Chapter 2

985 103 60
                                    

Gara-gara nggak mengerjakan PR Seni Rupa, gue dan Matt mendapatkan ceramah bu guru dan dihukum—harus merangkum sejarah Leonardo da Vinci. "Damar, Matt, kalian ini bandelnya udah nggak bisa dicerna nalar. Minggu kemaren tawuran, dua hari yang lalu tertangkap balapan liar, dan sekarang nggak mengerjakan PR. Bagaimana nasib Bangsa ini kalau pemudanya macam kalian?"

Bagaimana nasib bangsa ini? Nggak bisa dicerna nalar, katanya. Kocak guru gue.

"Lo beneran jadian sama Millie?" tanya Matt penuh selidik.

"Kenapa? Jealous?" Balas gue.

"Sorry, gue nggak minat sama cewek begitu, anak kecil. Gue tanya karena lo temen gue," ujar Matt sambil menulis rangkuman bareng gue di perpustakaan.

"Iye-iye, karena nggak bisa buat ganti oli, kan? Bisa masuk penjara lo atas tuduhan pemerkaosan anak di bawah umur." ejek gue ngakak.

"Anjing lo! Gue mau bilangin kalo Millie udah diincer sama Ginu sejak lama, punya pacar cuma nambahin beban, dan lo harus inget latar belakang lo siapa, tuan Abrisam," Nada suara Matt menekankan nama keluarga gue. "Bokap lo terlalu baik, dia sengaja nyuruh kepala sekolah menghapus nama belakang lo di absen. Bisa heboh satu sekolah ini kalau tahu lo keluarga Presiden."

"Kecoa kayak Ginu nggak akan bisa berbuat apa-apa ke gue." Gue menepuk bahu Matt, "dan jangan pernah sebut nama keluarga gue lagi di sekolah."

Gue paling males kalau udah begini—Matt sok ikut campur kayak hidup dia paling bener aja. Mau gue pacaran sama Milliea, Kendall Jenner, atau Doraemon sekalipun bukan urusan dia meski kita temenan.

Wedus gembel! Gue cuma pacaran, bukan membuka paha.

Bunda gue suka ngasih banyak wejangan. Maklum orang Solo, jadi kalau ceramah bisa paaaanjang kayak kereta api. Terkadang dikaitkan dengan berbagai aspek, termasuk hal-hal mitos. Salah satu nasehatnya, gue nggak boleh membuka paha seorang gadis tanpa menikah dan mempermainkan perasaannya karena karma bisa nurun sampai ke anak cucu.

Tapi, bukanya nasehat tercipta untuk dilanggar?  Dibilangin jangan jajan es cendol, eh malah jajan terus akhirnya batuk-pilek. Dibilangin jangan tawuran, ya gue tawuran beneran sampe nginep di kantor polisi. Entah kenapa, kalau orang tua kebanyakan nasehat, kita sebagai anak malah semakin penasaran untuk coba-coba. Setuju gak?

Meski termasuk dalam golongan cowok-cowok famous, gue nggak pernah pacaran, cuman punya gebetan pas SMP kelas dua. Habis itu bubar. Dia lebih milih jadian sama temen sebangku gue yang mukanya mirip bantalan rel kereta.

Fvck! Fvck! Ini author niat banget bikin gue kelihatan ngenes. Orang ganteng dinistakan terus, dosa lho thor.

Ngomongin soal pacaran, jujur gue nggak mau memanfaatkan kegantengan ini sembarangan. Tapi sejauh mata memandang, sampai detik ini belum ada cewek yang berhasil membuat gue mau mengorbankan seluruh jiwa dan raga. Bukan berarti gue cowok PHP yang gak niat serius, gue hanya tau diri kalau gue belum punya apa-apa, belum bisa menjanjikan masa depan.

Ingat, gue dan Millie pacaran tanpa perasaan, nggak ada tuh omongan soal masa depan.

Tapi balik lagi ke diri masing-masing. Cinta nggak pernah salah. Belahan jiwa nggak ada yang tahu kapan datangnya. Kalau lo merasa bisa bertanggung jawab atas segala keputusan yang lo ambil, dan pacar adalah semangat buat menggapai mimpi-mimpi lo.. go ahead!

SWEET AS HELL [Mini Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang