Part 3
Restoran Le Petit Gourmet, Paris
7 Februari
Kami duduk di meja lantai dua. Cukup ramai orang yang makan disitu, dan hebatnya, dari kejauhan nampak menara Eiffel menjadi latar pemandangan dengan kerlap-kerlip lampunya. Aku bergumam dalam hati suatu saat nanti kalau sudah menikah dengan Andika, akan kubawa dia kesini.
Tapi sejurus kemudian aku jadi ingat 'memangnya aku masih bisa pulang ke Indonesia?' sementara sekarang saja selangkah lagi aku jadi gelandangan, jika saja tidak ditolong laki-laki di depanku ini.
"Kalau boleh tahu, ibumu asalnya dari Indonesia daerah mana?" tanyaku basa-basi setelah memesan makanan.
"Dari Bali," jawab Fred singkat.
"Oh I see, dan orangtuamu bertemu saat ayahmu berlibur di Bali?" tebakku.
"Iya, dan kami sempat menetap agak lama di Bali"
"Pantas saja Bahasa Indonesiamu lancar sekali"
Fred hanya tersenyum malu.
"Lalu sejak kapan pindah ke Paris?"
"Setelah aku lulus SMP, kami pindah ke Paris, sampai sekarang"
Aku manggut-manggut.
"Lalu kamu saat ini sudah bekerja, kuliah, atau...?" tanyaku .
"Aku membantu ibuku berjualan roti di rumah"
"Oh begitu"
"Kamu... sudah berkeluarga?" tanyaku lagi.
Fred menggeleng.
Ingin kulanjutkan interogasiku, namun rasanya tidak etis terlalu banyak bertanya pada orang yang sudah membayari aku makan malam seperti ini.
Ia memang nampak tidak terlalu suka berbicara. Namun justru dari situ aku menemukan sesuatu yang lain pada dirinya yang jarang kutemui pada orang lain. Dalam tenangnya dia menyimpan sesuatu yang istimewa, meski aku tak tahu itu apa. Pembawaannya dewasa, tenang, tidak tergesa-gesa, dan penampilannya jauh dari mewah. Dia hanya mengenakan kaos putih, jaket warna biru dan celana jeans.
Dia juga jarang menyentuh ponselnya. Ia lebih suka mengamati orang-orang disekitarnya, dan juga mengamatiku.
"Ada apa?" tanyaku saat kudapati dia menatapku.
"Ah, tidak. Aku cuma memikirkan dimana kamu akan melewati malam ini"
"Kamu bisa tinggal dulu di rumahku. Tenang saja, di rumah ada ibuku yang pasti akan senang dapat tamu dari Indonesia," imbuhnya menawarkan.
"Entahlah Fred, dengan makan malam ini saja aku sudah banyak merepotkanmu"
"Tidak perlu begitu. Aku akan dengan senang hati membantu, selama masih mampu. Rumahku juga dekat dari sini"
"Aku sebenarnya sudah booking hotel disini. Nanti akan kucoba kesana," kataku.
"Kalau jadi kamu, aku takkan melakukan itu."
"Kenapa begitu?"
"Disana tentu kamu akan ditanya kartu pengenal, dan semua itu raib bukan?"
Ah iya, kenapa aku baru kepikiran hal itu! Bisa-bisa aku malah dituduh imigran gelap.
"Lantas bagaimana baiknya?"
"Pintu rumahku terbuka untukmu"
Aku berpikir keras.
Cukup lama aku diam. Aku sangat ingin menerima tawarannya, setidaknya aku ingin malam ini bisa istirahat dengan nyenyak di kasur, bukan di emperan toko. Tapi masa iya dalam satu malam aku sudah dan bakal merepotkan dia berkali-kali?
Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba pelayan datang menyajikan makanan.
"Silakan makan dulu saja" kata Fred mempersilakan.
Selama makan Fred tak berbicara sama sekali, ia fokus menyelesaikan makan malamnya dengan rapi. Melihat ia tak mengajakku berbicara, akupun sesegera mungkin menyelesaikan makan malamku.
"Maaf Fred, aku ke toilet sebentar" kataku setelah selesai menghabiskan makan malamku.
"Silakan".
Aku ke toilet sebenarnya hanya memastikan, seperti apa Fred jika tak ada aku di sisinya. Siapa tahu dia penjahat yang pura-pura baik.
Aku mengintip dari balik pintu toilet yang kebetulan bisa melihat dengan jelas Fred duduk. Kulihat ia masih asyik meneguk air minumnya, tak ada gerakan mencurigakan. Aku bahkan bisa saja kabur saat ini.
Namun seketika aku melihat Fred bangkit dari duduknya, kemudian berjalan mendekat ke seorang ibu-ibu yang kebetulan ponselnya jatuh di dekat Fred. Ia mengembalikan ponsel itu kepada sang ibu dengan ramah, dan dari gestur tubuhnya, Fred nampak senang bisa membantu ibu tadi.
Setelah melihat hal itu, aku memutuskan keluar dari toilet dan berjalan mendekat ke mejaku.
"Kamu masih ingin disini atau mau ikut pulang bersamaku?" tanya Fred lirih.
"Sepertinya aku tidak punya banyak pilihan."
"Kalau begitu mari kita keluar dan mencari taksi"
"Oke" jawabku sambilberjalan mengikuti Fred keluar dari restoran.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATIKU MASIH DI PARIS
General FictionAlina nyaris menjadi gelandangan saat bertugas di Paris beberapa bulan lalu. Dompet dan tasnya raib tiba-tiba di bandara Paris. Beruntung dia ditolong oleh seorang lelaki baik hati bernama Fred. Setelah semua urusan beres di Perancis, ia pulang untu...