5 / 7

25 8 3
                                    

Hari ke-363,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ke-363,

1. Andai kiasan fana sudah tidak berlaku lagi, apakah berarti manusia menjadi Tuhan dari buananya sendiri?

2. Jika eksistensi Tuhan benar adanya dan ia memperlihatkan diri, akankah manusia tetap menganggapnya sebagai Tuhan?

3. Di kehidupan kita yang selanjutnya, maukah kamu tinggal bersama denganku?

Lihatlah, ini pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab.

- Kenanga, 11 September 2021



Kamar Pasien, 13 September 2021

Nanti, aku akan pulang dari ruang asing ini sebagai orang hilang yang telah kehabisan kata-kata. Yang tenggelam atas alasan suatu kepergian. Yang belum puas mengucap kata selamat tinggal.

Mungkin memang tidak akan pernah puas.

Lagipula, aku tak punya kata-kata, sedangkan kau adalah kata-kata itu sendiri.

Demi bersama denganmu, aku bahkan rela untuk kalah dari Tuhan. Tetapi, mengapa aku tidak sanggup jika harus merelakanmu kepada Tuhan?

"Kenanga, di kehidupan selanjutnya, maukah kamu tinggal denganku?" Kau bertanya pada tiga menit terakhir.

"Pasti berantakan. Karena pada kehidupan keberapapun, akan selalu ada terlalu banyak majas yang kamu simpan di meja." Jawabku.

"Begitulah."

Betapa aku berharap aku bisa melakukan sesuatu untuk mu.

Lebih dari hanya bersama denganmu. Lebih dari memegang tanganmu. Lebih dari hanya bisa pasrah kepada semesta.

Tapi aku tidak bisa.

"Aku tidak bisa memaksa jika kau tidak mau, kan? Semoga beruntung lain kali, untukku." Kau tertawa.

Benar. Jika ada lain kali. Pikirku.



Jakarta, 11 September 2021

"Pagi, Kenanga." Namanya Feli. Pemuda ini adalah temanmu, adikmu, dan kakakmu. Ah, kalian tidak bisa dipisahkan sedari dulu.

"Pagi Fel."

Kami berjalan menuju kampus. Masing-masing mengambil jalan ke gedung yang berbeda.

Namun, hari ini Feli lebih memilih untuk ikut ke gedung seni saja. Sesak dikerumungi orang orang kertas (pekerja keras) katanya.

Universitas Aksara Wimo, sekolah terbaik di Jakarta. Tempatku menghabiskan waktu dibalik grand piano bersama mahasiswa dari jurusan musik lainnya.

Feli merupakan mahasiswa di jurusan yang berbeda, entah apa.

Yang pasti mata kuliah 'serius'. Itu kata orang-orang. Itu kata keluargaku. Keluargamu.

Musik bukan kerja serius.

Begitu juga dengan menulis. Dan kamu yang paling mengerti akan hal itu.

"Yah, dokter, desainer, pebisnis, akuntan, yang begitulah." Jawab orang dewasa ketika ditanyai apa itu pekerjaan yang 'serius'.

"Dunia serius itu tidak pernah ada."

Aku menoleh. "Bukannya harusnya yang tidak ada itu dunia yang santai?"

"Yang mana aja juga sama saja, Kei. Itu cuma alasan orang dewasa yang cuma peduli cuan."

"Memang benar kok, uang itu segalanya."

Dampak samping berteman denganmu sejak TK, Feli tumbuh bercengkrama dengan kata-kata. Begitu juga denganku.

Saat SMA, sering kali kita menghabiskan waktu di rumah mu, bersembunyi dari dunia luar dan remaja-remaja lainnya.

Siang siang, bukannya mengerjakan tugas fisika malah bernyanyi What a Wonderful World karya Louis Armstrong.

Sampai sekarang, aku masih sering bertanya, bagaimana wonderful world itu?

cherished loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang