Kantor Alina
1 April
"Nggak mungkin. Ini nggak mungkin. Aku pasti salah lihat. Ini pasti mimpi."
Alina terus bergumam dalam hati sambil mencubit pipinya beberapa kali, memastikan kalau ini bukan mimpi.
"Hei, Lina.... Udah sampe. Kamu masih betah di mobil ya?" suara Andika membuyarkan lamunan Alina.
"Oh, eh, iya mas, aku turun sekarang."
Saat Alina akan turun dari mobil Andika, kekasihnya itu menarik tangan Alina.
"Tunggu, kamu kenapa? Ada masalah? Bilang dong sama aku kalau ada masalah."
Lidah Alina tercekat. Tak mungkin dia jujur bilang kalau ia kaget baru saja melihat Fred, dan jadi pacar baru adiknya pula.
"Nggg, anu mas. Ini, tadi ibu bilang, kalau kita sebaiknya jangan ketemu dulu sampai besok akad nikah. Ibu ngga enak sama orang-orang"
"Oh gitu... Hemmm, aku tahu. Kamu pasti lagi bingung ngga bisa jauh dari aku, ya kan?" tebak Andika dengan wajah berseri-seri.
"I, iya mas."
Bagaimana bisa aku menjawab 'iya' dengan basa basi seperti ini?
"Ya sudah, aku turun dulu ya mas," kata Alina seperti ingin buru-buru pergi.
"Udah? Cuma itu aja? Padahal kata kamu kita habis ini ngga boleh ketemuan sampai akad besok lho," jawab Andika.
"Emmmm, kan kita bisa video call. Hehe..."
Andika diam. Rasa kecewa nampak jelas dari wajahnya, terlebih saat ia melihat Alina turun dari mobilnya tanpa ucapan perpisahan apapun.
Alina lantas berjalan bergegas menuju pintu masuk kantornya.
Berkali-kali ia memejamkan mata untuk mengusir wajah Fred dari kepalanya, sambil mencoba mencerna bagaimana bisa ia tiba-tiba pacaran dengan adiknya sendiri? Sambil sekali lagi mengingat wajah Fred di Paris dulu, dan benar, memang persis dengan wajah pacar Asifa tadi.
Fix, itu memang Fred yang membuat ia jatuh hati waktu itu.
"Lho, mbak Lina! Finger print dulu. Melamun yaa," Pak Ratno security kantor yang jaga di pintu depan menegur Alina yang lupa absen sidik jari.
"Oh iya pak, maklum pengin buru-buru garap kerjaan," sahut Alina sekenanya.
Alina lantas segera berjalan masuk ke ruangannya, dan berniat menyibukkan diri untuk mengusir pikiran tentang Fred yang dengan anehnya tiba-tiba kembali hadir di kehidupannya.
Belum juga sempat duduk di kursi kerjanya, ia sudah dikagetkan dengan seikat bunga yang tergeletak di meja kerjanya.
Ada secarik kertas kecil menempel di rangkaian bunga itu.
Pour quelqu'un que j'aime
Wajah Alina memerah. Perlahan ia tersenyum meski ia coba tahan. Perasaan bahagia benar-benar tak bisa ia tahan lagi.
Meski ia tahu, ini adalah perasaan bahagia yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATIKU MASIH DI PARIS
General FictionAlina nyaris menjadi gelandangan saat bertugas di Paris beberapa bulan lalu. Dompet dan tasnya raib tiba-tiba di bandara Paris. Beruntung dia ditolong oleh seorang lelaki baik hati bernama Fred. Setelah semua urusan beres di Perancis, ia pulang untu...