Part 4
Dourdan, Paris
7 Februari
Di dalam taksi itu aku duduk bersebelahan dengan Fred di jok belakang. Kali ini aku tidak berinisiatif menanyainya. Aku memilih melihat jalanan kota Paris dari balik kaca taksi. Selain itu, dalam hati aku masih was-was, bisa saja kan aku diculik oleh Fred ini yang sudah bekerjasama dengan supir taksinya?
Maka aku memposisikan diriku siap-siap melompat keluar pintu jika memang diperlukan. Tuhan, tolong lindungi aku.
"Orang bilang, Paris adalah kota pusat mode dunia, kota romantis, orang-orang berbondong-bondong ingin kesini. Tapi bagiku, Bali lebih eksotis."
Aku reflek menoleh ke arahnya. Aku kaget mendengar dia tiba-tiba bicara sebanyak itu tanpa ditanya.
"Itu mungkin karena kamu sekarang sudah lama tinggal di Paris, jadi lebih memilih melihat keindahan milik orang lain. Ada pepatah di Indonesia mengatakan, rumput tetangga..."
"...lebih hijau dari rumput sendiri?" sambungnya tiba-tiba.
Aku kaget untuk kedua kalinya.
"Kamu tahu itu?" tanyaku sambil tersenyum kali ini.
Entah kenapa, aku tak bisa berprasangka buruk pada Fred. Dia terlalu baik untuk menjadi penjahat. Meski otakku mengatakan untuk selalu siaga dengan segala kemungkinan terburuk, namun hati kecilku malah merasa nyaman di dekatnya.
"Kenapa tidak? Kan aku sudah bilang lama tinggal di Indonesia."
"Oh oke, coba kamu ceritakan seperti apa Indonesia itu menurutmu?" aku bertanya sambil menatap matanya yang biru itu.
"Menurutku, Indonesia itu.... Ah sebentar, kita sudah sampai."
"Sudah sampai? Cepat sekali?" tanyaku heran.
"Kan aku sudah bilang, rumahku dekat"
Kamipun turun dari taksi. Tepat di depan kami ada sebuah rumah kecil berlantai dua. Meski kecil, rumah itu memiliki halaman yang cukup luas, dihiasi rumput segar dan tanaman khas Eropa.
"Mari, silakan masuk" ajak Fred.
Aku mengikutinya.
Ia mengetuk pintu terlebih dulu. Setelah ketukan kedua, muncul seorang ibu berusia lima puluhan tahun membukakan pintu.
"Ibu, kenalkan ini Adina..."
"Alina" koreksiku.
"Oh iya, maaf. Alina. Dia orang Indonesia, dia kehilangan tasnya waktu di bandara." terang Fred.
"Kamu dari Indonesia?" tanya sang ibu dengan wajah berseri.
"Iya, bu" jawabku manis.
"Ini ibuku, Bu Devi namanya" terang Fred.
Ibu Devi mempersilakan aku masuk ke rumah dengan semangat. Ia meminta Fred untuk menyiapkan kamarnya untuk aku tidur malam ini. Ibu ini agak pintar bercerita, tidak seperti anaknya.
Setelah berbincang tentang kejadian di bandara tadi dan Indonesia, Bu Devi lalu melihat ke arah jam dinding.
"Sudah malam, mungkin kamu ingin istirahat?" tanya ibu Fred.
"Maaf sebelumnya kalau merepotkan" kataku.
"Ah tidak, justru ibu senang bisa membantu saudara dari Indonesia."
"Oh iya, kamu bisa pakai kamarku, nanti biar aku tidur di sofa," kata Fred yang tiba-tiba datang dari lantai atas.
"Eh jangan! Jangan! Biar aku saja yang tidur di sofa"
KAMU SEDANG MEMBACA
HATIKU MASIH DI PARIS
General FictionAlina nyaris menjadi gelandangan saat bertugas di Paris beberapa bulan lalu. Dompet dan tasnya raib tiba-tiba di bandara Paris. Beruntung dia ditolong oleh seorang lelaki baik hati bernama Fred. Setelah semua urusan beres di Perancis, ia pulang untu...