1

1.2K 331 462
                                    

Masa Kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masa Kecil.
mungkin ada yang melupa bagaimana kita bertumbuh, namun kembang ingatan adalah hal yang tetap ada hingga di sela terkecil.

Daun-daun kering dari pohon mangga di halaman rumah mulai berjatuhan, menyisakan daun segar di atas pohon yang selalu jadi tempat kesukaan dua anak kecil. Ayunan sederhana tergantung di sana, sang kakak mendorong ayunan adiknya agar sang adik bisa menikmati bagaimana ayunan bergerak membawa kebahagiaan sederhana.

"Kak, lebih kencang!" Teriak sang adik.

Jika boleh sang kakak mengeluh, maka ia akan segera mengoceh namun ia tidak berani. Menyadari bagaimana atensi orang tua mereka jatuh pada si bungsu yang baru berusia lima tahun. Bilanglah ia cemburu, namun dalam usianya yang baru delapan tahun ia di paksa berpikir hal-hal mendewasa. Bagaimana menjadi bijak dan tidak cemburuan dalam hidup, meski akhirnya ia sendiri yang mengasihani diri.

"Sekar, Ara! Siap-siap mau makan malam!" Teriak ibu memanggil anak-anaknya.

Sekar, si kakak, berusaha menghentikan ayunan yang membawa Ara bahagia. Namun karena dorongan yang ia beri cukup kencang dan tubuh kecilnya tidak sekuat itu, alhasil mereka berdua terpental. Tubuh Sekar mengenai tanah sedangkan Ara tergores terkena batu.

Ara meringis dan suaranya terdengar oleh ibu, dengan cepat ibu berlari menghampiri Ara dan mengecek lutut serta kaki si bungsu yang tergoreng. "Sudah ibu bilang mainnya hati-hati! Lihat sampai luka begini!" Oceh ibu.

Sekar yang tangannya kesemutan dan gemetar berusaha bangun untuk mengecek Ara yang menangis. Namun ibu sudah lebih dahulu mendapatkan Ara dalam gendongannya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Sekar terdiam kemudian merapikan ayunan tersebut baru melangkah masuk, ia melepaskan cardigan yang ia pakai kemudian menatap Ara yang sedang di obati dan di tenangkan oleh ibu. Langkahnya menuju kamar mandi dan membersihkan diri, ternyata tangan Sekar juga tergores meski tidak separah Ara. Ia mencuci lukanya sendiri kemudian segera menyelesaikan mandinya.

-

Bagi sebagian anak kecil mungkin sekolah cukup menyeramkan, dimana anak-anak mulai belajar di sekolah meski nanti akan ada waktunya bermain. Demikian pula dengan Ara yang masih menggenggam jemari ibu dan masih berdiam di gerbang Taman Kanak-Kanak.

"Bu, aku takut."

Ibu menyetarakan tingginya dengan Ara kemudian mengusap pipinya perlahan. "Ra, gak semuanya semenakutkan itu. Ara harus belajar, biar nanti jadi pintar."

"Kayak kak Sekar?" Dan ibu mengangguk.

"Boleh gak kalo besok kak Sekar yang ngantar aku?" Tanya Ara.

"Kak Sekar kan juga sekolah, biar pintar."

"Kalo kak Sekar gak ikut, Ara gak mau sekolah!" Teriak Ara mengancam. Ara hanyalah anak kecil yang masih kagum pada pesona sang kakak, yang selalu ada di sisinya dan menemaninya.

[✓] Satu Dadu - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang