6 / 7

23 8 1
                                    

Hari ke 364,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ke 364,

Pagi tadi, ibumu datang ke kos-kosan. Aku suguhkan beliau teh panas, tetapi katanya ia lebih suka kopi pahit. Buah jatuh jauh dari pohonnya, ya? Oh iya, dia juga memberikan sebuah amplop, berkata itu ditulis oleh mu.

- Kenanga, 12 September 2021.



Rumah Sakit, 13 September 2021

Untuk pertama kalinya dalam hidup, kamu telah kehabisan kata-kata.

Jakarta, 12 September 2021

Sore ini, ketika pulang, aku menemukan beliau duduk di taman bunga mawar (yang layu). Kali ini bukan mamamu.

Ayah pergi ke kantor, katanya. Adik pergi ke pasar, dan abang pergi nongkrong di deretan warung kopi bersama teman-temannya.

Bun, hidup berjalan seperti bajingan
Seperti landak yang tak punya teman
Ia menggonggong bak suara hujan
Dan kau pangeranku, mengambil peran

"Udah pulang, Kei? Kok tumben. Gimana kuliah?" Tanya beliau. Mungkin terkejut karena aku pulang ke rumah hari Minggu.

"Bunda juga tumben di sini."

"Habis lapar sih." Ia tersenyum. "Sini, ngerujak. Ditemani sama bunga-bungaa mawar kamu yang udah mati."

Aku tertawa, dan duduk di sebelahnya.

Semenjak kemarin, terlalu banyak pikiran yang meluluhkan pikiran. Terhadap fatamorgana kamu, ilusi kamu, dan segalanya. Juga tentang pilihan karir yang akan kuambil setelah ini.

Bun, kalau saat hancur ku disayang
Apalagi saat ku jadi juara
Saat tak tahu arah kau di sana
Menjadi gagah saat ku tak bisa

"Bunda kangen ngobrol gini sama kamu. Udah lama loh, Kei." Katanya sambil memasukkan sepotong mangga ke mulut.

Sebenarnya apa yang berlarian di kepala manusia selama ini? Sedetik bersedih, sedetiknya lagi tertawa.

Terkadang menjadi seperti itu.

"Sini, bicara. Coba, ceritain ke bunda tentang.. apa ya, kuliah aja deh? Dapet temen baru gak? Gimana kabar Feli?"

Bunda sengaja tidak mengungkit nama mu. Entah itu baik atau buruk.

Lalu aku mulai bercerita, semua hal yang telah terjadi pada hidupku. Tentang nasihat Sally yang tidak masuk akal namun bisa dimengerti, tentang Jessica, murid kelas seni yang luar biasa. Tentang Feli, temanku yang setia sejak SD sampai Kuliah.

Seperti biasa, reaksi bunda bermacam-macam. Ia senang aku dan Sally masih berteman baik, begitu juga dengan Feli. Lalu, dia juga tertawa setiap kali mendengar cerita tentang Jessica. Katanya aku mulai bisa membuka diri.

Sedikit kujelaskan tentangku dan kamu
Agar seisi dunia tahu

Tapi, tidak ada juga aku mengatakan sepatah kata tentang mu, ataupun kunjungan ibumu pagi tadi, ke kos-kosan ku.

"Lalu, ada cerita apa ke? Ada yang perlu bunda tau gak?" Tanyanya lagi.

Aku mulai berpikir, mempertimbangkan ini dan itu, membuat daftar pro dan kontra di pikiranku. Sebuah kebiasaan lama, pikirku.

"Bun, aku mau melanjutkan kuliah ke Moskow. Dan mencari peluang kerja sebaik-baiknya dalam bidang musik." Aku mengatakannya.

Karena musik adalah satu-satunya yang bisa kuraih. Musik satu-satunya pilihan.

Karena jika bukan musik, aku tidak tahu harus kemana lagi. Aku tidak mengatakannya keras-keras. Belum saatnya, pikirku.

"Memangnya kamu mau jadi apa, Na?"

"Aku.. belum tahu." Memang benar. Aku belum tahu. Dan aku merasa sangat bodoh. Yakin sekali aku saat itu. Pasti baginya, aku hanya remaja dengan mimpi kosong. Sebuah fase.

Keras kepalaku sama denganmu
Caraku marah, caraku tersenyum
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu

"Kalau nanti tahu, janji harus cerita ya, Na." Beliau tersenyum.

"Iya, bunda." Aku berhenti sejenak.

"Kenanga akan masuk Konservasi Moskow, bunda. Tapi Kenanga tidak akan meminta bantuan apa-apa. Bunda, papa, adik, abang mendukung dan percaya pendidikan Kenanga saja sudah cukup. Kenanga akan berjuang demi beasiswa."

"Kalau itu mau Kenanga sendiri, bunda yakin semua setuju. Kita hidup untuk diri kita sendiri, kan? Bukan untuk masa lalu, juga bukan masa depan. Tapi masa kini. Jadi, kamu perjuangkan saja masa kini itu, ya, Kenanga."

Aku masih ada sampai di sini
Melihatmu kuat setengah mati
Seperti detak jantung yang bertaut
Nyawaku nyala karena denganmu

Seandainya aku lebih cepat menyadarinya, seandainya aku lebih cepat bercerita,

seandainya aku lebih terbuka kepada keluargaku sendiri..

"Tidak akan ada yang beres jika semua dimulai dengan 'seandainya'", itu kata bunda.

Seandainya aku mendengarkan.

Lima tahun telah lewat, aku mencapai mimpi, impianku, dan ia tidak ada untuk menonton. Untuk melihatku.

Sepertimu, ia berpulang.
Seperti semua orang nantinya.

- Bertaut, Nadin Amizah.

cherished loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang