saudara anak yang kita hajar itu! Cepat, habisi dia!" salah seorang lelaki berkata sambil mengayunkan pemukul yang dibawanya dari dalam gedung tempatnya barusan berada.
Secara bersamaan mereka mengeroyokku. Sekarang aku paham, mengapa banyak sekali luka di tubuh Jaemin. Pasti semua ulah mereka. Akupun menendang mundur salah satu penjaga yang memegang pemukul di tangannya. Diapun jatuh dan dengan cepat aku mengambil pemukul yang terlempar beberapa meter jauhnya dari tubuh penjaga yang ambruk itu.
Kuarahkan pemukul yang kubawa itu ke beberapa penjaga yang berusaha menghajarku. Satu orang terjatuh dan seorang lagi masih tegar berdiri. Kemudian seseorang kembali menendangku dari belakang. Akupun jatuh tersungkur dan kurasakan bibirku mulai berdarah. Pemukul yang barusan kurampaspun entah mental kemana.
"Habisi dia!" kudengar suara itu. Suara orang yang telah memulai semuanya. Mr. Huang.
Aku berusaha berdiri dan kulihat Mr. Huang pergi meninggalkan aku dan kawanan anak buahnya di sini. Aku harus segera mengakhiri semuanya. Kuarahkan tinjuku ke salah satu lelaki di depanku dan iapun langsung mundur sambil memegangi mukanya. Kakiku bergerak menendang dada seorang laki-laki yang kebetulan akan mengayunkan pemukulnya padaku dan ia juga ambruk.
Namun tanpa kusangka-sangka seseorang melayangkan tendangannya tepat di dadaku dan akupun kembali jatuh. Darah segar kembali mengalir dari sudut bibirku, tapi aku tidak peduli. Badanku serasa remuk karena semua pukulan dan tendangan. Inikah yang Jaemin alami? Inikah yang ia rasakan saat itu? Bagaimana bisa saat itu aku tidak ada di dekatnya? Setidaknya kalau aku ada di dekatnya, lukanya tidak akan begitu parah. Bodoh sekali aku.
"Jeno-ya ireona!" tangan seseorang menarik lenganku dan betapa terkejutnya aku ketika kulihat Jaemin yang sedang kupikirkan sudah ada di sampingku.
"Jaemin?" aku gelagapan akan berkata apa, tapi dengan cepat ia berkata padaku,"Carilah Mr. Huang!"
Dia mengisyaratkan dengan kedua matanya menyuruhku untuk pergi dari arena ini dan segera mencari Mr. Huang. Aku tak bisa meninggalkannya sendirian. Aku tidak ingin ada apa-apa terjadi pada Jaemin lagi. Tapi ia tetap menyuruhku pergi. Tatapannya seolah meyakinkan aku bahwa ia akan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Told You I Wanna Die (Nomin)
Fiksi PenggemarAku, Na Jaemin, benar-benar membencimu Lee Jeno. Rasa cintaku padamu membuatku rela melakukan semua perbuatan gila bersamamu, tapi kau tak pernah sedikit pun melihatku. Aku muak dengan semuanya. Biarkan aku mati dengan tenang. Kuremas kaos yang kupa...